Mohon tunggu...
Inneka Elok
Inneka Elok Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan

For Better life

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Generasi Bebas Stunting

31 Oktober 2022   14:18 Diperbarui: 31 Oktober 2022   14:26 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Stunting  merupakan proses gagal tumbuh pada anak balita yang disebabkan oleh kurangnya kecukupan gizi yang berdampak pada tumbuh kembang anak. Biasanya balita yang mengalami stunting akan memiliki tinggi badan lebih kecil dari yang lain. Fenomena stunting pada umumnya terjadi karena pola asuh orang tua yang kurang tepat, gizi anak tidak tercukupi secara maksimal, dan rendahnya sanitasi untuk air bersih.     

Dokpri
Dokpri

Penyuluhan stunting sejatinya terus digalakan di lingkungan masyarakat. Seperti halnya yang dilakukan oleh Mahasiswa KKN UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan yang menggelar penyuluhan stunting di Desa Warureja Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal. Menjadi satu dari sekian program kerja yang dilaksanakan ini menyasar pada ibu hamil dan ibu yang memiliki anak balita.    

Penyuluhan tersebut turut mengundang narasumber yang kompeten dari UPTD Puskesmas Warureja, Nilam Sa'diyah. Mengusung tema 'Generasi Bebas Stunting' yang menerangkan perihal definisi, penyebab, sampai proses terjadinya stunting. 

Penyuluhan berlangsung pada tanggal 30 Oktober 2022 yang bertempat di MDTA Desa Warureja dan berlangsung kondusif.    Nilam menjelaskan bahwa terjadinya stunting dimulai sejak  pre-konsepsi ketika seorang remaja yang menjadi ibu mengalami kekurangan gizi kronik. Selain itu, ditambah ketika seorang ibu tinggal di lingkungan yang sanitasinya kurang baik akan menambah tingkat stunting lebih tinggi.   

  Berdasarkan Riskesdas ditemukan bahwa remaja putri di Indonesia usia 15-19 tahun berisiko kurang energi kronik (KEK) sebesar 46,6%. Ketika hamil, ada Wanita Usia Subur (WUS) 15-49 tahun dengan risiko KEK sebesar 24,2% , dan anemia sebesar 37,1%. (Riskesdas, 2013).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun