Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rumah dan Bunga Hidup: Mahal di Eropa, Merana di Pulau Nusa Bunga

20 Februari 2021   15:08 Diperbarui: 20 Februari 2021   15:10 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini bukan puisi, bukan komedi dan bukan pula cerita fiksi, tapi suatu kenyataan sehari-hari. Ya, kenyataan unik dari dunia lain, yang mungkin begitu berbeda dari kampung halaman saya sendiri. Tentu harus saya akui, apa artinya kampung halaman saya kalau dibandingkan dengan Jerman yang memiliki budaya dan peradaban serta ilmu pengetahuan sudah jauh lebih dahulu modern. Meskipun demikian, saya tetap memiliki tatapan positif saat menemukan suatu perjumpaan antara ketimuran dan kebaratan. Ini bukan soal semata-mata tentang perbandingan budaya, bukan. Cerita ini adalah inspirasi yang memperkuat budaya sendiri, bahkan boleh juga kalau saya mengatakan dalam rumah dan bunga-bunga hidup, saya harus belajar dari orang Jerman: mencintai bunga-bunga dan menjadikan bunga hiasan meja dan rumah.

Coba bayangkan saja, kota kecil saja ada begitu banyak toko bunga. Ketika Anda berjalan kaki atau bahkan ketika dalam kereta api, Anda akan jumpai gadis-gadis muda, dan nyong-nyong ganteng bawa bunga. Maaf saya masukan tutur timurku: "Sa lihat mereka pu cara, begitu indah e, mereka seperti su baku sayang."

Romantis itu milik semua manusia dan diberikan untuk mengungkapkan kasih dan sayang itu dengan bunga. Oh, sorry saya harus kembali ke pokok ulasan saya tentang rumah dan Bunga. Saya maksudkan bahwa rumah dan bunga itu tidak terpisah dari cerita tentang suasana atau bahasa keren orang Jerman, "atmosfer." Rumah yang dihiasi dengan bunga-bunga hidup itu, terasa sekali atmosfer cinta dan damainya. Mungkin banyak yang gak percaya, karena itu bukan budaya kita, tapi Anda bisa mencoba untuk membuktikan itu.

Saya sudah pernah mengalami, saat saya diselamatkan oleh bunga kecil ketika saya di rumah. Ampun, bikin penasaran saja sih Bung Ino. Benar, saya katakan dari hati bunga di kamar makan pernah selamatkan saya. Ini ceritanya, orang Jerman suka mendengar cerita teman-teman mereka entah yang di rumah saja, atau lebih-lebih yang baru saja kembali dari pergi ke suatu tempat. Mereka butuh cerita saja sebenarnya. Apalagi bagi kita yang sedang belajar bahasa, bercerita itu terasa seperti suatu tuntutan. Saya pernah alami itu, kebetulan saya di rumah saja. Semua sudah pada cerita, lalu tinggal saya, dan karena saya di rumah saja, maka, dalam hati tinggal tanya, "saya mau cerita apa ya? Bingung dan nervous sesaat. Nah, pada saat itulah, saya cerita tentang bunga Mawar yang ada di meja makan. Saya hanya bilang," ini benar-benar baru buat saya, kenapa? Karena di kampung saya tidak pernah saya jumpai waktu makan di meja makan di taruh bunga Mawar." Terpesona mata mereka. Oh ja? Letup seorang bule di samping saya. Lalu saya mengatakan sekali lagi, "kadang-kadang ada sih, cuma adanya bunga Plastik." Semua teman-teman di meja makan tertawa. Karena bagi orang Jerman, bunga plastik itu seperti suatu hinaan. 

Saya senang sekali, karena bukan soal budaya saya ditertawakan, tetapi karena saya adalah pemenangnya yang bisa mengubah atmosfer meja makan. Indonesia jadi peserta dengan cerita paling menarik. Maaf teman dari India, semua terdiam, dari Belanda dengan bunga Tulpen juga terdiam, dari Polandia juga cuma senyum saja. Saya, hmmm hahaha. Saat itu dalam hati kecil saya bercerita seperti ini: mereka itu gak tahu bahwa Indonesia pulaunya saja sudah lebih 17.000, mana bahasa dan adat istiadatnya, tentu semuanya itu membentuk karakter yang kaya inspirasi. Siapa bilang gak? Kalau saya mau cerita tentang satu pulau saja, sehari mungkin gak bisa tuntas, nah, coba bayangkan 17.000 lebih pulau dengan para penghuninya. Sudahlah, Indonesia itu negeri Inspirasi dunia.

Saya akhirnya ingat video seorang peserta Britains Got Talent "https://www.facebook.com/BritainsGotTalent/videos/1563401560537233/" yang menang dari penilaian dewan Jurinya, padahal ia hanya membuat aksi kecil yang begitu sederhana, hingga tim Juri harus katakan, "ini bukan komedi, tapi ini jenius, brilliant." Padahal peserta Britain's Got Talent itu buat hal kecil saja. Ia makan pisang, dan menyuruh Juri yang cantik menghitung sambil menunggu dengan plastik merah sebagai tempat buang sampah kulit pisang. Katanya, "It's not comedy, no, it's magic." Seluruh ruang riuh oleh kecerdasannya menyampaikan pesan yang jenaka, berwibawa, tapi juga berbobot. Ia memperoleh kemenangan dari hal yang paling tidak pernah dipikirkan oleh orang lain, untuk masuk ke dalam ranah gagasan dan pesan.

Rumah dan Bunga bagi saya adalah cerita indah di Jerman, namun cerita ini belum indah di pulau Bunga. Mengapa? Tentu adalah kebanggaan kalau saya cerita bunga Anggrek di Flores tidak pernah dijual karena tumbuh sendiri di hutan, namun di Jerman paling kecil bunganya dan paling murah 10 , sama dengan Rp. 170.000. Tapi bukan soal harga, melainkan soal kebiasaan yang mencintai alam. Bunga mahal itu, sayang sekali masih jauh dari hiasan meja, bahkan hiasan rumah yang mengubah atmosfer susah, jadi sukacita. Di rumah tempat saya tinggal, bunga ditemukan di mana-mana: di meja makan ada bunga, di lorong ada bunga, di ruang tamu ada bunga, di dapur ada bunga, di samping kamar ada bunga, bahkan di luar jendela pun digantung bunga. Rumahku, rumah damai karena bunga-bunga itu.

Cerita ini meninggalkan cita-cita, jika saat liburan tiba, saya akan memotret dan bercerita tentang bunga-bunga dari Flores, Nusa Bunga. Ingin sekali mengumpulkan bunga-bunga dan mengundang Kompasiana dan orang Eropa yang gila bunga, biar kita bisa bercerita tentang bunga dan kehidupan. Mengapa bunga mahal di Eropa, namun tetap meranah di hutan sana? Titip rindu untuk bunga tanah airku Indonesia. 

Ino, 20.02.2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun