Sebagai penulis pemula, saya berhadapan dengan pertanyaan ini: Bisakah saya menulis tentang jenuh saat saya jenuh? Pertanyaan ini bukan saja pernah saya alami, tetapi juga datang dari seorang teman yang baru belajar menulis sama seperti saya. Dengan enteng saja saya menjawab: "Jika kamu jenuh, ya cobalah tulis tentang kejenuhanmu."Â
Saya akhirnya ingat suatu waktu saya ingin menulis puisi, namun saya tidak punya inspirasi, akhirnya saya coba menulis puisi dengan judul: Puisi tanpa inspirasi. Justeru dari situlah gagasan berkembang. Saya sendiri merasa heran, kok bisa begitu jadinya.
Berangkat dari pengalaman itulah, ketika mendengar seorang teman yang mengatakan bahwa ia belum menulis lagi bukan karena ngambek dengan Admin karena artikelnya tidak dipilih, tetapi karena ia sendiri jenuh.
Saya berusaha memotivasinya untuk menulis tentang jenuh. Akan tetapi, sampai hari ini, ia belum juga menulis tentang jenuh. Oleh karena itu, dengan segala keterbatasan saya sebagai pemula, saya coba berbagi bagaimana menulis tentang jenuh saat saya jenuh.
Sebetulnya bukan soal jenuh yang paling penting di sini, karena jenuh itu sendiri lebih karena perasaan yang sangat pribadi dialami oleh seseorang. Yang paling penting adalah bagaimana orang berjuang menulis tentang tantangan yang sedang dihadapinya untuk tidak lagi menulis.Â
Tentu, jenuh adalah salah satu faktornya. Karena itu, pada tulisan ini, saya coba fokus menulis tentang jenuh pada saat jenuh. Sejujurnya, jenuh pernah saya alami dan sudah berulang kali saya alami. Namun, baru kali ini saya coba menulis tentang jenuh.
Supaya tidak rancu memahami apa itu jenuh, maka saya menggunakan referensi standar kbbi.web.id/jenuh. Di situ tertulis ada empat arti: 1. Jenuh berarti jemu; bosan: mereka sudah bosan dengan pekerjaan yang selalu sama sepanjang tahun. 2. Arti kedua lebih ke ilmu biologi: jenuh berarti padat udara (tentang senyawa yang terdiri atas karbon dan hidrogen (Hidrokarbon). 3. Jenuh berarti kenyang; puas sekali (sehingga menjadi bosan). Saya sudah jenuh dengan makanan seperti itu. 4. Jenuh berarti penuh (sehingga tidak mampu memuat tambahan lagi.Â
Dari keempat definisi di atas, saya tertarik dengan jenuh dalam arti pertama sebagai rasa bosan dengan hal yang sama dalam waktu lama. Pertanyaan lebih lanjut bisa diajukan di sini, hal apa saja yang membuat bosan atau jenuh?
Oleh karena saya menulis tentang jenuh, maka saya tidak bisa hanya membahas rasa jenuh yang saya alami, tetapi ada juga saya bisa mengangkat kemungkinan-kemungkinan lain yang dialami oleh orang saat ini tentang jenuh.
Dan karena itu, pertanyaan tentang hal apa yang membuat bosan, sebenarnya pertanyaan terbuka yang bisa membuka kemungkinan jawaban yang beragam. Misalnya, saya bosan karena terpaksa di rumah terus, atau teman saya katakan bosan karena di tempat kerjanya, ia mendengar kata teguran yang sama-sama saja. Ada juga yang bosan atau jenuh karena mendengar dan membaca berita yang sama-sama saja, seperti setiap hari tentang Covid-19. Dan masih banyak jawaban lainnya.Â
Tentu orang tidak boleh berhenti hanya dengan menjawab pertanyaan mengapa jenuh, tetapi orang perlu juga atau bahkan harus tahu bagaimana ia mengatasi rasa jenuh atau bosannya. Nah pada pertanyaan ini, saya tidak bisa membayangkan orang lain mengatasi rasa jenuh. Karena itu, saya menulis ini dari pengalaman saya tentang cara saya mengatasi rasa jenuh.