Di sana ada hal yang menarik bahwa Hercules tidak punya maksud apa-apa entah suatu saat menjadi calon walikota atau apa, tetapi personal branding mulai diketahui orang. Setiap minggu ia pasti memberi makan untuk anak-anak pesantren, bahkan ia melakukan aksi nyata seperti puasa dan memberikan makanan untuk orang-orang susah di pinggir jalan.
Bagaimanapun sederhana cara yang dilakukannya, namun bias brandingnya sangat besar, bahkan sangat menarik karena semula orang mengetahui masa lalunya, tetapi sekarang ternyata tidak seperti kebanyakan kesan orang tentangnya.
Singkatnya personal branding dibangun dengan ketulusan hati dan bukan untuk suatu tujuan tertentu cuma dalam kurun waktu tertentu. Hercules sudah lakukan itu sejak dulu, ya sejak namanya disebut dengan konotasi yang tidak sedap, ia punya personal branding di mata orang kecil.
Ketokohan itu tidak selamanya harus punya cerita sejak kecil dia orang baik, tetapi juga bisa muncul dari cerita tentang orang-orang yang benar-benar berbalik dari dunia kehidupan masa lalunya. Nah, orang-orang seperti itu tentu unik dan berbeda.
Indonesia mungkin lebih membutuhkan orang seperti Hercules dalam arti pernah menjadi preman untuk orang-orang kecil dan bukan menjadi orang santun tapi raja korupsi. Nah, kebanyakan yang terlihat saat ini adalah calon pemimpin yang berbicara begitu santun sambil mengutip sana sini ayat Kitab Suci, tapi paling-paling yang dikejarnya nanti cuma uang dan kekuasaan.
Personal branding dan media sosial pendukungnya
Rotasi perpolitikan di Indonesia sudah hampir terlihat sama gaya dan cara setiap calon, kecuali orang-orang yang benar-benar punya opsi peduli. Calon yang punya hati peduli pada rakyat dan mengutamakan kesejahteraan dan kemajuan Indonesia, tidak akan cemas melakukan kebaikan entah di mana saja.Â
Kebaikan yang dilakukannya akan dengan sendirinya berbicara atas nama personal brandingnya dan bukan banyak berbicara di media seakan-akan melalui cara itu orang akan tahu bahwa ia punya branding yang dapat dipercaya. Sekali lagi, personal branding para calon saat ini akan diketahui dari apa yang pernah dilakukannya dan direkam media bukan cuma hari ini, tetapi juga sejak kemarin-kemarin.
Media pendukung akan sangat berpengaruh dalam membangun personal branding para calon. Meskipun demikian, semua itu harus dilakukan secara gencar bukan sekarang, tetapi harus sejak lama, sejak namanya belum dijagokan. Â
Kalau sebagian besar rakyat Indonesia menggunakan kriteria seperti itu, maka waktu dan kesempatan yang diberikan Jokowi kepada para menteri untuk promosi diri sebenarnya waktu bagi para calon untuk membongkar kepalsuan branding. Mengapa demikian?
Ya, personal branding para calon akhirnya dimengerti begitu sederhana oleh rakyat sebagai "personal branding musiman." Ya, cuma karena ada 2024 itu lho, makanya dia terlihat berubah ramah, baik, santun, gandeng sana-gandeng sini, video pertemuan dengan tokoh ini dan itu.Â