Selalu ada halangan. Itulah hidup. Kadang datang tak terduga tanpa persiapan dan rencana cadangan. Lantas? Tetaplah berjalan, meski hanya bersandar pada keteguhan hati.
Setelah sekian lama absen, sore itu entah kenapa langkah kami diarahkan menuju ke Katedral. Mungkin Tuhan punya cara tersendiri untuk membuat saya bersentuhan dengan sebuah renungan yang sampai sekarang masih terus terngiang.
Begini khotbah sore itu. Dengan gaya kocak, Romo memperlihatkan selembar uang seratus ribu dan bertanya apakah ada yang menginginkan uang itu? Tentu saja semua menjawab mau.
Lantas dia meremas-remas uang itu, membuang ke lantai, menginjak dengan sepatunya. “Masih ada yang mau?” Dengan senyum dikulum, sebagian besar menjawab mau. Sejelek apapun selembar uang tetap saja menjadi rebutan karena masih memiliki nilai yang memberi keuntungan bagi pemiliknya.
Tapi, tak ada yang berani menjawab saat pertanyaannya diubah subyeknya, “Bagaimana jika uang ini saya ganti dengan kita, manusia? Maukah kita tetap menerimanya?”
Hari-hari ini ada seorang manusia yang nilainya begitu tinggi sehingga ketidakhadirannya bukan saja memuramkan sekelompok orang, tapi seluruh negara dan seisi dunia! Berlebihan? Piala Dunia 2014 identik dengan Neymar. Golden boy, poster boy, tournament prince, football primadona, dan masih banyak gelar lainnya tersemat dalam diri anak muda yang baru menginjak awal umur 20-an ini.
“He is our benchmark,” kata Felipe Scolari saat Neymar divonis cedera sampai pesta berakhir. “Dia panutan kami, selalu memberikan perbedaan. Kami kehilangan pemain yang tidak kami harapkan,” tambah Willian.
Jangan tanyakan reaksi dunia yang otomatis di-blow up besar-besaran. Mulai dari Presiden Brazil, legenda Pele, tokoh-tokoh sepakbola dunia dan jutaan masyarakat Brazil mengirim simpati. Layaknya dunia tengah kehilangan seorang tokoh dunia. Bahkan jauh lebih menggema ketimbang kematian legenda yang sesungguhnya, Alfredo di Stefano.
Itulah value Neymar.
Baru genap 22 tahun, Neymar sudah memiliki 54 caps dengan 35 gol – urutan keenam top scorer Brazil sepanjang masa. Selalu tampil dalam 2 tahun terakhir di 38 pertandingan Selecao, terakhir kali Tim Samba menang tanpa bantuan Neymar pada 31 Mei 2012 saat menekuk Denmark 3-1.
Di Piala Dunia 2014, Big Phil hanya punya dua instruksi untuk seluruh tim: pertama, cari Neymar, beri dia bola, biarkan dia menyelesaikan tugas. Kedua, jika gagal, ulangi lagi. Strategi yang berbuah 4 gol + 2 assist atas nama pemain yang diprediksi bisa mengakhiri kejuaraan sebagai superstar itu.
Dan, tepat di saat Neymar melambai pedih dengan terisak diusung masuk ke dalam helikopter, saat itulah Brazil berhenti bermain sepakbola. Lihat, sedikit sekali ulasan teknis yang memprediksi bagaimana sang favorit juara bakal menggilas Tim Panzer Jerman.
Kalaupun ada, hanya sekilas. Misalnya Willian yang digadang-gadang mengambil peran Amarillo menggantikan Pele yang cedera dan membawa pulang Piala Dunia Cile 1962 berkat 2 gol ke gawang Spanyol dan 1 gol di partai final melawan Cekoslovakia. Atau mengganti Fred dengan Hulk, menggeser Oscar ke tengah, memainkan skema 4-3-3 tanpa Fred, juga opsi memainkan Jo.
Sadar atau tidak, bukan kaki dan kepala lagi yang sungguh disiapkan untuk partai hidup-mati ini. Tapi, hati! Menggali ke dalam benak masing-masing pemain untuk mengeluarkan keteguhan hati sekeras mungkin. Menutupi kekurangan teknis dengan luapan mental baja.
“Jika Jerman mengira akan berhadapan dengan sebuah tim yang lemah, tak bersemangat, tanpa harapan karena kehilangan seorang pemain, bahkan yang bernama Neymar sekalipun, Jerman salah besar meremehkan kemampuan Brazil. Brazil tidak akan, sekali lagi saya ulangi tidak akan pernah, bergantung pada seorang pemain!” kata Zico menyemangati yunior-yuniornya.
“Kami sangat menderita dengan absennya Neymar dan Thiago Silva. Tapi inilah saatnya untuk menunjukkan kebanggaan dan karakter kami. Seluruh rakyat di belakang kami menghadapi the games of our lives. Kami akan mempersembahkan trofi Piala Dunia untuk Neymar,” kata David Luiz yang akan menjadi kapten tim seakan membakar mental juara rekan-rekannya.
Sesungguhnya cedera Neymar memunculkan situasi baru. Petaka tak terduga dan tanpa back up plan itu tanpa sengaja justru mengangkat beban seluruh tim – yang sampai membutuhkan psikolog untuk mengatasi kecenderungan para pemain yang mudah menangis di moment-moment krusial.
Jika dulu 200 juta rakyat Brazil menuntut gelar juara sebagai pembuktian sebagai tim favorit yang tak boleh kalah, kini mereka semua berbalik mendukung Selecao mempertahankan harga diri dan kebanggaan serta melawan pandangan meremehkan dari lawan sebagai underdog. Mungkin ini akan memberi jawaban terhadap kritik Neymar-dependensia di 5 pertandingan sebelumnya.
Video conference yang penuh air mata Neymar saat berbicara kepada seluruh tim, treatment terhadap sang bintang yang memenuhi berita dan bahkan isu sensasional Si Nomor 10 akan memaksakan diri berlaga di final dalam seluruh kesakitannya menjadi dramatisasi untuk mengangkat moral tim. Salah satu cara yang harus dilakukan untuk mengurangi tekanan dan beban teknis.
Keterampilan kaki dan kepala Brazil sedang diistirahatkan untuk memberi tempat kepada keliaran hati mereka menunjukkan keajaiban di babak semifinal – dan semoga juga final.
Dan, awas, One lion heart kadang bisa lebih berbahaya ketimbang eleven golden boots.
Itulah Neymar. Ibarat uang seratus ribu kumal, tetap saja menjadi pusat perhatian. Tapi, berapa banyak kita yang punya value sebesar Neymar? Apakah kita akan mendapat pembelaan yang sama jika hanya bernilai seperak atau bahkan sama sekali tak punya keistimewaan apa-apa?
Pertanyaan yang tetap tak bisa saya jawab sampai detik ini... terlalu sering kita menilai seseorang dari penampilan fisik, apa yang dilakukan dan dipunyai, kepopuleran dan status sosialnya.. bukan memperlakukan semua sama sebagai manusia bernilai dengan hati tulus tanpa pamrih apapun...
Bagaimana jika uang lusuh yang hanya senilai satu perak itu kita?
[Relung Renung Mediterania, 8 Juli 2014, mempertanyakan ukuran value seorang manusia...]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H