Mohon tunggu...
Fizzahrah Fizzahrah
Fizzahrah Fizzahrah Mohon Tunggu... -

Inisiatif warganegara merupakan sebuah bentuk kepedulian terhadap keterlibatan individu dalam kapasitasnya sebagai warganegara yang mencakup isu - isu kesadaran hukum, Hak Asasi Manusia dan demokrasi, kebijakan publik, dan kewarganegaraan (termasuk kewarganegaraan ganda). Inisiatifwarganegara juga bisa di temukan di www.ppkgindonesia.org

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konsep Kewarganegaraan di Indonesia

9 Februari 2012   13:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:52 5921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wacana Kewarganegaraan (Ganda) telah menjadi isu vital dan sensitif dalam sejarah Indonesia sebagai negara berdaulat karena menyangkut identitas bangsa.  Sumpah pemuda 1928 telah membangkitkan semangat nasionalisme yang membawa Indonesia merdeka (1945). Namun, Kemerdekaan yang sama juga membawa dilema bagi perkembangan konsep kewarganegaraan di Indonesia. Bangsa Indonesia memiliki setidaknya dua pilihan, pertama, berkaca pada sejarah leluhur sebelum masa penjajahan. Kedua, berkaca pada sejarah penjajahan. Tampaknya, kita memilih pilihan kedua. Bagaimana dengan pilihan pertama?

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan terbuka sejak ratusan tahun silam. Rempah -rempah Nusantara telah di perdagangkan hingga ke Kaisaran Romawi lebih dari 2500 tahun silam melalui  perantara pedagang Gujarat dan Persia. Kepulauan Nusantara telah menjadi jalur penting perdagangan Internasional sejak dulu kala. Karenanya, zaman keemasan Indonesia, justru terjadi pada abad 13, dengan keberhasilan Majapahit mendapatkan pengakuan kedaulatan atas konsep “Nusantara,” yang mendasari bentuk NKRI sekarang ini.

Yang menakjubkan dari perjalanan sejarah Kepulauan terbesar di dunia ini adalah, konsep warganegara dan negara juga telah lahir sejak zaman itu, dengan di adopsinya kata nagari (bahasa Sansekerta) sebagai negara-kota, dan warga yang berarti grup, divisi, atau kelas.

Artinya, konsep ini tidak di adopsi dari kebudayaan kolonial semata, kendati konsep dasar antara citizen dan warganegara adalah serupa.  Berdasar pada perjalanan sejarah ini, sudah seharusnya Indonesia mampu mengembangkan konsep Kewarganegaraanya setingkat lebih maju. Kemajuan ini di tandai dengan adanya keterlibatan menyeluruh Warga Negara Indonesia dalam aspek politik, ekonomi dan sosial. Namun, penjajahan  telah memengaruhi arah perkembangan konsep kewarganegaraan di Indonesia menjadi tertutup dan protektif, terlebih ketika dunia memasuki perang dingin. Indonesia yang multi etnis pun merasa terancam dengan keberadaan para etnis Cina yang di jamin hak Kewarganegaraannya oleh Mao Tze Dong, dengan pernyataan terkenal nya “ setiap orang Cina di muka bumi ini adalah warga negara Cina.”  Kita pun memahami apa yang terjadi pada Etnis ini di Indonesia, hingga gelombang perubahan Internasional terjadi lagi paska perang dingin (1991-2000) yang menghantam Indonesia dengan keras: krisis ekonomi, lepasnya Timor -Timur, dan tentunya pergantian rezim. Paska Perang Dingin menandai era keterbukaan dan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Setiap bangsa yang tidak menjungjung HAM, akan dikucilkan di dunia Internasional.  Indonesia pun mengambil inisiatif serupa dengan memasukkan pasal HAM dalam konstitusinya. Akan tetapi, konsep kewarganegaraan sebagai salah satu dimensi hukum yang menjamin tegaknya HAM, tidak mengalami perkembangan berarti (pasal 26 UUD 1945).  Logikanya, HAM menjadi milik hakiki setiap manusia. Namun, penegakkannya membutuhkan sistem yang berlaku baik secara lokal  maupun global.

Dalam tataran lokal ataupun nasional, perangkat hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dan negaralah yang diharapkan mampu melindunginya. Di Indonesia, hal ini belum menyeluruh yang bisa di lihat melalui pengaturan hak dan kewajiban warganegara dalam memenuhi fungsi ekonomi dan sosial ( misal Undang -Undang Pokok Agraria 1964 yang membatasi kepemilikan tanah dan bangunan bagi warga negara Indonesia yang menikah dengan orang asing, Undang -Undang tentang Keimigrasian 7/2011, tentang tata cara kehilangan kewarganegaraan secara tidak sukarela. Apabila asas kehilangan tidak rela ini di batasi atau di tiadakan (yang artinya setiap WNI tidak bisa kehilangan kewarganegaraan Indonesianya), maka para WNI terlebih para migran, akan lebih leluasa untuk memberi kontribusi pada pembangunan Indonesia.

Dalam tataran global, Indonesia seharusnya lebih aktif dalam meningkatkan  wibawa hukum nasional dengan menjadi bagian dari perjanjian hukum internasional. Sejauh ini, Indonesia belum menjadi anggota dari beberapa perjanjian hukum Internasional yang vital bagi penegakkan HAM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun