Contoh luar biasa dan heroik adalah para pejuang kemerdekaan kita. Mereka melakukannya bukan karena imbalan gelar pahlawan nasional, ataupun uang pensiun, mereka secara sukarela berjuang merebut kemerdekaan.
Menjadi sukarelawan memiliki pola pikir paradoks. Jikalau "manusia biasa" sibuk menyenangkan hatinya ketika dirundung duka, mereka yang dikaruniai sifat altruistik malahan sibuk mencari cara untuk menolong orang lain sebagai solusi mengobati dukanya.Â
Alih-alih menolong orang lain mereka sebenarnya  menolong dirinya sendiri. Sukarelawan justru mendapatkan rasa bahagia ketika membantu orang. Bukan perasaan lelah dan kesal.Â
Hal ini karena berbuat baik memicu hormon endorphin yang sifatnya menimbulkan rasa bahagia. Hormon ini sejatinya sudah ada dalam diri manusia, tinggal sesering apa manusia memantiknya. Kebahagiaan dan menolong orang lain layaknya lingkaran yang saling berhubungan.
Sesuatu hal yang dirasakan setelah melakukan kegiatan sukarelawan adalah perasaan berharga. Berdasarkan teori kebutuhan Maslow, kebutuhan harga diri adalah bagian dari kebutuhan dasar manusia.Â
Mendapatkan kepercayaan dari orang lain, mendapatkan pujian dan apresiasi, atau bentuk penghargaan lainnya adalah penting untuk membangun rasa percaya diri sebagai manusia. Tentu hal ini berbeda dengan sikap sombong dan narsistik.
Dengan menolong orang lain, setidaknya kita bisa mengatakan pada diri sendiri bahwa kehadiran saya sebagai manusia dapat menjadi manfaat untuk orang lain.Â
Uniknya dengan menjadi sukarelawan, hal hal yang dianggap sebagai kekurangan justru menjadi kelebihan untuk dibagikan. Sekelompok pemuda yang memiliki disabilitas pendengaran di Balikpapan mensosialisasikan bahasa isyarat.Â
Mereka meluangkan waktunya untuk menjadi pengajar bahasa isyarat bagi kelompok disabilitas di Samboja. Sering kali yang kita anggap kurang justru menjadi istimewa ketika dibagikan ke orang lain. Menolong orang adalah bentuk syukur kepada Tuhan YME dengan menerima apapun bentuk anugrahNya.
Seorang sukarelawan yang mendonorkan ginjalnya kepada orang yang sama sekali tidak memiliki hubungan keluarga menjawab alasan kenapa dia rela mendonorkan ginjalnya.Â
Dia menjawab dengan rendah hati bahwa apa yang ia lakukan tidak ada yang istimewa, apa yang ia lakukan bisa saja dilakukan oleh orang lain. Dia menegaskan bahwa dia bukanlah orang luar biasa hanya karena dia mendonorkan ginjalnya.Â