Mohon tunggu...
Angryanto Rachdyatmaka
Angryanto Rachdyatmaka Mohon Tunggu... profesional -

Follow @angrydebritto. Blog yang berusaha belajar hidup dari lapangan hijau. Bukan melulu soal pemain bintang dan tim besar, tapi juga inspirasi yang - jika digali - penuh dengan filosofi hidup dan kehidupan...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Mempermainkan Air Mata Brazil-Belanda

13 Juli 2014   07:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:30 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://mjblast.com/wp-content/uploads/2014/07/Brazil-vs-Netherlands-3rd-Place-FIFA-World-Cup-2014.jpg

[Tidak semua kita beruntung menjalani pilihan yang sesuai dengan keinginan kita. Kadang, ada banyak yang harus kita lakukan demi memenuhi ambisi pihak lain. Harus!]

by angryanto rachdyatmaka / follow @angrydebritto

Baru saja saya pulang dari Bekasi, bercengkerama dengan keluarga kakak saya. Adit, keponakan saya yang masih berseragam putih-biru, bercerita tentang bagaimana dia menjadi “orang aneh”.

“Semua anak di sekolah ikut les atau pelajaran tambahan Om.., hanya aku yang enggak,” celotehnya. “Bapak memang ngebolehin aku ikut les seperti les gitar dan renang, tapi melarang ikut les yang berhubungand engan pelajaran sekolah. Dulu aku protes sama Bapak, tapi sekarang malah teman-teman yang protes ke Papa-Mama-nya kenapa nggak seperti Bapak-Ibu nya Adit hehehe...”

Mungkin yang “aneh” adalah kakak saya. Dia sengaja melarang anak-anaknya ikut pelajaran tambahan apa pun di luar jam sekolah. Baginya, sekolah saja cukup. Selebihnya adalah waktu untuk bermain, bersosialisasi, menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman-temannya.

Aneh karena banyak cerita lain yang saya dengar orangtua memberi banyak les dan pelajaran tambahan untuk anak-anaknya. Menghabiskan nyaris seluruh waktu mereka untuk mengejar ketinggalan, mencapai nilai tertinggi dan menambah nilai tambah untuk bekal masa depan. Alpa menanyakan dulu apakah sang anak sungguh merasa perlu ikut les atau tidak...

Apakah mereka melakukannya dengan suka rela? Tanpa sadar diminta meninggalkan warna-warni dunia kanak-kanak demi mengejar keseriusan impian orang-orang dewasa? Andai boleh memilih, mungkin mereka akan menjawab dengan wajah penuh pinta, “Pa, Ma, kapan adek boleh main?”

Kalau boleh memilih, baik Luiz Felipe Scolari maupun Louis van Gaal pasti akan menyuruh seluruh pemainnya segera check out dari hotel, mengurung diri sepuasnya meratapi tsunami kegagalan yang baru saja menghanyutkan mereka ke ujung kepedihan, dan melupakan tetek-bengek latihan dan pertandingan sepakbola!

“Dalam sebuah turnamen sepakbola, tidak seharusnya para pemain bertanding untuk memperebutkan gelar juara ketiga! Hanya ada satu penghargaan yang akan diperhitungkan, yaitu sang juara! Pertandingan ini tidak seharusnya dimainkan. Hal ini sudah saya tegaskan berkali-kali sejak 10 tahun yang lalu. Ini sungguh tidak adil,” kata Louis van Gaal berapi-api.

Ya, tidak adil memaksa Robin van Persie dkk menghapus air mata yang masih menggenang usai kalah dari Argentina dengan cara yang sangat menyesakkan. “Saya lebih memilih kalah dengan skor besar seperti yang dialami Brazil daripada tersingkir karena tidak beruntung seperti ini,” ucap Van Gaal yang menganggap adu penalti bukan kekalahan, melainkan kesialan belaka.

Tidak pada tempatnya meminta Arjen Robben cs tetap menampilkan permainannya yang banyak menuai pujian sebelumnya dengan nyaris setengah nyawa sudah melayang entah ke mana. Gelar juara ketiga hanya akan menjadi catatan sejarah dan masuk buku rekor tanpa makna sama sekali.

