Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makna Polyeder dan Dua Efek dari Pancasila di Tengah Realitas Multietnis Bangsa

2 Juni 2021   18:36 Diperbarui: 2 Juni 2021   18:44 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polyeder | Diambil dari: https://de.m.wikipedia.org

Cara pandang holistik yang dimaksudkan dalam ulasan ini adalah suatu kemampuan melihat hubungan keterkaitan satu dengan yang lainnya sebagai satu kesatuan dan bukan merupakan suatu pemisahan secara total. 

Ciri holistik sebenarnya merupakan suatu perspektif yang tidak memisahkan manusia dengan kriteria tertentu, seperti tidak memisahkan manusia secara biologi dan secara sosial budaya. Justru manusia perlu dilihat sebagai makhluk bio-sosial yang terhubung dengan segala macam fenomena di luar dirinya.

Kesadaran terkait makna polyeder itu penting agar setiap orang tidak menganggap dirinya sebagai super yang bisa memaksa keseluruhan sebagai bangsa menuruti kemauannya. 

Setiap bagian dihormati dalam nilainya dan pada saat yang sama yang keseluruhan lebih dari sekedar satu bagian, dan  juga lebih dari sekedar jumlah.

Oleh karena itu, cara pandang yang baik untuk dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia adalah keterbukaan untuk berjumpa dan berdialog dengan siapa saja atas dasar keyakinan bahwa perjumpaan dengan yang berbeda atau `yang banyak dan berbeda´ itu semakin memperkaya kita.

2. Sisi banyak itu memberi makna tentang pentingnya membangun dialog yang terbuka dan sabar

Kesadaran tentang pilar-pilar Dasar Negara perlu dilihat secara baru dengan menggunakan bahasa dan gambaran baru seperti pilar-pilar yang  menopang berdirinya sebuah rumah.

Ya, Indonesia adalah Rumah Kita dan bukan rumah saya atau rumah kami. Kita hidup, ada dan mendiami rumah yang sama. Coba bayangkan apa jadinya dalam sebuah rumah di mana semua penghuninya mau berbicara dan tidak sabar mendengarkan atau tidak mau terbuka berdialog.

Tanpa keberanian dan kesediaan untuk dialog terbuka dan sabar, maka akan terasa suatu hawa di dalam rumah kita bisa saja seperti hawa di lereng gunung berapi.

Karena itu, sangat penting bahwa kita perlu belajar untuk bisa berbicara satu dengan yang lainnya, menemukan kekayaan pikiran, kekayaan batin, kekayaan spiritual satu sama lain, bahkan kita perlu belajar menyoroti hal apa yang mengikat kita bersama sebagai warga dan penghuni satu rumah. 

Memang menuliskan gagasan itu terasa lebih mudah daripada harus terjun ke lapangan untuk merealisasikannya. Multikultural, mungkinkah itu dilihat sebagai cara dan peluang untuk bertumbuh dan menghormati semua?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun