Jembatan retak karena beratnya beban gembok cinta yang sudah berkarat. Jembatan retak karena muatan beban yang melampaui daya tahan dan daya sabar.
Barisan retak  tampak di depan mata. Hati ragu-ragu coba mengambil langkah dekat-dekat. Mengamati retakan sama dengan membongkar luka.
Retakan yang membatasi hubungan yang sana dan yang sini. Untung saja dalam pandangan mata manusia tidak pernah retak. Meskipun terkadang masih juga suka melihat retakan-retakan.
Retakan tembok pembatas hubungan kedua negara itu akan jadi kenangan indah. Retakan batu yang mengeluarkan air sejuk nan segar itu kisah istimewa.
Retakan jembatan penghubung mereka di sana (Ukraina dan Rusia), itu sungguh menyedihkan. Perkenalan dan perjumpaan mereka tinggal hanya mimpi saat malam.
Tinggal mimpi yang terputus-putus karena deru senjata-senjata berat. Ah.... kepala saja hampir retak mendengarnya.Â
Retakan jembatan itu hanya indah di mata para seniman.
Retakan jembatan diplomasi Ukraina dan Rusia itu hanya lukisan indah bagi media-media yang pro sana dan kontra sini, lalu melupakan hubungan darahnya.
"Hidup ini sudah seperti jembatan retak."
Dari hari ke hari orang bisa menatap retakan ada di setiap lubang retakan. Retak karena ambisi dan kepentingan. Retak karena popularitas dan kekuasaan.
Retak karena angkuh dan pamer kecanggihan senjata mereka. Retak karena kata pledoi yang sepihak tanpa tahu jelas seperti apa detak nadi persaudaraan mereka.
Jembatan retak punya jeritan tanya,
 "kapan kita bangun kembali jembatan dengan hiasan satu benang merah, sebagai simbol dari perdamaian kita?"