Tapi, FIFA sudah memutuskan jauh-jauh hari pertandingan loser vs loser harus tetap dijalankan. Mandatory match yang terlanjur dijadwalkan, terjual tiketnya, dan menjadi bagian dari paket sponsorship yang mustahil dianulir. Meniadakannya sama saja dengan mencoreng jelaga hitam pada reputasi hebat sebagai penyelenggara event terakbar di seluruh kolong jagat.

Layaknya sebuah kewajiban, maka harus dilaksanakan dan terancam terkena sanksi berat jika dilanggar. Jika Argentina yang “hanya” absen mengirim pemain dalam konferensi pers harian yang saja dikenai denda tinggi, bisa dibayangkan apa hukuman untuk sebuah tim yang secara sengaja memutuskan WO.

Bukan sebuah pilihan bijak...

Meski, terdengar sangat dipaksakan saat Scolari mengatakan sejarah tetap akan mencatat inilah kali pertama Brazil lolos ke semifinal sejak 2002 dan kesempatan besar para pemain untuk melanjutkan hidupnya. Atau Van Gaal yang mencari pembenaran timnya punya kesempatan mengukir sejarah pulang tanpa terkalahkan – karena adu penalti tidak masuk kategori kalah. Lebih baik dari Piala Dunia 1974, 1978, 2010 yang meskipun masuk final tapi tetap saja pulang dengan kekalahan.

Agar tetap menarik untuk dibahas dan juga ditonton, Brazil ditulis punya kesempatan untuk membalas kekalahan memalukan 1-7 dari Jerman dengan tampil heroik mempertahankan harga diri dan kebanggaan tuan rumah dengan menaklukkan Belanda. Mana mungkin kekalahan yang meremukkan seluruh sendi itu terobati hanya dengan gelar juara ketiga?

Van Gaal mengaku sulit menemukan motivasi dan semangat untuk memacu para pemain berada dalam kegairahan yang sama, “Mimpi itu sudah kandas dan mustahil kembali. Saya melanggar prinsip dengan tidak mengumumkan line-up pagi sebelum kick-off. Saya harus melihat dulu latihan terakhir mereka dan memutuskan seberapa jauh mereka punya kesiapan untuk bermain.”

Tak banyak media yang mengulas soal taktik ekdua tim menjelang partai besar itu. Hampir tidak ada yang menurunkan perkiraan formasi karena hampir bisa dipastikan akan terjadi perombakan besar-besaran dalam tubuh kedua tim – terutama untuk memberi kesempatan pada pemain yang belum pernah merasakan nikmatnya bermain di turnamen semegah Piala Dunia.

Ini tak lebih dari sekadar partai persahabatan, bahkan semacam latih tanding bersama antara Brazil dan Belanda. Hanya bisa berharap masih ada pemain yang mau tampil gila-gilaan untuk mendapatkan perhatian atau menaikkan nilai jual menghadapi musim baru. Atau pemain debutan yang terbius atmosfer Brazil 2014 sehingga tetap tampil luar biasa dan memukau.

Tanpa perebutan tempat ketiga pun sebenarnya Piala Dunia 2014 akan tetap menarik, penuh greget dan justru tidak berakhir antiklimaks untuk dua tim yang bertanding. Sama seperti Adit, keponakan saya, yang tetap baik-baik saja tanpa ikut les atau mengambil pelajaran tambahan.

Nilainya tidak tertinggal, meski tidak juara kelas, tetapi mendapat bonus kesempatan mengembangkan diri sepenuh-penuhnya yang jarang didapatkan oleh teman-teman sebayanya.

Selalu ada pilihan, meski bukan perkara mudah dipandang sebagai “orang aneh” yang tidak mengikuti nilai-nilai umum yang hidup di sekitar kita...

[Dini Hari, 13/07/13, ketika dianggap aneh ternyata tidak seaneh yang dikira...]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun