Mohon tunggu...
mona ^_^
mona ^_^ Mohon Tunggu... -

Chocolate lover | Travelling holic | Lovely alone

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi (Konsumen) Cerdas adalah Pilihan

24 Februari 2012   11:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:14 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Seringkali, yang disorot oleh media adalah produsen, distributor dan pedagang yang ‘nakal’. Meskipun ada unsure edukasinya, tetap saja yang lebih merasa ‘tersinggung’ adalah mereka. Konsumen lebih pada melihat, menjadi tahu dan (sebagian) berhati-hati.

Jarang sekali, media berusaha menyorot dari sisi konsumen ‘bandel’ yang tidak mau memilih untuk cerdas dalam konsumsi. Terutama konsumsi yang langsung berkaitan dengan diri/tubuh si konsumen. Padahal, produsen, distributor atau pedagang sudah mencoba untuk ‘berlaku baik’ dengan memberitahukan kepada konsumen.

Kalau kita terjun langsung ke dunia perdagangan, sekecil apapun. Dan kita berusaha untuk menjadi trusted seller, jujur dan berusaha menjaga, baik mutu barang, manfaat, efek dan kondisi barang yang diperjual-belikan. Sekaligus sedikit demi sedikit ingin mengedukasi konsumen, bukan dengan maksud menggurui, namun hanya berbagi. Akan sangat banyak konsumen yang memilih untuk tidak (mau) cerdas. Dengan berbagai alasan.

Kebutuhan bayi misalnya, saat konsumen akan membeli makanan bayi, pedagang bertanya berapa bulan umur bayi, ternyata masih belum 6 bulan. Kemudian pedagang menyarankan untuk tidak memberinya makanan terlebih dahulu sembari diberi sedikit penjelasan. Apa yang terjadi? Banyak konsumen yang ngotot dengan berbagai alasan, atau pergi kemudian keesokan harinya kembali dengan alasan membeli makanan bayi karena dititipi.

Kosmetik dan obat-obatan juga termasuk memiliki konsumen ‘bandel’ yang banyak. Masih saja mencari kosmetik dan obat-obatan illegal, palsu, bahkan yang dilarang oleh BPOM. Motifnya, selain murah adalah ‘khasiat’ yang lebih cepat terasa. Walaupun sudah dijelaskan berbusa-busa, konsumen tetap bergeming. Bahkan kadang sedikit memaksa agar pedagang menyediakan barang yang dibutuhkannya tersebut.

Berbagai makanan yang mengandung zat-zat yang berbahaya juga masih sangat sering dicari. Walaupun pedagang sudah memberi alternative makanan yang (insyaAlloh) aman karena pedagang tahu produsen dan proses produksinya. Dengan beragam makanan, dari camilan kriuk sampai berbentuk kue dan roti. Bahkan dengan harga bersaing. Konsumen tetaplah konsumen. Toh, konsumen yang memutuskan untuk membeli atau tidak.

Apakah hanya barang konsumsi? Tentu tidak… *ikut-ikut Sule*

Bahkan barang elektronik seperti kalkulator, lampu dan yang lainnya juga banyak konsumen yang mencari barang KW tapi maunya dengan kualitas sama dengan asli. Huhuw.

Ow, satu lagi. Ternyata perlu usaha dan perjuangan lebih untuk memasyarakatkan Go Green. Termasuk barang dan plastic belanjaan. Tidak mudah sodara-sodara, menjual barang-barang yang ramah lingkungan dan ramah tubuh (seperti produk organic).

Ya, pada akhirnya konsumen tetaplah raja. Konsumen lah yang berhak memilih apa yang akan digunakannya. Satu hal, jangan pernah lelah dan menyerah untuk saling berbagi informasi dan edukasi. Sekecil dan selambat apapun, tetap akan terasa dampaknya.

Salam Cerdas Menjadi Konsumen! ^_^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun