Sangat mengejutkan saya bahwa setelah selesai acara 75 peserta yang hadir masih saja duduk pada tempat mereka masing-masing. Mereka seakan masih menunggu dan mengharapkan suara dan gema dari Gong itu. Kesan positif, unik dan menarik desain acara bersamaan dengan instrumen Gong asal Indonesia itu menjadi buah bibir di kota Mainz hingga sekarang.
Hingga sekarang ada dua guru musik di kota Mainz yang terus mempelajari Gong itu bahwa mencoba menggunakan keragaman bunyi Gong asal Indonesia itu langsung dalam panggung pementasan teater dan acara-acara lainnya. Mendengar cerita itu, rasa hati saya haru dan bangga seperti membaur, namun juga rindu untuk mendengarkan sekali lagi instrumen Gong asal Indonesia itu.
Teman-teman serumah bahkan merencanakan supaya dalam momen tertentu akan diadakan lagi acara yang di dalamnya ada instrumen Gong. Gong Indonesia kini disukai orang-orang Jerman. Tentu, bukan soal Gong saja, tetapi soal cara bagaimana para seniman itu menempa hingga menghasilkan bunyi yang beraneka ragam.
Ya, itulah beberapa catatan dari pengalaman dan kesan orang Jerman tentang Gong Indonesia yang begitu cocok dengan sistem bangunan dan gedung-gedung pementasan di Jerman. Suara dan gemanya ternyata berhasil memupuk rindu untuk berjumpa kembali dalam hening, hingga yang terdengar cuma gema instrumen tradisional Indonesia.
Kapan bisa ada lagi Gong di sini? Inilah pertanyaan yang tersisa dari kisah pertama Gong Indonesia di kota Mainz, Jerman. Gemanya masih panjang hingga menyimpan sampai sekarang.
Salam berbagi, ino, 18.04.2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H