Saat asik menjelaskan, maka waktu yang sudah direncanakan akhirnya benar-benar tidak sesuai dengan yang direncanakan plus kesal karena kesalahan sendiri.
Saya lari-lari ke Bus Haltestelle atau tempat tunggu Bus. Lalu ketika tiba di Stasiun Kereta, ternyata saya masih melihat ada Kereta di sana; ya, saya senang sih.Â
Cuma sekitar tiga meter, Kereta itu berangkat. Duhhh kesalnya bukan main. Cepat-cepat lihat jam tangan sambil hitung-hitung waktu kalau benar ada Kereta berikutnya, maka sudah pasti terlambat mungkin cuma beberapa menit.
Nah, kesal karena terlambat itu pengalaman biasa, cuma konsekuensi dari terlambat beberapa menit itu akan berdampak besar pada semua hal.Â
Saat menunggu, saya bertanya diri sendiri, "Mengapa saya harus kesal dan kepada siapa saya harus kesal?" Dalam keadaan seperti itu mudah sekali sebenarnya menjadikan orang lain itu sebagai kambing hitam.Â
Saya bisa saja mengatakan bahwa sebab keterlambatan hari ini oleh karena Kereta atau juga karena pancingan pertanyaan teman-teman saya sendiri.
Kekesalan itu tidak datang karena orang lain, tetapi diri sendiri
Sebenarnya bukan karena orang lain, kesadaran diri sendiri untuk tetap konsisten dengan rencana pribadi itulah yang paling penting. Ya, kedisiplinan diri akhirnya bisa dipelajari dari pengalaman kesal hari ini.
Ternyata, kisah kekesalan telah menolong saya hingga bisa menulis tentang kekesalan hari ini. Jadi, sebenarnya untuk tetap menulis sebenarnya orang tidak perlu mencari-cari tema dong.
Apa yang saya anggap menarik dan suka tentang sesuatu, maka itulah yang saya tulis; ternyata tulisan itu dengan sendirinya akan mengalir.Â
Tampaknya tulisan yang benar-benar hidup dan disukai itu karena tulisan dari pengalaman aktual sesuai situasi batin penulis. Ya, sekurang-kurang secara pribadi senang jug sih kalau kisah hari ini akhirnya bisa ditulis.