Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

PTM dan Post Traumatic Stress Disorder di Tengah Lonjakan Kasus Omicron di Jerman

15 Januari 2022   05:57 Diperbarui: 20 Januari 2022   15:02 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kuliah tatap muka dapat mennimbulkan gejala PTSD pada mahasiswa di tengah kasus omicron. Sumber: Thinkstock via Kompas.com

Perhatikan kebiasaan-kebiasaan positif hidup sehari-hari yang mendukung hidup sehat. PTM akan berlangsung dengan aman tanpa curiga, jika semuanya sehat.

Pelajaran tatap muka (PTM) sejak masa covid-19 sudah punya cerita sendiri. Cerita tentang PTM bukan lagi sebagai hal yang biasa, melainkan selalu ada something else. 

Something else yang terhubung dengan cerita PTM sejak masa-masa pandemi ini memang berbeda-beda dalam setiap situasi dan ruang. Nah, dalam tulisan ini saya memperlihatkan unsur sesuatu yang berbeda dan tantangan mental mahasiswa di Jerman khususnya di tengah PTM.

Pertanyaannya, mengapa ada something else saat PTM? Berikut ada beberapa alasannya:

1. Dinamika kelompok sangat terbatas (Eingeschraenkt)

Komunikasi dan diskusi kelompok yang biasanya sangat menarik tanpa kendala dilakukan, spontan menjadi begitu dibatasi secara sadar untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk seperti terjangkit omicron. Bayangan omicron bagaikan semburan abu gunung berapi yang memberikan peringatan bahwa akan ada letusan nantinya.

Dinamika kelompok yang memungkinkan interaksi sosial antar mahasiswa seperti dimasukan ke dalam peti es (dipetieskan). Anehnya, bahwa tidak ada larangan formal bahwa mahasiswa tidak boleh berdiskusi.

Toh nyatanya, kebekuan suasana itu terbangun secara otomatis. Nah, saya yakin bahwa suasana beku itu muncul karena masing-masing orang mencurigai kemungkinan-kemungkinan yang tidak diharapkan bisa terjadi.

Memilih diam dan menghindar dari teman-teman lain rupanya menjadi pilihan aman, meskipun bukan merupakan pilihan ideal yang diharapkan. Unsur something else yang terlihat bahwa inisiatif untuk saling menjauh itu muncul secara spontan dari setiap orang.

Bisa saja masing-masing orang akan bertanya salah apakah diriku ini sampai ia menjauh dariku? Pertanyaan itu sebenarnya pertanyaan yang muncul hampir dalam diri setiap mahasiswa.

Namun, anehnya tidak ada yang mengambil inisiatif membuka diskusi atas pertanyaan itu. Ya, tema tentang ruang terbatas diskusi kelompok telah menjadi tema yang tidak pernah selesai dengan sisi pro dan kontranya masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun