Mohon tunggu...
Pelangi Terindah
Pelangi Terindah Mohon Tunggu... Lainnya - motret pake pena

Maka tentang segala tentang tumpah ruah di sini. Habis katarsis sepah habis, plooong!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gregetan Pada Karni Ilyas

10 Februari 2012   01:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:50 1458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Bang Karni,…. sebagai orang kecil saya tidak punya kapasitas mumpuni untuk mengritik orang gede didunia pers macam abang Karni. Nah supaya elok dan santun, semata agar bang Karni tidak tersinggung, utamanya di bagian akhir tulisan ini, mari kita sebut saja ini sekadar sedikit masukan buat Abang. Meski mungkin tidak berguna buat abang, setidaknya ada yang pernah mengingatkan.

Sebelum menulis ini saya tahu persis, bang Karni pernah malang melintang menjadi wartawan hukum di majalah Tempo, Forum Keadilan kemudian pindah ke media elektronik, SCTV dan terakhir di TVone. Hehehe, maaf bang jika saya keliru. Nah atas dasar itu, saya amat yakin bang Karni sudah banyak menelan asam garam dunia pers. Tapi kan namanya manusia, Eeee, sapa tau ada kepleset dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik abang.

Ada beberapa hal yang mau saya sampaikan pada abang, tapi janji ya? Ga pake marah loh!?

Soal acara Indonesia Lawyer Club :

Saya tahu acara itu telah menjadi salah satu andalan program TVone karena digemari kebanyakan pemirsa. Dulu acara itu kala masih bernama Jakarta Lawyer Club dan saya amat menggemarinya, karena sebagai orang awam hukum sedikit banyak mendapat pengetahuan karenanya. Namun setelah ganti nama, rasanya kok acara itu tidak jelas juntrungannya. Menjadi arena debat kusir, menyerang pribadi dan saling merendahkan martabat seseorang. Aduh maaf bang Karni, meski saya juga bukan orang baik, tapi melihat orang saling tarik urat leher, ngotot yang dipertontonkan orang-orang terpelajar itu, rasanya tak enak hati juga lihatnya. Terlebih lagi pembicaraan para narasumber sering tidak fokus pada topik bahasan.

Sayangnya bang Karni selaku host sekaligus moderator, tidak menyadari keadaan ini. Peristiwa diskusi “keluar rel” itu ternyata selalu terulang dalam episoda-episoda ILC selanjutnya. Semula saya menduga ini bagian yang memang didramatisir sebagai daya tarik program ini. Tapi belakangan saya salah menduga, ternyata kesalahan itu bukan karena dibiarkan. Onde mande!

Yang membuat buluroma orang berdiri saat saksikan ILC, saat mengangkat tema kematian dua narapidana di Polsek Sijunjung, Padang, Sumatera Barat itu. Pemirsa di rumah disuguhi kekonyolan para hadirin yang hadir di acara tersebut. Tanpa rasa bersalah, tawa hadirin pecah saat seorang narasumber yang menderita sumbing memberi kesaksian. Dan lebih mendirikan buluroma, Tvone tak pernih meminta maaf atas penghinaan ini. Onde mande!

Soal Lumpur Lapindo :

Sebagai Direktur Pemberitaan atau Pemimpin redaksi news dan sports TVone, tentu bang Karni punya wewenang cukup untuk memastikan dimuat atau tidaknya sebuah berita. Yang saya agak bingung, kenapa sih tragedi lumpur Lapindo mendapat porsi pemeberitaan di TVone? Seingat saya sejak bernama JLC hingga berganti nama ILC, ILC belum pernah mengupas masalah Lapindo. Pasti akan menarik jika suatu hari ILC membahas tema itu. Mohon maaf bang Karni, tak ada maksud untuk menggurui abang. Tapi saya teramat yakin, tragedi lumpur Lapindo bukan sebuah peristiwa biasa. Ia tergolong petaka kemanusian yang amat layak mendapat perhatian. Sama dengan masalah-masalah besar lainnya yang dihadapi bangsa ini.

Tentunya banyak pemirsa yang setuju dengan usulan saya ini, karena mereka, para korban dan masyarakat luas masih belum mengerti benar apa yang sebenarnya terjadi. Terlebih lagi banyak media yang telah melupakan tragedi itu. Padahal banyak korban tragedi itu yang belum terurus sebagaimana mestinya. Andai saja ILC berhasil menyangkannya… onde mande!

Soal Cara bicara Abang :

Setiap kali mengikuti kalimat-kalimat utamanya, ketika bang Karni membuka dan menutup acara ILC, sejujurnya jantung saya ikut berhenti sesaat. Rasanya gregetan ingin menepuk pundak belakang bang Karni agar kalimat yang terlontar dari mulut bang Karni lancar, tidak tersendat-sendat.  Untungnya bang Karni punya tipe suara bariton. Jadi…….., yah agak sedikit tertutupi kekurangan itu. Meski agak kurang lancar, yang saya suka dari bang Karni, bang Karni punya visi yang tajam saat bertanya pada narasumber. Seringkali narasumber terpojok dan malah terjebak pada jawabannya sendiri. ILC rasanya memang harus punya host cadangan, lebih muda dan tentu harus sepiawai abang.

Terakhir, lagi-lagi maaf bang, bukan maksud mengajari abang, Jika membandingkan dengan stasiun tv mancanegara seperti BBC, ABC, CNN dll, konon aksen para anchor, menjadi faktor penting. Seorang anchor tidak boleh punya aksen tertentu, fasih dan tentu saja lancar berbicara. Bahkan saat suara bindeng sehabis terserang flu dilarang tampil sampai benar-benar suara itu pulih. Ah itu kan di negeri orang, Indonesia kan negara yang serba mungkin terjadi. Lain lubuk memang lain ikannya bang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun