Pergantian Presiden Indonesia terjadi pada tahun 2014, secara otomatis para mentri juga ikut berganti. Pergantian kementrian ini menyebabkan kurikulum di Indonesia berubah. Kurikulum adalah Suatu sistem yang digunakan untuk mengatur sebuah pendidikan. Indonesia pernah menikmati banyak kurikulum, seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBS) 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, dan yang terakhir yang paling mengandung banyak pro dan kontra yaitu Kurikulum 2013 dan akhir-akhir ini, Kemendikbud menutuskan untuk kembali menggantinya lagi dengan KTSP 2006.
Pertama, sebenarnya Kurikulum 2013 tidak terlalu buruk, akan tetapi kurangnya penerapan di sekolah-sekolah di Indonesia membuat image dari Kurikulum 2013 terkesan buruk. Hanya beberapa sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013. Salah satu alasan Anies Baswedan untuk kembali ke KTSP 2006  adalah kurangnya persiapan dari pemerintahan sebelumnya. Jika kita tinjau dari segi kurangnya persiapan, hal itu terjadi di kurangnya pendistribusian buku yang tidak merata di Indonesia. Sosialisasi mengenai Kurikulum 2013 juga masih sedikit samar, karena tidak semua murid dan guru mengerti aturan-aturan yang berlaku dalam Kurikulum 2013. Jika benar Kurikulum 2013 akan dihapus maka Indonesia telah membuang miliaran uang untuk biaya pencetakan buku maupun biaya pendistribusian. Hal itu akan sangat merugikan Indonesia, dan kita tau sendiri bahwa Indonesia bukan negara yang kaya jadi sangat disayangkan kalau uang miliaran itu terbuang sia-sia. Jika kita melihat dari sisi positifnya, jika benar Kurikulum 2013 diganti dengan KTSP 2006 itu akan menyelamatkan uang negara yang akan dikeluarkan untuk pencetakan buku yang akan didistribusikan ke seluruh daerah Indonesia. Hal ini dikarenakan akan ada banyak kemungkinan, salah satunya jika Kurikulum 2013 tidak diganti, banyak uang yang dikeluarkan untuk buku, tetapi hasil dari penerapan Kurikulum 2013 tidak berhasil karena banyak faktor, hal itu jauh akan membuat sia-sia uang yang telah dikeluarkan untuk pencetakan dan pendistribusian buku Kurikulum 2013, lebih baik di cegah dari awal supaya bisa menghemat anggaran Indonesia. Mencegah lebih baik dari pada mengobati.
Kedua, Kurikulum 2013 identik dengan merepotkan banyak pihak yaitu murid dan guru. Saya sebagai murid merasa keberatan karena murid dituntut untuk belajar sendiri dan guru hanya sebagai pendamping di kelas. Siswa dituntut untuk mencari bahan pelajar sendiri dan mengerti tentang pelajaran secara diskusi dengan teman. Hal itu tidak efektif karena bagaimana bisa murid mengerti tentang pelajaran yang belum pernah didapatkan sebelumnya. Pada situasi ini guru sangat diperlukan oleh sebab itu sistem pembelajaran yang seperti itu dikatakan kurang efektif. Guru juga merasa diberatkan karena guru harus menilai satu demi satu siswa setiap mengajar di kelas, hal itu tidak semua guru memiliki ingatan yang baik untuk mengingat nama siswanya, banyak guru yang tidak bisa menginggat nama muridnya maka ketika mereka menilai muridnya itu akan lebih mengarah ke asal-asalan. Hal itu tidak adil untuk siswa yang benar-benar aktiv dalam pembelajarannya karena kesamarataan penilaian guru terhadap semua muridnya.
Ketiga, Dalam peraturan Kurikulum 2013, siswa di anjurkan untuk moving class, hal itu tidak efektif. Hal itu dikarenakan banyak siswa yang memanfaatkan waktu untuk berjalan ke kelas selanjutnya untuk melakukan hal lain, hal itu akan berdampak pada keterlambatan siswa untuk masuk kelas, contohnya siswa yang sengaja mengulur waktu untuk masuk kelas dengan cara memperlambat jalan mereka.
Jadi menurut saya, keputusan pemerintah untuk mengganti Kurikulum 2013 dengan KTSP 2006 adalah hal yang tepat, akan tetapi akan lebih tepat lagi jika pemerintah memikirkan kembali dan meninjau ulang keputusan yang akan di ambil untuk langkah selanjutnya karena mencegah itu lebih baik dari pada mengobati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H