Mohon tunggu...
mona ^_^
mona ^_^ Mohon Tunggu... -

Chocolate lover | Travelling holic | Lovely alone

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Banyubiru Membawaku

1 Maret 2012   16:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:40 2942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

: Sebuah Catatan Perjalanan Maret 2010, berdua menyusuri Semarang.

Prolog :

Mendengar kabar PT.KAI membuka jalur baru Jogja-Semarang membuat terbayang-bayang keliling Semarang. Harus mencoba! Tapi kapan? Sabtu-minggu seringnya ada agenda dan full. Jadi, kapan??? Kesempatan itu datang! Minggu pagi baru sadar kalau hari Selasa libur, kalau begitu mari berlibur!!! Berbekal Bismillah dan PeDe berangkatlah kami Semarang. Tanpa tahu peta Semarang sama sekali! Selama ini ke Semarang hanya transit dan tinggal duduk manis.

=@=

We are the explorer !!!

Pagi masih nyantai ngangkat masakan di Café World, masih maju-mundur, jadi-enggak naik si Banyubiru. Setelah ngobrol ini-itu maka diputuskan berangkaaatttttt! Petualangan berdua pun dimulai.

Berangkat dari kos jam 08.05, mampir warung makan untuk sarapan. Sampai stasiun tugu sudah terdengar pemberitahuan kereta Joglo-Semar ada di jalur 1. Tergesa-gesa dan setengah berlari menuju loket untuk beli tiket, untung ga seberapa antri. Harga tiket Jogja-Semarang Rp.24 ribu. Bergegas masuk stasiun, segera menuju line 1, langsung naik ke atas kereta. Hup! Tengok kanan-kiri, tidak terlalu penuh. ‘Ke gerbong depan aja yuukkk???‘ Ternyata sepiiiii…nah duduklah kami di gerbong ini. Terus foto-foto dulu mumpung sepi.

Sudah duduk di kereta, tapi dengan 0% pengetahuan tentang jalan di Semarang. Rencana kami adalah kami turun di stasiun Tawang yang menurut info di salah satu blog dekat sekali dengan kota lama, berarti kan kami bisa segera meluncur ke kota lama begitu sampai Semarang, selanjutnya tujuan kami adalah Lawang sewu, kuil Sam po kong dan bingung kemana lagi, yang pasti mall adalah daftar yang dicoret. Harus minta bantuan nih. Menulis pertanyaan di sebuah jejaring sosial adalah salah satunya. Ternyata eh ternyata jawaban-jawaban baru bermunculan setelah kami duduk manis di masjid Baitur Rahman, Simpang Lima. Selain itu, kami juga coba akses internet untuk mencari informasi tentang wisata dan transportasi Semarang, berhubung batere hp lupa dicas sebelumnya jadi memakai hpnya dihemat karena kami juga butuh akses google maps di Semarang.

Sepanjang Jogja-Solo pemandangan sekitar standar, banyak rumah-rumah. Setelah lewat Solo menuju Sragen pemandangan hijau baru mulai Nampak. O ya, keretanya tidak melewati stasiun Jebres, hanya sampai stasiun Balapan Solo kemudian belok ke arah Sragen. Perjalanannya menyenangkan sangat menyenangkan! Meskipun sempat ada insiden sepeda motor tertabrak kereta yang kami naiki.

Sampai Stasiun Tawang! Jam menunjukkan 12.16 waktu Semarang. Stasiunnya bersih, bangunannya kuno. Kami mencari toilet dan mushola, sholat dulu. Ada 2 toilet dan mushola yang bersih untuk ukuran stasiun. Sambil beli batere kamera kami bertanya ke penjualnya, ‘Kalau mau ke Blenduk dari stasiun naik apa ya, Pak?’ Penjualnya bilang, ‘Jalan aja mbak, nyebrang 2 kali ke arah kanan dari stasiun sudah sampai Blenduk.‘ Ok, siip, jalan kaki saja. Foto-foto dulu dong di stasiun, bukti kami sampai Semarang Tawang.

Keluar stasiun tawang kami jalan menyusuri kota lama. Tepat di sebrang jalan yang pertama ada kolam lumayan besar dan airnya bersih, Polder Tawang, konon kalau malam pemandangannya bagus dengan banyak lampu warna-warni. Sesuai instruksi kami berjalan ke arah kanan, padahal tepat di sebelah kiri stasiun terdapat gedung Marabunta yang konon adalah pabrik gula, di atas gedung itu terdapat patung 2 semut merah besar. Sayangnya kami baru tahu keesokan harinya setelah googling, jalan-jalan yang aneh ya cari referensinya setelah pulang hehe.

Hal pertama yang terkesan dari Semarang adalah BAU! Huhuhu dari datang sampai pulang ke Jogja selalu mencium bau selokan yang bikin mual dan pusing, bau selokan dimana-mana! Pantes aja Semarang kaline banjir, lah wong selokannya mampet dan ijo-ijo lumut banyak sampah gitu, kirain Jogja udah parah ternyata oh ternyata.Apa karena kami jalan ya? Jadi sepanjang menyusuri jalan-jalan Semarang bau menyengat itu selalu mampir ke hidung, huhuhu. Dan, Oh My GOD! Ada yang mengalahkan panasnya Jogja! Semarang puanase poollll! Nyelekit rasanya di kulit, huhuhu pengen balik ke Jogjaaaaa.

Menyusuri jalan kota lama sebenarnya menyenangkan, selain baudan panasnya ya. Jalanan lumayan bersih, agak sepi juga, gedung-gedungnya, lampu jalannya, suasananya bener-bener jadul. Kami sampai di Blenduk! Sebenernya gerejanya tidak terlalu besar, tapi atapnya memang unik, mBlenduk. Di depannya ada taman Srigunting yang tidak terlalu besar dan Nampak ada beberapa pasangan sedang duduk-duduk dan foto-foto di sana.

Di depan gereja Blenduk (nama gerejanya G.P.I.B Imanuel) banyak gedung-gedung dengan arsitektur jadul. Jadi inget kawasan kantor pos besar kalau di Jogja. Ada gedung Jiwasraya, gedung Marba, pabrik rokok Praoe Lajar, gedung Redaksi Reflecta (ini Koran, tabloid, majalah atau apa ya?) dan banyak gedung-gedung lain yang ga tau namanya, hehehe.

Kami jalan terus menyusuri kota lama, kami lapar dan tidak tahu jalan. Di depan gereja Blenduk ada restoran ikan bakar cianjur, ada penjual bakso dan ada penjual sate kambing. Tapi, kami kurang sreg untuk makan di sana, apalagi ikan bakar cianjur itu, kayaknya mahal yaaaa…huhuhu

So, gimana dong? Jam sudah menunjukkan hampir ½2 siang. Lapaaaarrrrrr……..

Terus Melangkah…

Kaki-kaki kami menyusuri jalanan kota tua ke arah kanan daristasiun Tawang dengan panas yang sangat menyengat, bau selokan yang menusuk hidung dan lapar yang mendera. Kami terus berjalan, melewati gedung-gedung tua, melewati jembatan cukup besar, melihat kantor pajak, kantor pos, kantor keuangan, menyebrang jalan yang lebih ramai dari kawasan stasiun dan gereja Blenduk. Duh Gusti, pengendara motornya lebih ganas dari Jogja yang membuat kami harus ekstra hati-hati. Tanpa sadar kami melewati taman di tengah jalan, melihat ke sana kemari, ada patung Jatayu (burung yang ikut menyelamatkan Dewi Shinta) terus berjalan ada batu bertuliskan sesuatu. Dilihat dengan seksama kemudian dibaca, wuaahhh ternyata tugu nol kilometernya semarang!

Lapar… Berusaha mengedarkan pandangan mencari tempat makan yang agak nyaman, bukan sekedar tenda saja. Bukannya sombong ga mau makan di warung tenda pinggir jalan tapi dengan bau menyengat, penampakan warung yang tidak meyakinkan, tempat cuci piring yang haduuhhhh, kalo bayangin lagi jadi eneg. Akhirnya kami memutuskan belok kiri ke arah ramai yang ternyata pasar, siapa tahu ada banyak pilihan tempat makan. Taraaaa…kami sampai ke pasar Johar Semarang yang luaaasssss dan ramai! Mungkin ini seperti Beringharjonya Jogja, Klewernya Solo dengan ukuran 10 kali lebih besar.

133062028048096690
133062028048096690

Bingung membuat kami menelpon seorang teman yang berasal dari Semarang untuk menanyakan arah dan tempat makan. Lama menelpon tidak membuat kami lebih mengerti jalan karena teman itu juga bingung dengan posisi kami di pasar yang besar itu. Dia menyarankan kami untuk bertanya dimana hotel metro dan arah masjid kauman. Dan tidak ada rekomendasi tempat makan! Setelah berjalan tak begitu jauh dari pasar, kami melihat plang hotel Metro dan kami bertanya dengan tukang parkir di mana letak masjid Kauman. Tukang parkir menunjukkan arah ke sebelah kanan lagi (berarti semakin menjauhi stasiun Tawang), kami menuju ke sana, melewati lorong jalan yang dijadikan pasar dengan bau yang tetap menyengat. Sampai di ujung lorong kami melihat menara masjid, berjalan ke arah menara sambil tetap melihat warung makan yang memungkinkan. Sebelum masuk ke area masjid kami melihat warung makan padang, hampir jam 2 siang dalam keadaan lapar, kepanasan dan agak capek kami memutuskan makan di warung itu saja sambil menyusun rencana perjalanan berikutnya.

Setelah urusan perut aman, kami menuju masjid Agung Semarang yang berada di daerah Kauman ini. Masjidnya ramai orang yang beristirahat. Masuk sebentar, duduk-duduk di berandanya, melihat ke lantai 2, turun dan kami bertanya ke penjaga loker wanita kalau mau ke Lawang Sewu naik becak darimana. Beliau mengatakan naik dari samping masjid saja, biasanya langsung diberi murah. Kami keluar masjid dan bertanya ke tukang becak di samping masjid, kalau ke Lawang Sewu ongkosnya berapa? Tukang becak mengatakan Rp.10 ribu, tanpa menawar kami langsung setuju.

Kali ini kami menyusurijalanan Semarang menggunakan becak, lumayan sambil mengistirahatkan kaki. Ternyata wisata becak itu menyenangkan hihihi…abisnya jarang banget naik becak. Melewati daerah yang banyak rumah makan masakan Cina. Sampai di Tugu Muda (letak Lawang Sewu ini di sekitaran Tugu Muda) belum turun dari becak ada suara dari mas-mas di pinggiranjalan, “Lawang Sewu tutup…Lawang Sewunya tutup…” Hah??? Masa sih? Baru jam 2 lewat dikit sudah tutup?

Di depan pintu masuk Lawang Sewu banyak penjual makanan dan minuman ringan seperti es campur yang ramai pembeli, padahal enggak disediakan tempat duduk loh. Turun dari becak, menuju ke pintu masuk Lawang Sewu. Hiks…huwaaaa…Lawang Sewu baru aja tutup. Ada yang dating untuk melihat Lawang Sewu, jadi ditutup cepat siang ini dan baru buka lagi jam 7 malam. Apa??? Jam 7 malam??? Trus balik ke Jogja jam berapa??? Huhuhu

Tanya sana-sini, iya Lawang Sewu tutup dan disarankan dating lagi jam 7 malam. Karena kami berencana pulang sore, yah daripada ga ada bukti kalau kami sudah sampai Lawang Sewu sudahlah kami foto-foto saja Lawang Sewu dari luar. Duuhhh rasanya geloooooo banget, masa sudah nyampe Semarang, sudah sampe Tugu Muda dan sudah sampe depan pintu masuk Lawang Sewu, ehhhh ga masuk Lawang Sewu?!?

Duduk di pinggir trotoar Lawang Sewu, di samperin tukang becak ditawarin ke simpang 5. Kami menolak dan bertanya kalau dari sini ke kuil Sam Po Kong naik apa ya. Eh, si Bapak malah menawarkan naik becak dan ongkosnya Rp.20 ribu. Hah, mahal banget? Kami menolak dan si Bapak tetap berusaha sembari mengatakan dari Lawang Sewu ke Sam Po Kong itu jauh, Rp.20 ribu termasuk murah. Dia juga menawarkan akan mengantarkan keliling kota lama dan mengantar ke tempat angkot menuju terminal Terboyo. Kami juga tetap menolak dan mengucapkan terima kasih.

Akhirnya kami memutuskan untuk ke kuil Sam Po Kong saja. Tapi, bagaimana cara sampai ke sana? Untungnya ada 3 orang (yang sepertinya) mahasiswi lewat depan Lawang Sewu. Wah, biasanya kalau mahasiswi tahu nih daerah wisata dan cara sampai ke sana. Dan kami bertanya ke mereka, betul dugaan kami mereka paham jalan menuju Sam Po Kong plus angkot yang mesti dinaikin. Ternyata 2 kali ganti angkot, pertama menyebrang ke arah pos polisi kemudian naik angkot yang di bawahnya bergaris putih turun di Karang Ayu kemudian dari Karang Ayu naik angkot menuju Gedung Batu yang banyak ngetem di sana. Oya, ongkos angkot Semarang Rp. 2000 saja /orang.

Setelah nyebrang kami sempet berbeda pendapat tentang tempat naik, akhirnya bertanya lagi ke Pak Polisi, laahhhh malah tambah bingung hihihi. Akhirnya bertanya lagi ke orang yang lewat, baru deh ngerti hehehe. Naik angkot, lewat Tugu Muda, astagaaaa baru tahu kalau ternyata tepat di sebrang Lawang Sewu itu yang dipisahkan dengan Tugu Muda adalah Museum Perjuangan. Huhuhu sudah terlanjur naik angkot, sudahlah kami teruskan saja perjalanan menuju Sam Po Kong.

Ternyata oh ternyata…Sam Po Kong itu beneran jauh dari Lawang Sewu, jalanannya juga menanjak. Walah…pantesan aja tukang becaknya minta 20 ribu, kayaknya kalau naik becak juga kami jadi ga tega ama tukang becaknya, bisa-bisa kami turun di tengah jalan da melanjutkan jalan kaki ke kuil, huehehe

Sampai Sam Po Kong! Ceng Ho…aku dataaanggggg!!!

Sampai juga di kuil yang terkenal dengan Laksamana Ceng Ho nya ini. Wuaaahhh luas juga ya, apalagi kami datang dari arah pintu selatan sementara pintu masuk pengunjung ada di utara. Setelah angkot berputar, ”Sudah sampai mbak…itu klentengnya…” begitu Pak sopir mengatakan kepada kami. Oya, Bapak spir di Semarang lumayan baik, mau menunjukkan arah. Sayangnya kalau kita kasih uang untuk bayar ongkosnya bukan uang pas, ga dibalikin ama dia, jadinya lumayan baik ajah huahahaha.

Eits…sebentar dulu, jangan langsung masuk, mari foto-foto dulu huhuhu

Tiket masuknya Rp.3000, kita boleh liat-liat semua yang ada di kuil ini. Tapi ada 2 kuil terbesar yang tidak boleh dimasuki kecuali bagi mereka yang berkepentingan sembahyang. Sayang banget ya, padahal pengen bisa lihat dalemnya, tapi mungkin kalau semua boleh masuk ke sana dan yang pasti bakalan foto-foto akan mengganggu yang sembahyang ya. Apalagi kalau pengunjungnya suka penasaran kayak saya huihihi…

13306215291710301892
13306215291710301892

Di dalam sini juga tersedia tempat menyewa baju dan perlengkapan kayak pedang, dll untuk berfoto ala Ceng Ho dan pasukannya berlatar kuil sesuai keinginan kita. Harga sewa plus dapet 1 lembar fotonya Rp.75 ribu saja. Tadinya sih semangat buat foto, tapi…enggg…ga jadi ahh mending uangnya buat ongkos balik ajah wakakakak. Bisa foto-foto sendiri ini hihihi

Selain kuil, ada lapangan besar sepertinya sih bekas tempat film Ceng Ho dulu yaaa…Ada 6 patung di lapangan yang besar itu, yang saya kenal Cuma Laksamana Ceng Ho hehe. Bau hio yang dibakar juga luamayan tercium, untungnya kuil ini terbuka dan udara yang masuk bebas dan banyaaakkkkk, membuat bau hio tidak terlalu dominan kecuali kita mendekat ke tempat hio di bakar.

Di sini kami mencoba menghubungi bus Joglo-Semar karena jam sudah menunjukkan jam 3 lewat. Kalau mesti mengejar bis ke terminal kami ga yakin akan dapat bis yang langsung ke Jogja, yang ada kami nanti malah diturunin di Magelang dan hampir pasti itu sudah malam. Jawaban dari bus Joglo-Semar adalah untuk pemberangkatan jam 5,6 dan 7 sudah full, yang ada tinggal bus jam 8 dan 9. Hah?? Gimana ini???

Lanjutkan explore kuil dulu deh, pulang ke Jogja gimana entar, banyak masjid ini di Semarang huehehe

Sudah lewat jam 4 sore, sudah terlanjur sampai Semarang masa enggak ke simpang 5 yang terkenal itu? Maka diputuskanlah ke simpang 5, entah ngapain nanti di simpang 5 yang penting nyampe simpang 5 dulu.

Naik angkot berkebalikan dengan arah kami datang ke Sam Po Kong, jangan nyebrang dari kuil, naik saja angkot dari depan kuil pas yang akan membawa kita ke Karang ayu, baru kemudia nyebrang dan naik angkot ke arah simpang 5.

Baru sadar di atas angkot kalau di Semarang itu banyak sekali jembatan dan banyak bunderan yang mirip dengan simpang 5. Biasanya bunderannya itu ada tamannya dan jembatan itu menyengat baunya hahaha.

Sampai simpang 5, hemmm iya ramai sekali. Ternyata simpang 5 ini pusat ekonomi Semarang ya? Kalau daerah Tugu Muda deket Lawang sewu itu banyak kantor pemerintahan dan bangunan bersejarah. Banyak muda-mudi, juga tua-tui yang beredar di sini, ada yang main bola di lapangan tengah simpang 5, ada yang jalan-jalan ke tempat belanja terdekat, ada yang makan di warung-warung yang banyak terdapat di pinggiran simpang 5, ada juga yang hanya duduk-duduk di pelataran masjid sambil mengedarkan pandangan ke segala arah termasuk kami hihihi.

Di depan masjid Baitur Rahman banyak sekali penjual makanan, ada es krim, tahu gimbal, bakso, kacang rebus, dan yang paling banyak ditemukan selama satu hari di Semarang adalah makanan yang terbuat dari ikan kakap. Ada bakso kakap, ada nasi bungkus kakap ada apa kakap gitu. Tapi, tak satupun yang kami coba, hiks…

Sudah hampir jam 5 ketika kami kembali berunding bagaimana kami selanjutnya. Mengejar bus pulang ke Jogja dari terminal Terboyo sepertinya tidak memungkinkan. Kami menelpon bus Joglo Semar, tetap seperti yang disampaikan ketika kami di kuil Sam Po Kong hanya tinggal ada kursi untuk bus jam 8 dan 9. Selain itu tidak boleh reservasi tiket untuk hari ini harus langsung membeli di agen, mungkin karena liburan ya jadi ramai yang memesan. Sementara agen bus Joglo Semar hanya ada di 2 tempat, di jalan pemuda dekat SMA 3 yang berarti dekat dengan Lawang Sewu dan di hotel Miranda di jalan Setiabudi yang kami tidak tahu dimana itu.

Hari sudah semakin sore. Oke, melihat-lihat simpang 5 dicukupkan, karena kami harus segera membeli tiket daripada kehabisan dan tidak bisa balik ke Jogja. Agen terdekat ada di jalan Pemuda, trus bagaimana kami ke sana? Setelah tanya sana-sini, akhirnya kami memutuskan untuk naik becak karena kalau naik angkot harus 2 kali atau kalau mau naik angkot satu kali harus jalan untuk sampai agen bus. Setelah bertanya ke tukang becak, sepakat membayar Rp.10 ribu sampai ke Shelter. Kami menyusuri jalan dalam yang tidak dilewati angkot, melewati rumah-rumah yang bersih sampai akhirnya bertemu kembali dengan jalan besar.

Sampai di agen bus hampir ½ 6 dan kami memutuskan membeli tiket bus yang berangkat jam ½ 9. Masih ada waktu sekitar 2 jam lebih, kemana ya enaknya???

Lawang Sewu, Malam hari itu…

Rasanya ingin kembali keliling kota lama menggunakan becak, tapi menghitung waktu rasanya tidak memungkinkan.

Baiklah, setelah pesen bis JogloSemar yang ongkosnya Rp.40 ribu kami memutuskan untuk makan saja dulu supaya nanti tidak usah memikirkan perut lagi. Kalau perut sudah aman, jalan-jalan pun aman dan tenang hehehe.

Kami makan bakmi djowo ‘Pak Doel Noemani’ di warung samping tempat membeli tiket bis. Aneka bakmi tersedia, tempat makannya juga enak. Pesen bihun godok dan jeruk hangat plus krupuk, habis Rp. 28 ribu berdua. Rasanya enaaakkkkk, sampe lupa ama sekitar dan habis bis bis sampai sendok terakhir, yang ngeliatin aja sampe bengong mona makannya lahap! Hahaha

Hampir selesai makan adzan magrib berkumandang. Selesai makan kami mencari tempat sholat, tadinya mau sholat di masjid SMU 3 Semarang yang bagus itu (SMU ini tepat di samping shelter bus JogloSemar), tapi sama Pak satpam enggak diizinkan, katanya bukan untuk umum, huhuhu. Akhirnya kami berjalan sampai ke Balaikota, enggak jauh kok dari SMU 3 tinggal nyebrang aja nyampe deh. Ternyata, masjid Balaikota ada di belakang gedung utama tapi jauuuuhhhh, hampir 1 km kali ya, pantes aja Bapak penjaga pos bilang, ‘Masjidnya di belakang mbak, luruuuuussssss aja terus sampe ke belakang sanaaaa itu mbak’, walaahhhh.

13306218521841928568
13306218521841928568

Selesai sholat jam ½ 7, mengumpulkan sisa-sisa tenaga dan semangat juang melanjutkan explore Semarang kami jalan menuju Lawang Sewu. Sengaja mempercepat jalan dan sampai ke Lawang Sewu lebih awal supaya tidak terburu-buru dan tidak ditinggal bus untuk pulang ke Jogja. Ternyata Lawang sewu belum buka dan kami memutuskan untuk ke Museum Perjuangan lewat taman Tugu Muda. Oh ya, kalau malam Tugu Muda ramai sekali, banyak abg pada nongkrong, berhubung Museum perjuangan sudah tutup jadinya kita ikutan jadi anak nongkrong di Tugu Muda deh huehehe.

Begitu lawang sewu dibuka, lariiiii…segera menuju Lawang Sewu biar bisa lebih cepat memulai dan bisa segera selesai jadi ga ketinggalan bus. Di sana kami bertemu 4 orang teman baru dari Solo yang juga mau masuk Lawang Sewu. Hal ini kami lakukan agar bisa lebih murah membayar guide-nya, masuk Lawang Sewu harus menggunakan jasa guide untuk menunjukkan jalan. Tiket masuk Rp.5000 plus iuran bayar guide @Rp.5000, semakin sedikit rombonganmu bisa jadi semakin mahal tapi kalau kamu tega bisa saja memberi Rp.10 rb berdua misalnya.

Wisata malam dimulai, peraturan-peraturan di sampaikan oleh guide. Kami harus sopan, tidak boleh ada rasa sombong, jangan terpisah dari kelompok, sebelum diperbolehkan masuk oleh guide dilarang masuk. Ok, kami mulai berjalan. Ada beberapa ruangan yang benar-benar gelap karena tidak ada cahaya lampu sama sekali yang masuk. Namun ada juga ruang yang sedikit remang-remang karena cahaya dari luar yang masuk melalui ventilasi. Ruang penyiksaan di lantai 3 termasuk yang di terangi cahaya dari luar. Yang sangat gelap biasanya tangga, tapi tenang saja karena guide-nya membawa senter hehe

Harus di akui bangunan Lawang Sewu ini benar-benar luar biasa dari berbagai segi. Arsitektur bagus, bangunan kokoh, kayunya jati, tangga berputar baja kokoh, pintu dan ventilasi juga di buat sedemikian sehingga tampak benar-benar bagus. Ada ruangan yang seperti gerbong kereta api, pintunya berbaris lurus segaris, lebar ruangan sama, keren. Ada juga tempat penampungan air yang bisa menampung 50 ribu liter air untuk di distribusikan ke seluruh ruangan, padahal dulu belum ada listrik ya. Guide-nya juga memberitahu kami tempat dimana saja syuting ayat-ayat cinta hehehe. Ada pohon mangga yang berumur lebih dari 50 tahun dan kami sempat dilarang foto di depan pohon mangga itu, walaupun akhirnya boleh foto disana tapi agak jauh.

13306219911501647731
13306219911501647731

Kami juga ditawari untuk menelusuri ruangan bawah tanah yang di dalamnya ada 15 sel penjara. Kata guide-nya sih disana benar-benar gelap dan sedikit basah, karena itu kami harus menyewa sepatu boot seharga Rp.7 ribu untuk turun ke lorong bawah tanah, sekitar 2 meter dari permukaan. Entah karena kami terlalu cepat masuk Lawang Sewu atau petugas yang menjaga lorong bawah tanah yang terlambat, ketika kami sampai di sana lorong bawah tanah belum buka.

Setelah berkeliling dan di izinkan mengambil foto, petualangan malam itu pun selesai sudah. Ketika kami keluar Lawang Sewu tampak mulai banyak pengunjung yang datang. Katanya sih semakin malam semakin ramai.

Ok, cukup sampai di sini petualangan kami di Semarang, saatnya kembali ke Jogjaaaa. Bergegas dengan kaki yang lumayan pegel ke shelter bus JogloSemar. Hampir jam 9 malam bus kami meninggalkan Semarang. Jam 11.30 bus kami sampai Jogja, hemmm ga kerasa, soalnya tidur kecapekan hihihi

Sampai jumpaaaaaa Semaraaang...!!!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun