Mohon tunggu...
Pelangi Terindah
Pelangi Terindah Mohon Tunggu... Lainnya - motret pake pena

Maka tentang segala tentang tumpah ruah di sini. Habis katarsis sepah habis, plooong!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Diatur Marah, Tidak Diatur Makin Tak Terarah

17 Februari 2012   06:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:32 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekumpulan orang yang disebut insan pers lagi gerah, ribut. Ramai-ramai menulis di medianya masing-masing, lancarkan protes. Protes seolah cari dukungan masyarakat atas akan diberlakukannya Tata Tertib Peliputan Pers di Gedung DPR. .Aneh memang terhadap masalah kecil seperti itu sering habiskan energi. Bukankah tatib itu masih RANCANGAN. Bukan harga mati, masih terbuka untuk dikoreksi. Sayangnya proses koreksi itu yang nampaknya lebay seperti gaya pers Indonesia selama ini. Minta perhatian, minta diistimewakan melulu.

Kritik yang dilontarkan insan pers atas rancangan tatib itu lagi-lagi terkesan bahwa profesi pers itu, sebuah profesi paling mulia, unggul, paling demokratis. Selalu minta “lebih”. Padahal kita tahu bahwa apa yang dilakukan oleh kebanyakan pers saat ini seringkali menyesatkan, menimbulkan fitnah dan kerugian immaterial.Ambil contoh pemberitaan yang terjadi di MetroTV atau TVOne, serta beberapa media cetak yang gemar bikin headline provokatif dan menghina harga diri orang lain.

Dominasi pers hampir menjelma kekuasaan tiran. Kekuasan yang tak terbatas. Maka hasil kerja mereka sering mengaburkan fakta, menghukum tanpa penjelasan. Contoh kecil. Kasus Pritta vs RS International, Bibit Chandra dll, adalah beberapa contohnya. Secara hukum Prita dan Bibit-Chandra jelas bersalah.Tapi lantaran pemberitaan pers yang tidak objektif membuat masyarakat salah mengerti. Dan akibatnya timbul gelombang tekanan dari masyarakat. Hukum lagi-lagi tidak dihormati.

Kembali ke Laptop

Sekonyol-konyolnya DPR, dan memang kerap konyol!. Bagaimanapun ia lembaga pemerintah yang punya aturan dan tatatertib sendiri. Maka sebenarnya wajar jika DPR ingin lembaganya juga dihormati orang lain (baca : tamu) yang datang berkunjung ke “rumah” mereka. Tapi kemudian atas stigma negatif pada lembaga paling konyol itu, saat menerbitkan sesuatu yang merupakan haknya, orang tentu merespon dengan sikap sinis.

Bahwa hal yang membuat insan pers gerah terhadap rancangan tatib itu adalah :


  • Larangan berkomunikasi dengan ponsel di dalam ruang rapat dan larangan melakukan reportase saat rapat berlangsung.

  • Kewajiban cantumkan penghasilan para wartawan yang bertugas di kompleks Senayan dalam rangka memperoleh Kartu peliputan di kompleks DPR RI.

  • Wartawan tidak boleh mendesak narasumber untuk bicara. Setiap anggota DPR berhak menolak setiap wawancara sesuai dengan alasan masing-masing.

  • Wartawan dilarang makan dan minum di dalam ruang rapat.

Dari beberapa butir larangan itu, jika dipikir pakai akal sehat, Secara menyeluruh rancangan tatib itu sebenarnya masih dalam katagori wajar. Kecuali memang soal kewajiban mencantumkan gaji dalam surat permohonan kartu liputan di DPR. Jadi sebenarnya apa sih yang membuat wartawan gerah?. Apa sih yang bertentangan dengan Undang-undang Pers? Bahkan Ramadhan Pohan anggota DPR ikut sewot atas rancangan tatib itu.

Meski DPR kerap berbuat konyol, saya kok tetap yakin bahwa tatib dibikin bukan oleh orang supergoblok yang tidak ngerti Undang-undang Pers. Maka menurut saya ----yang amat muak pada oknum DPR yang ngawur dan sebagian kerja pers yang tidak pakai kode etik---Jangan-jangan penolakan insan pers terhadap rancangan tatib itu lantaran ketersinggungan superioritas profesi wartawan yang selama ini memang terkesan merasa paling demokratis!. Merasa paling benar dan paling penting. Diatur oleh undang-undang pers saja masih sering tak terarah, apalagi tidak diatur.

Sekali lagi, DPR, lembaga pemerintah itu bak sebuah “rumah”. Ada aturan dan tatatertibnya. Maka barang siapa mau berkunjung kerumah itu harus taat dan mau tunduk pada aturan mainnya. Dan sekali lagi aturan main dalam rancangan tatib itu menurut saya tidak mengarah pada pelanggaran kebebasan pers. Ah kita memang suka boros habiskan energi untuk hal-hal yang tidak penting. Kita sensitif, gampang kesinggung, tapi juga mudah menyinggung kepentingan dan perasaan orang lain. Jelas ini tidak adiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiil

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun