Oleh karena itu, bisa dipahami bahwa bagi sebagian orang, mereka takut dengan perubahan warna. Hal ini karena perubahan warna dianggapnya sebagai perubahan identitas. Benarkah demikian?
2. Warna itu simbol dari kabaruan
Warna sebagai simbol dari kebaruan itu, sebetulnya tidak saya pahami di tempat lain atau waktu sebelumnya, selain kebetulan sedang karantina di Jakarta.
Saya pahami warna sebagai simbol dari kebaruan itu dari fenomena alam yang saya jumpai setiap sore melalui rona senja di barat. Setiap sore sejak pukul 16.30 saya selalu menunggu datang nya senja.
Hampir seminggu saya mendokumentasikan senja sewaktu saya di Jakarta; dan ternyata senja itu selalu berbeda dari hari ke hari. Sejujurnya saya punya kerinduan melihat senja yang selalu baru dan saya pun menerima itu dengan ikhlas dan senang.
Mengapa saya suka dengan warna yang berbeda? Sebenarnya manusia ini adalah makhluk bosan. Kalau setiap hari hanya ada hal yang sama, maka bosan itu menghampiri tanpa ampun.
Makanan dengan menu yang sama-sama saja, lalu orang bilang bosan, pakaian dengan warna yang sama-sama juga dibilang bosan, berpose dengan gaya yang sama-sama dibilang juga bosan; menulis sesuatu dengan gaya yang sama-sama juga terkesan membosankan dan masih sederetan cerita kebosanan manusia.
Jadi, sebenarnya dari perspektif tertentu, perubahan warna itu adalah cara untuk mengatasi kebosanan karena menghadirkan sesuatu yang baru. Mengapa orang takut jika ada perubahan warna?
3. Warna berubah itu simbol dari dinamika dan perubahan
Perubahan warna sebagai simbol dari dinamika dan perubahan mungkin belum banyak dibahas, namun kenyataan itu ditemukan dalam budaya Indonesia juga.
Sebagai contoh saja, dalam konteks budaya orang Maumere di Flores. Jika salah satu anggota keluarga mereka meninggal dunia, maka mereka semua pada hari itu juga mengenakan baju berwarna hitam.