Mohon tunggu...
Rinnelya Agustien
Rinnelya Agustien Mohon Tunggu... Perawat - Pengelola TBM Pena dan Buku

seseorang yang ingin menjadi manfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebuah Rangkuman dari Bedah Buku "Gurunya Manusia" di Uniba, Balikpapan

29 September 2016   10:56 Diperbarui: 29 September 2016   11:23 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini merupakan rangkuman saya saat mengikuti bedah buku "Gurunya Manusia" oleh pak Munif Chatib. Acara diselenggarakan hari rabu 14 september 2016 lalu di ruang serbaguna Uniba. acara ini dihadiri oleh mahasiswa FKIP, dosen, bunda PAUD dan ibu rumah tangga. 

Rangkuman saya ini hanyalah berupa quote quote dari pak munif selama bedah bukunya kemarin. khawatir hilang, makanya saya tulis disini. untuk menjadi pengingat saya nanti ketika menjadi ibu. 

Menjadi guru adalah melanjutkan tugas nabi untuk menyampaikan kebaikan. Itulah kalimat pembuka yang disampaikan Pak Munif yang membuat saya tambah yakin bahwa saya tidak salah meluangkan waktu untuk hadir di acara bedah buku "Gurunya Manusia". Sejak saya kuliah, saya sudah lama mengamati, membolak balik dan membaca sekilas buku bukunya Pak Munif. Ada keinginan untuk beli, tapi akhirnya tidak pernah sama sekali karena kalah bersaing dengan buku buku kuliah saya yang mahal. Namanya juga jodoh ya, akhirnya saya malahan ketemu langsung dengan penulisnya. 

Prolog yang tepat sekali pak Munif ujar saya dalam hati. Kenapa ? karena beliau mengawali acara ini dengan menceritakan sebuah dongeng mengenai sekolah hutan, lengkap dengan gambar yang ditampilkan melalui  LCD beserta alunan musik. Saya jadi teringat guru sejarah SMA saya, yang berhasil membuat saya kecanduan dengan sejarah. Beliau mengenalkan sejarah tidak dengan buku buku sejarah yang baunya bikin bersin dan tebalnya seperti bantal orang jepang. Beliau menyampaikan dengan cara bercerita, lengkap dengan gambar yang dicorat coret di papan tulis. Hapalan dan analisis beliau mengenai sejarah Indonesia akurat sekali. Saya ingat ketika ujian sejarah, saya tidak pernah belajar malam harinya. Saya tinggal merecall kembali memory saya ketika beliau mengajar, hasilnya saya mendapat nilai bagus di pelajaran sejarah. 

Pak Munif melakukan hal yang sama untuk memperkenalkan isi bukunya ke saya. Yaitu dengan mendongeng. Beliau menceritakan mengenai sekolah hutan. Alkisah di hutan ada sekolah yang mau dibangun, sekolah tersebut sedang dalam masa penerimaan siswa baru. Anak anak binatang di hutan menyambut riang akan kehadiran sekolah tersebut. mereka berbondong bondong mendaftar ke sekolah hutan. 

sekolah hutan memiliki kurikulum dan target capaian siswa, yakni memanjat, terbang, berlari, berenang dan menggali. tentu saja yang diinginkan setelah keluar dari sekolah hutan, siswanya mampu dan handal di bidang itu semua.

hari pertama pendaftaran datanglah anak kelinci, yang pintar sekali berlari. namun sekolah hutan tidak percaya begitu saja, sehingga anak kelinci pun diuji kemampuan larinya. sekolah hutan memang begitu, pantang percaya dengan kemampuan siswanya, nilai ujian itulah yang menjadi patokan. anak kelinci diterima di sekolah hutan dan dia pun bersekolah. selama sekolah anak kelinci diharuskan untuk ikut semua pelajaran yakni memanjat, terbang, berlari, berenang dan menggali. 

tibalah pelajaran berenang, anak kelinci yang nyaris sama sekali tidak mengenal kolam dalam hidupnya, akhirnya malah kelelep di kolam tersebut. anak kelinci pun menangis sedih, gurunya bertanya kenapa anak kelinci menangis ? anak kelinci menjawab saya menangis bukan karenan gagal berenang, tapi saya menangis kemampuan saya berlari lama lama menghilang.

datang lagi anak elang, yang pintar sekali terbang. bahkan mampu menukik tajam menangkap mangsanya. meski demikian sekolah hutan tetap menguji kemampuannya. semua yang masuk ke sekolah hutan harus diuji dulu. begitu ketentuannya. anak elang pun diterima bersekolah di sekolah hutan. 

anak elang seperti halnya anak kelinci juga harus mengikuti semua pelajaran di sekolah hutan. tibalah saat nya pelajaran menggali tanah, alhasil anak elang tidak bisa menggali sama sekali, yang ada dia malah terjatuh. anak elang sedih dan berkata aku sedih bukan karena aku tidak mampu menggali tapi karena kemampuan terbangku perlahan menghilang.

begitu juga dengan anak bebek yang hanya mampu berenang dan anak tupai yang hanya mampun memanjat. tiap anak ternyata berbeda begitulah pesan yang ingin disampaikan pak munif melalui dongeng sekolah hutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun