Saat ini pandemi Covid-19 semakin hari semakin meningkat. Peningkatan tersebut ditandai dengan adanya penambahan kasus harian masyarakat yang terkontaminasi Covid-19 di rumah sakit daerah. Dengan adanya Covid-19 yang semakin meningkat, hampir seluruh aspek kehidupan mengalami beberapa perubahan yang tidak diinginkan oleh masyarakat, apalagi dalam hal pendidikan. Kondisi masyarakat yang belum siap menerima perubahan akibat pandemi dapat menggoyahkan nilai dan norma sosial yang telah dikembangkan masyarakat selama ini.
Pembelajaran daring sudah dilakukan sejak beberapa bulan yang lalu dengan syarat bahwa instansi yang berada di wilayah zona kuning, oranye ataupun merah tidak boleh melakukan pembelajaran luring (tatap muka) dan tetap melakukan proses pembelajaran di rumah. Alasan pembelajaran luring tidak dilakukan karena sekolah merupakan tempat bagi siswa untuk berkerumun serta tempat berinteraksi beberapa orang sehingga memungkinkan sangat cepat terkena penularan Covid-19.
Kebijakan pembelajaran daring atau online saat ini telah menuai kontroversi di tengah masyarakat. Sebagian besar masyarakat merasa resah dengan adanya pembelajaran online ini karena dinilai memberatkan apalagi mencakup aspek ekonomi yang pada dasarnya ekonomi setiap siswa berbeda. Dalam hal ini, beberapa orang tua banyak yang merasa keberatan, apalagi pada masyarakat yang tingkat ekonominya menengah ke bawah yang memiliki kekurangan fasilitas teknologi seperti gawai atau gadget.
Tidak hanya itu, Â beban kuota yang digunakan saat pembelajaran online juga menjadi tanggungan yang besar karena kuota internet yang dinilai begitu mahal. Apalagi saat krisis ekonomi yang terjadi saat ini sejak adanya pandemi Covid-19 melanda. Maka dari itu saat ini terdapat beberapa kasus kriminal oleh siswa ataupun orang tuanya dengan motif ketidakmampuan membeli gadget ataupun kuota pembelajaran untuk menunjang sistem belajar secara daring. Hal yang sangat ironis bukan? Maka dari itu, pembelajaran daring ini menjadi kontroversi di kalangan masyarakat, bukan malah sebagai alternatif tetapi malah menimbulkan masalah baru.
Pada kenyataannya, sistem pembelajaran daring yang diterapkan lebih menitikberatkan pada penugasan yang diberikan oleh guru. Tidak ada sistem debat atau tanya jawab pada proses pembelajaran karena banyak menguras kuota dan terkadang koneksi sinyal juga menjadi hambatan bagi guru ataupun siswa. Sehingga dalam pembelajaran online hasil belajar menjadi hal yang sangat penting untuk kesuksesan siswa dibandingkan bagaimana proses untuk mendapatkan hasil itu sendiri. Maka dari itu, esensi pembelajaran yang sesungguhnya saat ini kian terkikis.
Dilihat dari beberapa sudut pandang guru (tenaga pendidik), guru juga sulit membedakan mana siswa yang serius maupun tidak serius dalam belajar. Dalam hal ini, tantangan guru sangatlah besar karena guru dituntut agar bisa mendesain media pembelajaran untuk mengantisipasi kebosanan siswa dalam pembelajaran model daring. Dengan hal tersebut, pembelajaran akan tetap berlanjut karena setiap guru pasti akan mencari solusi terbaik bagaimana pembelajaran dapat diterima oleh siswa dan tidak terlalu merugikan semua pihak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H