Nama Afriani Susanti, sejenak mengalihkan perhatian publik pada persoalan-perosalan besar dan konyol di pusaran kekuasaan. Ia dicaci maki, disesali perbuatannya, apalagi, kemudian ia terindikasi gunakan narkoba. Sembilan nyawa melayang dalam sekali hentakan gas yang ia injak. Ekpresi wajah dan bahasa tubuhnya pun tak menyiratkan penyesalan atas apa yang terjadi. Bisa jadi akibat kental pengaruh narkoba yang habis ditenggaknya.
Seperti biasa, jamaah jejaring sosial bereaksi membuat berita versinya sendiri-sendiri, didramatisir, dibumbui dengan aneka kehidupan pribadi Afriani. Untung Polisi cepat tanggap, masyarakat dibiarkan tak lama-lama menebak apa yang terjadi sesungguhnya. Polisi menyingkap kronologis peristiwa. Informasi polisi kali ini begitu cepat, terbuka dan cukup kredibel, Hmmm….
Afriani sebuah contoh tidaksiplinan pengemudi. Fenomena itu terjadi tidak pada melulu Afriani, begitu banyak Afriani-Afriani lain yang hilir mudik di jalan raya tanpa SIM dan mabuk saat mengemudi. Dan itu kerap dijumpai pada supir-supir tembak angkot yang melayani jalur-jalur pinggiran kota. Beruntung belum pernah ada berita para supir angkot yang mabuk dan tanpa SIM itu memakan korban. Sayangnya Polisi jarang menggelar razia. Razia-razia di jalan raya amat terbatas dan sebatas bersamaan dengan munculnya peristiwa tertentu, teroris misalnya.
Bandingkan dengan yang terjadi di Korea Selatan—menurut running text sebuah teve berita---dalam setahun kemarin, dari hasil berbagai razia di jalan raya, Kepolisian setempat telah mencabut tidak kurang dari 40.000 izin mengemudi karena pelbagai pelanggaran ringan dan berat.
Bukan tak mungkin, akibat tidak disiplinnya pengemudi, yang banyak pula dalam keadaan mabuk, serangan jantung yang selama ini dikenal sebagai pembunuh nomor satu manusia, kelak jalan raya akan menggeser klasemen daftar pembunuh nomor satu.
Afriani Susanti, ia bak supir tembak angkot atau metromini yang berani mengemudi tanpa SIM dan mabuk. Andai ia supir metromini, habislah ia dihakimi massa, tewas, menambah daftar panjang korban. Mobilnya dibakar. Beruntunglah Afriani, masyarakat kali ini tidak brutal seperti biasanya. Ia nampak sehat tak mengalami sedikitpun lecet, Malah sehabis menabrak ia nampak tenang ber-hp-ria. Apa lantaran ia seorang wanita sehingga massa tidak bereaksi negatif? Bisa jadi begitu, setidaknya itu mengabarkan pada kita dibalik kebrutalan masih ada hati nurani. Kebrutalan berlaku selektif.
Jejak Afriani Susanti menorehkan kepedihan mendalam bagi para keluarga korban dan tentu saja ibu kandung Afriani yang tampak sangat terpukul. Andai Afriani Susanti seorang lelaki dan supir matromini, akan lain ceritanya.
Sumber foto : Kompas/Fransiska Romana Ninik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H