Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ada 4 Aspek yang Perlu Dipertimbangkan Sebelum Menjadi Relawan Kemanusiaan

2 Februari 2022   04:00 Diperbarui: 3 Februari 2022   17:40 1725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Relawan kemanusiaan sejati itu perlu punya tujuan, Abstinence, seni, dan sikap dasar yang dilandasi oleh solidaritas persaudaraan.

Tema menjadi relawan tentu tema yang menarik untuk dibahas kapan saja, lebih-lebih kalau dalam konteks tertentu seperti relawan bencana alam. Menjadi relawan tentu punya motivasi yang rela dalam melakukan sesuatu yang punya dampak bagi orang lain. 

Meskipun demikian, gagasan tentang menjadi relawan itu terkadang sulit dilakukan pada saat ini oleh karena pertimbangan-pertimbangan individu yang terlalu kuat. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, saya ingin menyoroti beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum menjadi relawan kemanusiaan.

Beberapa aspek itu antara lain:

1. Tujuan relawan

Siapa saja tentu punya kebebasan untuk menjadi relawan. Namanya relawan tentu sesuatu yang dilakukan itu dari kerelaannya dan keikhlasan hati. Sekalipun itu, senang menjadi relawan, orang perlu tetap dengan bijak mempertimbangkan aspek-aspek penting terkait menjadi relawan atau volunteer.

Hal pertama yang harus diketahui sebelum benar-benar memberikan diri untuk menjadi relawan itu adalah orang harus tahu dengan pasti apa tujuan menjadi relawan. Mengapa point tentang tujuan menjadi relawan itu penting?

a. Melalui tujuan orang bisa menghitung konsekuensinya

Dari tujuan itu orang akan tahu seberapa besar konsekuensi dan seberapa besar persiapan yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Saya ingat hal praktis yang bisa menjadi rujukan tulisan ini dari tempat kerja saya.

Pada Sabtu 29 Januari 2022 lalu saya bertemu dengan seorang relawan di sebuah ruangan orang sakit. Ia terlihat begitu sibuk menyiapkan makanan untuk orang sakit di lantai satu. Oleh karena wajah baru, maka saya mulai berkenalan dengannya pada saat itu. Dia mengatakan dengan terus terang dia tidak bekerja di rumah jompo itu, tetapi jika diperlukan bantuannya, maka ia selalu siap untuk datang membantu.

Dalam hati saya hanya terheran-heran, di dunia seperti sekarang ini toh ternyata masih ada orang yang merelakan waktu dan tenaganya untuk menolong orang lain, betapa mulia hidupnya. 

Menjadi relawan dengan tujuan hanya untuk membantu orang-orang sakit di rumah jompo, bagi saya merupakan sesuatu bentuk kepeduliaan yang melampaui akar waras manusia modern saat ini.

Siapa sih yang mau bekerja saja tanpa ada upahnya? Mungkin saja ada, tetapi rupanya masih sangat sedikit untuk menemukan orang-orang yang punya niat baik sebagai relawan kemanusiaan.

b. Dari tujuan itu terlihat seperti apa arah pilihan hidup mereka

Perjumpaan pribadi saya dengan relawan di tempat kerja itu merupakan titik tolak refleksi dalam tulisan ini bahwa kalau orang bisa menjadi relawan, maka dia sebenarnya orang yang benar-benar mengerti apa artinya pilihan bebas dalam mengabdikan dirinya bagi orang lain tanpa menghitung upah.

Pertanyaan selanjutnya dari saya tentang mengapa ia melakukan itu, jawabnya dengan begitu sederhana: "Ja, ich habe Zeit und es macht Spaß" atau saya punya waktu dan saya lakukan itu dengan senang.

Dari ungkapan sederhana itu terbersit sebuah logika berpikir bahwa lebih baik mengisi waktu hidupku dengan menolong orang lain, daripada tidak tahu mau buat apa dengan waktu itu sendiri. Apa artinya punya waktu, kalau saja tidak membuat diriku senang.

Tujuan dan motivasi menjadi relawan seperti itu bagi saya merupakan pilihan yang inspiratif. Ya, di tengah hiruk pikuk kesibukan manusia zaman ini, ternyata masih ada juga sebagian orang yang mau memberikan waktu dan tenaganya untuk menolong orang lain dan secara khusus untuk merawat orang sakit.

Ada 4 aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum menjadi relawan kemanusiaan | Dokumen diambil dari: berbuatbaik.id
Ada 4 aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum menjadi relawan kemanusiaan | Dokumen diambil dari: berbuatbaik.id

2. Pantang (Abstinence) sebagai aspek yang menjadikan pilihan sebagai relawan tetap murni

Pilihan menjadi relawan hendaknya berangkat dari ketulusan hati. Nah, terkait ketulusan hati seseorang itu, siapa yang bisa mengukurnya. Saya kira tidak seorang pun yang bisa menakar gelora ketulusan hati seseorang dalam pilihannya menjadi seorang relawan.

Oleh karena itu, selain ketulusan hati, sangat penting juga bahwa siapapun yang menjadi relawan hendaknya memperhitungkan aspek pengendalian dirinya. Gagasan pengendalian diri yang saya maksudkan dalam tulisan ini bukan dari latar konsep agama tertentu, tetapi konsep pengendalian diri dari latar belakang keseharian hidup.

Ya, dalam bahasa yang sederhana bisa dikatakan bahwa seseorang yang sudah punya pilihan sebagai relawan kemanusiaan, dia mesti punya Abstinence atau pantang. Ya, pantang dikendalikan oleh nafsu dan keinginan oleh karena tawaran-tawaran lain dalam perjalanan tugasnya. 

Saya jadi ingat terkait suatu kisah nyata di tahun 2010 di Maumere, Flores. Seorang pemuda yang belajar sebagai tukang bangun rumah dari modal Sekolah Teknik Menengah (STM) pernah berniat secara diam-diam sebagai relawan mengerjakan rumah seorang bidan desa. 

Ia mengerjakan satu rumah itu dengan tanpa meminta banyak hal jika saja ada kekurangan ini dan itu. Apa yang dia lakukan benar-benar sebagai relawan sejati. 

Menariknya bahwa ketika rumah selesai dibangun, si bidan desa (bides) itu memberikannya sejumlah uang kepada tukang bangunan itu. Tukang bangunan itu sama sekali tidak mau menerima uang itu. Kata terakhirnya adalah, ia menyerahkan kunci itu kepada sang bides cuma dengan sepotong kata, "Ini kunci pintu rumah kita."

Sang bides menerima itu dan akhirnya sambil tersipu-sipu malu, namun dengan tulus hati mau. Mereka akhirnya menikah dan hidup sebagai satu keluarga.

Cerita ini adalah cerita nyata dengan pesan tentang niat dan ketulusan seorang relawan yang tidak boleh "ada U dibalik B" atau ada udang dibalik batu. Oleh karena itu aspek Abstinence itu sangat penting bagi orang yang memang sudah punya pilihan dan niat menjadi seorang relawan.

3. Seni dari seorang relawan

Menjadi seorang relawan tentu punya hubungannya dengan identitas. Identitas sebagai seorang relawan tentu berbeda dengan identitas seorang tenaga sosial. Tenaga sosial pasti digaji, sedangkan relawan selalu murni tanpa mengharapkan untuk mendapatkan imbalan atau seperti upah.

Meskipun demikian, pilihan menjadi seorang relawan harus mempertimbangkan unsur seninya, yang menghubungkan antara pilihan dan identitas. Identitas sebagai seorang relawan akan bersentuhan dengan 5 hal ini:

  1. Material, waktu hidup dan kepemilikan: Artinya bahwa seorang yang mau menjadi relawan harus orang yang cukup waktunya dan kalau tidak cukup secara materi dan kepemilikan barang-barang kebutuhan hidup. Apalagi di zaman metaverse ini, relawan perlu punya kemampuan dan sarana teknologi komunikasi sendiri dan tidak mengharapkan seakan-akan menjadi relawan untuk memperoleh sarana komunikasi seperti HP, Laptop dan lain sebagainya. Oleh karena itu, orang perlu pastikan bebas dari pengaruh material, waktu, dan kepemilikan.
  2. Tubuh, kesehatan dan seksualitas: Hal yang tidak boleh dilupakan oleh seorang relawan adalah harus orang yang sehat secara fisik, psikis dan seksual. Point ini juga sangat penting, tidak jarang pula bahwa menjadi relawan tetapi dengan motif-motif tersembunyi untuk eksploitasi.
  3. Hubungan dengan orang lain (Beziehung zu anderen): Demikian juga siapapun yang punya pilihan sebagai relawan kemanusiaan perlu memiliki kemampuan membangun hubungan dan komunikasi dengan orang lain. Dengan cara itu, sebenarnya seorang relawan tidak akan menyulitkan orang yang dibantunya. 
  4. Tugas hidup (Lebens Aufgabe): Sebagian orang tampak menganggap sepele dengan pilihan sebagai relawan, saya kira tidak boleh seperti itu. Jika orang punya pilihan sebagai relawan, maka ia perlu memperhitungkan itu sebagai Lebens Ausgabe atau tugas hidup. Dari kesadaran bahwa seorang relawan punya tugas hidup, otomatis di sana pasti ada rasa tanggung jawab.
  5. Opini pribadi (persönliche Anschauung): Tentu sebagai seorang relawan ia perlu memiliki opini pribadi. Ya, ia mesti punya basis gagasan sendiri yang memotivasinya untuk ambil bagian sebagai seorang relawan. Opini pribadi yang saya maksudkan di sini berkaitan dengan refleksi diri yang bisa mendatangkan bias bagi orang lain.

Secara pribadi saya yakin sekali bahwa pilihan sebagai relawan tetap punya nilai positif untuk diri sendiri. Hal apa saja yang bisa menempati sisi positif sebagai seorang relawan:

  1. Seorang relawan pasti punya pengalaman baru melalui dinamika yang terjadi di lapangan.
  2. Seorang relawan punya kemungkinan yang lebih besar dalam koneksi global.
  3. Seorang relawan punya kesempatan belajar yang lebih besar melalui hal-hal unik yang dijumpainya di lapangan.
  4. Seorang relawan punya kepuasan batin.
  5. Seorang relawan kemanusiaan punya daya hidup (vitalität) 

4. Sikap dasar (Grundhaltung)

Sikap dasar yang penting dimiliki seorang relawan adalah totalitas atas nama kemanusiaan. Pada prinsipnya, tidak pernah bahwa menjadi relawan kemanusiaan itu adalah pilihan yang sia-sia. 

Oleh karena itu, semestinya orang tidak perlu takut dan ragu-ragu atau terlalu memikirkan seakan-akan menjadi relawan itu adalah seorang yang bisa dikatakan diperbudak. Dalam poin ini saya terinspirasi oleh ungkapan bahasa adat Ende, Flores sesuai dengan konteks budaya lokal dan kearifannya (local wisdom). 

Orang Ende menyebut aksi-aksi relawan itu dengan ungkapan seperti zaka ata atau bantu orang. Ada pula istilah lain yang lebih berkaitan dengan konotasi maknanya "bou gizi" atau semacam lingkaran kepedulian. 

Logika mereka sederhana, jika hari ini saya membantu orang lain, tanpa orang memintanya, maka suatu waktu jika saya dalam kesusahan, maka orang akan dengan sendirinya datang membantu saya.

Logika ini buka do ut des, tetapi lebih karena konsep kedekatan emosional sebagai satu masyarakat adat. Di sana ada spontanitas yang digerakan oleh filosofi adat dan kebersamaan mereka sebagai suku. Ya, ada sih semacam solidaritas persaudaraan.

Grundhaltung dalam irama solidaritas persaudaraan bagi saya sangat penting sebagai satu warisan nilai yang mungkin juga perlu menjadi nyata dalam keseharian hidup masyarakat Indonesia. Relawan sejati adalah relawan atas nama kemanusiaan dan tanpa melihat dari mana dan agama apa.

Siapakah yang tidak pernah tersentuh hatinya, jika menyaksikan sendiri teriak minta tolong dan uluran tangan pada saat-saat bencana misalnya? Bayangkan bahwa posisi terpuruk itu adalah diri Anda sendiri, apa yang Anda harapkan?

Demikian beberapa catatan mengenai 4 aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum menjadi relawan kemanusiaan. Menjadi relawan kemanusiaan itu tidak hanya sekadar siap fisik, tetapi ada banyak aspek yang perlu diperhitungkan dengan baik; ya, mulai dari tujuan, pantangannya, aspek seni sebagai seorang relawan maupun juga berkaitan dengan sikap dasar (Grundhaltung). 

Pada prinsipnya lakukan itu dengan hati tulus dan penuh tanggung jawab, jika memang mau menjadi relawan. Jadilah relawan yang tergerak oleh solidaritas persaudaraan.

Salam berbagi, ino, 2.02.2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun