Mohon tunggu...
Innocento Dyah
Innocento Dyah Mohon Tunggu... Guru - Guru PPKn

Manusia yang suka menulis dan tergabung dalam komunitas kepenulisan Akademi Menulis Jepara. Salah satu penulis kumpulan cerpen 14x2 Mata Pancing

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nasionalisme dalam Cerita Pewayangan Kumbakarna

17 November 2022   04:35 Diperbarui: 17 November 2022   04:50 5818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belajar tentang karakter nasionalisme dapat dilakukan dari mana saja. Salah satunya melalui cerita pewayangan yang menjadi tradisi tutur masyarakat lokal. Cerita pewayangan menyimpan banyak sekali pembelajaran tentang nilai dan karakter yang digambarkan pada tokoh cerita. Salah satunya adalah cerita pewayangan Kumbakarna Gugur yang menyimpan pembelajaran tentang moralitas, nasionalisme, dan jiwa ksatria.

Kumbakarna digambarkan sebagai sosok raksasa menyeramkan dalam cerita pewayangan. Kumbakarna adalah anak kedua dari empat bersaudara, putra dari Begawan Wisrawa dan Dewi Kaekasi dari Negara Alengka. Dalam cerita Ramayana, Kumbakarna diceritakan sebagai sosok yang memiliki moralitas dan jiwa nasionalisme.

Kumbakarna adalah salah satu tokoh dalam cerita Ramayana yang mengisahkan perjalanan cinta Prabu Rama dan Dewi Sinta. Dewi Sinta diuji kesetiaannya ketika diculik oleh Rahwana dan dibawa ke Alengka. Tindakan Rahwana inilah yang menyulut kemarahan Rama.Dengan bantuan Raja Winara, Sugriwa, Rama menggempur Negara Alengka.

Dari sinilah, cerita pewayangan Kumbakarna Gugur dimulai. Untuk melawan pasukan Rama, Rahwana memerintahkan pasukannya untuk membangunkan Kumbakarna yang sedang tertidur di Gunung Gohkarno. Kumbakarno mendadak bangun setelah dicabut bulu kakinya. Diajaklah Kumbakarna untuk pulang ke Alengka.

Sesampainya di Alengka, Kumbakarno disuguhi dengan berbagai macam makanan kesukaannya. Di sinilah Kumbakarna dibujuk untuk maju berperang melawan pasukan Rama yang telah menggempur Alengka. Namun, setelah mendengar sebab mengapa Rama menyerang Alengka, Kumbakarna urung maju ke medan perang. Ia menasihati kakaknya, Rahwana untuk mengehentikan perang dengan mengembalikan Dewi Sinta kepada Rama.

Rahwana yang mendengan nasihat Kumbakarna menjadi murka. Rahwana memekik kepada Kumbakarna untuk segera maju ke medan perang untuk membalaskan dendam kakaknya dan kematian para ksatria Negeri Alengka. Kumbakarna yang merasa tersinggung memuntahkan seluruh makanan sajian yang telah dimakannya.

Meskipun sempat urung untuk maju berperang melawan pasukan Prabu Rama dan memilih mengembalikan Dewi Sinta ke asalnya, Kumbakarna tetap maju berperang. Kumbakarna maju ke medan perang bukan untuk membela kakaknya, tetapi ia melangkah ke medan perang sebagai ksatria yang mencintai tanah airnya. Sebagai ksatria yang membela dan mempertahankan tanah airnya, Alengka. Namun, pada akhirnya, Kumbakarna tetap Gugur di medan perang saat mempertahankan Alengka.

Berdasarkan cerita tersebut, Kumbakarno terpotret dengan jelas moralitasnya, ia yang tahu muasal Alengka diserang karena kesalahan kakaknya, Rahwana, lebih memilih untuk mengakhiri perang dalam kedamaian. Kumbakarna menasihati kakanya untuk mengembalikan Dewi Sinta kepada Prabu Rama yang telah diculik dan dibawa ke Alengka. 

Namun, pada akhirnya Kumbakarna tetap melangkah ke medan perang. Ia maju ke medan perang bukan karena kecintaannya yang buta terhadap pemimpin Alengka, Rahwana. Tetapi, ia maju ke medan perang sebagai seorang ksatria yang membela dan mempertahankan negaranya. Kumbakarna yang berwatak ksatria yang mencintai negaranya rela mengorbankan nyawanya untuk tanah airnya, bukan dalam balutan cinta buta kepada pemimpin negaranya.

Banyak sekali cerita pewayangan seperti cerita Kumbakarna Gugur seperti di atas yang dapat digunakan oleh generasi muda sebagai sumber belajar. Selain dapat dijadikan sumber belajar, cerita pewayangan dapat digunakan untuk membentuk karakter ksatria dan nasionalisme siswa dalam kegiatan pembelajaran. Membaca kisah-kisah pewayangan juga dapat membuat siswa untuk melestarikan budaya nasional. Jadi, tidak ada salahnya apabila Guru

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun