Kebijakan pemerintah yang akan mengurangi beban APBN, dengan cara pembatasan pemakaian BBM bagi mobil pribadi per tanggal 1 April 2012 itu tampaknya tidak akan berpengaruh banyak terhadap pemakaian mobil pribadi itu sendiri. Jalan-jalan protokol dan daerah pinggiran Jakarta masih akan macet dengan banyaknya mobil pribadi kelas atas dan menengah. Masyarakat kelas atas yang punya mobil-mobil mewah yang memang tidak mengkonsumsi BBM jenis premium tidak akan terpengaruh atas kebijakan itu. Tetapi Kelas menengah yang memang banyak mengkonsumsi BBM premium yang dijual di SPBU milik Pertamina akan beralih ke SPBU Shell atau Petronas dengan pilihan BBM jenis Super, super X atau super ekstra sebagai pengganti premium milik Pertamina.
BBM Super, super X atau super ekstra secara kualitas lebih baik dari premiun walau harganya sedikit lebih mahal (selisih harga antara seribu hingga seribu limaratus rupiah) tapi rasanya kelas menengah akan rela membayar harga itu daripada harus naik angkutan umum yang terkenal kurang aman dan nyaman.
Lagi pula membeli BBM di Shell/Petronas akan lebih menjamin akurasi setiap takaran liternya dibanding di SBPU milik Pertamina. Masalahnya memang jumlah SPBU milik asing itu masih kurang penyebarannya di wilayah Jakarta dan sekitarnya, namun bukan tidak mungkin kebijakan satu April 2012 mendatang malah akan membuka peluang penambahan bagi SBPU-SBPU milik asing di berbagai kota.
Pengaruhnya yang kental atas pembatasan BBM itu justru berdampak pada masalah sosial dan politik. Selama ini kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat kecil telah meninggalkan bekas mendalam, kekecewaan yang menunggu pemicu untuk menunggu meledak. Kebijakan Pembatasan BBM itu sebenarnya membidik kelas menengah yang selama ini adem ayem dalam hiruk pikuk politik. Bukan tak mungkin hal ini akan membuat kelas menengah ikut “bermain” dengan memantikan pada sekam yang memang sedang membara dalam pemerintahan SBY.
Pemerintahan SBY bukanya tidak berhitung saat akan memberlakukannya pembatasan BBM ini, termasuk menyadari betapa tidak populernya kebijakan ini. Yang perlu dicermati mengapa kebijakan yang beralasan untuk menyelamatkan, menghemat APBN tidak dilakukan sejak awal pemerintahannya? Tetapi malah dilakukan pada tahun-tahun terakhir pemerintahannya yang semakin carut marut didera berbagai peristiwa hukum dan politik yang tidak terselesaikan. Untuk Apa menghemat APBN di ujung masa jabatan? Barangkali menurut pemerintah ini saat yang tepat diberlakukan karena memang masa jabatannya boleh dikatakan menghitung hari. Sementara jika kebijakan itu diberlakukan awal-awal pemerintahannya tentu akan memicu gejolak.
Tapi sekali lagi kebijakan yang akan dilaksanakan awal April itu, tidak lantas jalanan menjadi sepi, kemacetan berkurang, orang lantas beralih ke sepeda dan lainsebagainya. Orang Indonesia itu terkenal amat “kreatif”, termasuk untuk mensiati larangan membeli BBM bersubsidi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H