Tetapi, jika orang bisa mencapainya, maka kebahagiaan yang diperolehnya akan sungguh luar biasa. Dibalik pencapaian angka sebulan berpuasa itu, saya percaya ada cita-cita, niat dan kehendak yang begitu kuat untuk mencapai kesucian.
2. Kemenangan dalam sikap dan perilaku kemanusiaan yang setulus-tulusnya dan setinggi-tingginya
Kalau dalam kemenangan pertama orang berurusan dengan kalbu atau batin untuk memperoleh kesucian, nah dalam kemenangan kedua orang berurusan dengan kemanusiaan.
Tuntutannya jelas kemenangan ini dicapai dengan kualitas setulus-tulusnya dan setinggi-tingginya. Ya, kemanusiaan. Saya ingat dalam suatu diskusi pribadi dengan seorang profesor di Universitas dua minggu lalu.
Oleh karena belian mengenal saya orang Indonesia, maka dia menyiapkan satu artikel terkait tema aktual di Indonesia. Dia sudah menyiapkan beberapa lembar berita itu.Â
Saya terkejut, saat dia bertanya, apakah saya tahu bahwa tema kemanusiaan itu sangat penting dalam Islam. Pada waktu itu, saya menjawab "ya" dengan tegas dan berani.Â
Argumen yang saya pakai untuk mempertanggungjawabkan pernyataan saya pada waktu adalah istilah Zakat. Dalam Islam dikenal Zakat fitrah. Zakat fitrah ini diberikan untuk kepentingan para fakir miskin.
Ini hanya contoh konkret untuk menjelaskan bahwa aspek kemanusiaan itu sangat penting. Nah, idul fitri pun demikian, manifestasi dari lebaran itu harus dinyatakan dengan zakat fitrah untuk dibagikan kepada fakir miskin.
Kesanggupan kita dalam memberi zakat fitrah ini adalah kemenangan yang nyata pada hari Idul Fitri. Betapa bahagianya, jika kita mencapai kemenangan kedua ini.Â
Kemenangan kedua ini pasti punya dampak sangat besar bagi orang lain. Orang yang menerima Zakat fitrah pasti merasakan sukacita yang luar biasa. Bisa saja, bagi fakir miskin, hari Idul Fitri itu adalah hari yang mendatangkan berkat kelimpahan yang sungguh nyata bagi keluarga mereka.
Kemenangan kita ternyata memberikan buah sukacita bagi yang lain. Bagi saya, itulah keindahan dari Idul Fitri. Ya, suatu kemenangan yang nyata.