Matahari memancarkan cahayanya walau bumi tak selamanya punya kegembiraan yang sama. Terkadang akal fana manusia menuntut agar cahaya cerah hangat itu cukup untuk orang-orang yang dia kenal, orang-orang yang bisa sepaham dengannya.Â
Kenyataannya beda, Matahari bersinar juga untuk orang yang sepaham dan yang tidak sepaham. Ia hanya peduli pada manusia.Â
Di tengah riuh angin dan ribuan massa, datang pula anak-anak kecil bawa spanduk dengan tulisan "Wer Hoffnung gesehen hat, vergisst sie nicht" Terpikirkan bahwa baik adanya, jika Matahari cukup terukur pada anak-anak dan riuh angin tak perlu menerjang mereka.Â
Ternyata tidak. Matahari dan riuh angin, juga untuk semua. Tidak mampu membedakan ini sesuai seleranya dan itu tidak.Â
Menjadi sama di depan matanya, barangkali paling ideal agar hatimu tentram. Mengapa menuruti pikiran fanamu yang akhirnya membedakanmu dengan Matahari?Â
Tahtamu sementara, keputusanmu akan berubah entah kapan. Hatimu mengadili mu sepanjang waktu, lebih-lebih ketika kamu diam-diam merayap dengan benci pada apa yang tidak pasti benar atau salah.Â
Perspektif tak selalu sama, beda bukan pula menentang, tapi kebebasan memperoleh cahaya Matahari harusnya sama. Riuh angin segar juga dibutuhkan manusia.Â
Matahari kita untuk kitaÂ
Matahari bijakÂ
Matahari keadilan