Mohon tunggu...
Inka Aroemi
Inka Aroemi Mohon Tunggu... lainnya -

Awal menulis hanya untuk mengisi waktu luang. Kini malah ketagihan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kepekaan Rasa, Disapa Dicubit Atau Dipukul

30 Juli 2011   05:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:15 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1312004730357337281

Rasa sungkan, atau kepekaan  perasaan  manusia sebenarnya sangat tajam terhadap lingkungan sekitar. Apalagi orang yang di lahirkan menyandang adat ketimuran.  Dari mulai ia di lahirkan hingga ia beranjak dewasa, tata krama, sopan santun selalu di junjung tinggi.  Rasa tidak enak, tidak tega, belas kasihan selalu mengikat erat di hati nurani. Walaupun tidak semuanya sama, namun setiap insan manusia memiliki hal tersebut. Kepekaan perasaan ini sebenarnya dapat di golong-golongkan pada kriteria tertentu. Namun semua bila di jabarkan secara luas hampir memiliki makna yang sama. Tinggal kita di mana, menempatkannya, tepat sasaran atau tidak, dan dengan siapa kita kita menyampaikannya. Kali ini saya memberi  contoh  pada perihal hutang piutang. Hutang piutang melibatkan dua pihak, antara pihak pemberi hutang dan si penerima hutang dalam hal ini misal seperti uang atau barang.  Bila kita telaah lebih dalam, kepekaan manusia sebenarnya bisa di bagi 3 macam. Anda semua bisa mengkaji beberapa uraian berikut ;

  • Kita punya hutang kepada seseorang, suatu saat  si pemberi hutang datang bertamu ke rumah kita. Masih di depan pintu ia mengaturkan salam, tentu perasaan kita sudah dag dig dug, dan kita pun sudah merasa bahwa ia datang kerumah kita untuk menagih hutang. Padahal realitanya, belum tentu orang tersebut mengutarakan maksud dan tujuannya berkunjung kerumah kita untuk menagih hutang, bisa saja ia ada keperluan lain. Namun kita sendiri yang sudah terbebani perasaan yang tidak enak kepadanya. Inilah salah satu contoh orang yang paling peka terhadap reaksi sekitar.
  • Kedua, si penagih hutang datang bertamu. Namun kita santai saja menanggapinya seakan-akan tidak ada sesuatu budi yang harus di balas. Baru kemudian si penagih mengatakan maksud dan tujuannya bertamu kerumah kita kalau mau meminta kembali uang atau barangnya yang kita pinjam, baru kita merasa dan memberikan alasan-alasan terkait masalah ini bila kita belum sanggup untuk mengembalikannya.
  • Yang ketiga, si penagih hutang sudah datang kerumah kita untuk meminta kembali haknya, sementara kita masih saja sok cuek, tetap santai-santai seakan-akan tidak ada apa-apa. Dan mungkin si penagih karena kesalnya ia melakukan tidak kekerasan terhadap diri kita, di pukul, di tonjok, dan barulah kita mulai merasa. Ini salah satu contoh orang yang paling besar sisi negatifnya, dan mungkin cenderung banyak yang tidak suka akan tidak-tanduknya. Mudah-mudahan kita bukan termasuk golongan yang ketiga.

Dari beberapa point di atas, bisa anda  gunakan untuk  menganalisa diri kita  masing-masing. Anda termasuk golongan yang mana ? sangat peka,  normal-normal saja, atau golongan yang paling parah yaitu yang ketiga. Semoga ini bisa menjadi kajian kita bersama, dimana harus menempatkan diri sebagai manusia yang berprilaku paling tidak bisa di katakan baik. Walaupun manusia bukan dewa, setidaknya terus berusaha dan belajar untuk menjadi lebih baik, tentu itu semua akan berdampak positif buat diri kita masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun