Mohon tunggu...
Cummut .
Cummut . Mohon Tunggu... -

Sederhana, Mencintai Cinta

Selanjutnya

Tutup

Puisi

3 Masa 2 Insan 1 Cinta

20 Agustus 2010   06:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:52 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_232747" align="aligncenter" width="280" caption="mobile9.com"][/caption]

1310

Kita terlahir Sebagai pemeluk Hindu

Bunga berwarna jingga menghiasi sanggulmu membuatku makin terpikat akan kecantikanmu Putri...

Ah mana mungkin Sang Prabu, Ayahmu itu mengijinkan Aku mempersuntingmu, Kau adalah anak Raja, sedang aku hanya seorang Abdi Dalem, biarlah Aku tetap mengabdi saja pada kerajaan ini.

“Tidak, biar Aku yang mengatakan pada Romo tentang jalinan kasih kita, ku harap Romo mengerti dan merestui hubungan kita”

Aku hanya mengangguk, mana mungkin Aku membantahmu Putri.

Entah oleh sebab apa, Pamanku melakukan makar mengajak pimpinan pasukan Istana untuk melakukan pemberontakan terhadap Kerajaan.

Yang selanjutnya terjadi adalah perang besar, pasukan Paman kalah telak, prajurit kerajaan jumlahnya sangat banyak membuat pemberontakan pamansia-sia, satu persatu pasukan pemberontak di hukum mati,

Aku tidak ikut memberontak putri, sekalipun pemimpinya adalah Pamanku, tetapi Sang Prabu tidak percaya dan tetap memutuskan Aku bersalah,

Aku dihukum mati sebagai penghianat, tetapi cintaku tidak akan pernah mati Putri...

Sang putri kecewa, dengan hati remuk redam, melakukan bunuh diri.

1965

Kita Terlahir Sebagai Pemeluk Nasrani

Gaun sutra berwarna jingga membalut tubuhmu membuatku makin terpesona akan kecantikanmu Putri...

Ah mana mungkin Pejabat TNI, Ayahmu itu mengijinkan Aku menikahimu, Kau adalah anak Pejabat TNI sedang Aku hanya rakyat biasa sekalipun pamanku seorang Bupati tetapi biarlah aku mengagumimu saja,

“Aku akan memberi pengertian pada Papa tentang hubungan kita, semoga Papa menyetujui”

Aku tidak mengerti , Pamanku yang ikut dalam sebuah gerakan aliran komunis

Yang selanjutnya terjadi adalah huru hara pertikaian, semua antek-antek komunis di hukum mati,

Aku tidak ikut Aliran itu putri, sekalipun pamanku ikut memimpinnya, tetapi mereka tidak percaya dan tetap memutuskan Aku bersalah,

Aku dihukum mati sebagai penghianat, tetapi cintaku tidak akan pernah mati Putri...

Sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam.

2008

Kita Terlahir Sebagai Pemeluk Islam

Cadar jingga menutupi wajahmu membuatku semakin berdebar tiap kali berpapasan denganmu...

Ah mana mungkin Ayahmu seorang Kiai mengijinkan Aku meng-Khitbah mu, sedang aku hanya santri biasa,

Aku tidak mengerti apa itu teroris, Pamanku ikut terlibat dalam sebuah aliran garis keras

Yang selanjutnya terjadi adalah bom di banyak tempat,

Aku tidak ikut Aliran itu putri, sekalipun pamanku terlibat, tetapi mereka tidak percaya dan tetap memutuskan Aku bersalah

Untuk kesekian kalinya Aku dihukum mati , tetapi cintaku tidak akan pernah mati Putri...

Sang putri kecewa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun