Mohon tunggu...
In Imanatun
In Imanatun Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga "keyakinan ialah tuntutan hidup, kejujuran merupakan investasi tertinggi"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa kabar Pendidikan dalam Proyek Politik?

16 Mei 2014   10:12 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:29 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebentar lagi akan kita hadapi yang namanya PEMILU, katanya sih, pesta demokrasi yang nantinya akan dihasilkan pemerintahan baru untuk periode 2014-2019. Para manusia berjas-politik ini akan memainkan pertunjukan politik yang pastinya menjadi sorotan publik, meski mereka sadar bahwa rakyat hanya memandangnya sebagai bagian dari sinetron yang muncul ditelevisi, tak ada mutunya, lah Cuma acting, apa sih yang akan mereka perjuangkan untuk rakyat. Pasti sebagian rakyat merasa bosan dengan figur maupun perannya yang menggarap dan meluncurkan “trailer” dalam penayangan kemelut politik untuk 5 tahun kedepan.

Kalau membicarakan tentang politik benar-benar tidak ada habisnya, tapi yang jelas coba kita lihat tentang kekrisisan Indonesia. Segala Aspek tengah krisis, mulai dari sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, pendidikan,  bahkan hingga Ideologi pun harus mengalami krisis. Lalu siapa yang akan disalahkan dan bertanggungjawab??. Tentu saja ini semua ada ditangan warga indonesia, entah karena kesalahan siapa, pasti nantinya hanya terus saling menuduh. Intinya kita semua harus bersama-sama membenahi. Lalu apa yang harus dibenahi terlebih dahulu?? Tentu saja jawabanya adalah “mencetak generasi yang cerdas, melalui pendidikan” semua berawal dari pendidikan untuk menjalankan apapun, apalagi ini menyangkut negara yang kita cintai, hanya pendidikan yang berkualitas yang mengawalinya sebuah perubahan.

Tentang pendidikan, lagi-lagi mengapa pendidikan kita tertinggal, bahkan bisa disebutkan memiliki peringkat terendah dunia. Meskipun, banyak anak-anak bangsa yang memenangi kejuaraan olimpiade sains, matematika,dll. Banyaknya anak bangsa yang menjuarai olimpiade jelas ini hanya kualitas individu saja, tidak bisa dikatakan menjadi penilaian kolektif seluruh anak-anak Indonesia. Lalu apa yang salah dengan ini, jika dikatakan dan diakui kualitas individu memang cukup bagus. Mungkinkah ini tentang pengelolaan pendidikan di Indonesia yang buruk?? Yah sepertinya memang itu jawabannya, bahwa pengelolaan pendidikan di Indonesia saya kategorikan “sangat buruk”, mengapa demikian?

Lagi-lagi tidak lepas dari kancah perpolitikkan, pendidikan kini telah dikuasai oleh permainan politik, misalnya saja adanya kurikulum. Kurikulum di Indonesia ini dikembangkan dengan model from the top-down dimana memiliki sifat sentralistik. Penerapannya menyeluruh, ditetapkan oleh pemegang kebijakan pendidikan. Nah, fenomena yang terjadi di Indonesia adalah proyek pergantian kurikulum yang dilakukan setiap pergantian pemerintahan. Sebelas kali kurikulum mengalami pergantian. Namun, tidak ada yang merupakan rencana capaian jangka panjang. Semuanya jangka pendek untuk tiap masa pemerintahan. Apakah pendidikan benar-benar terprogram untuk menjadi bahan proyek? Sudah rahasia umum lagi bahwa jawabannya adalah “iya”. Bagaimana pendidikan kita mau maju, jika belum ada rencana capaian jangka panjang, sedangkan kesenjangan masih menjadi momok yang tidak seharusnya diabaikan.

Mengenai kurikulum 2013 yang saat ini menjadi topik hangat dalam dunia pendidikan. Semua bisa memandang betapa tergesa-gesanya penerapannya. Sebagian besar belum siap untuk menggunakannya. Indonesia ini luas, bukan hanya pulau jawa, sekolah di Indonesia banyak sekali, bukan hanya yang bertopeng sekolah negeri, warga Indonesia banyak sekali, bukan semuanya kaum elite. Sangat disayangkan sekali, ini benar-benar tidak adil jika harus disamaratakan menggunakan kurikulum 2013. Apa pernah berpikir para pembuat proyek ini, bahkan mungkin kurikulum KTSP pun belum terjamah hingga pelosok negeri. Bagaimana nasib sekolah yang menyandang daerah 3T (Terpencil, Terluar, Tertinggal). Disana kekurangan pendidik dan tenaga pendidik, juga pendidik yang menyandang sebagai PNS pun berjumlah sangat kecil, sebagian besar mereka masih honorer. Bagaimana mereka bisa memenuhi kompetensi yang dibutuhkan untuk kurikulum 2013.

Mengutip dari materi seminar nasional kurikulum 2013 perspektif; ideologi, filosofi dan politik pendidikan di UIN suka, Bapak Darmaningtyas menuliskan “sebagai Tim Inti Pengembang, selayaknya saya mendukung penuh implementasi kurikulum 2013. Tapi karena basis kegiatan saya sehari-hari adalah seorang aktivis independen, maka meskipun saya bagian dari tim inti pengembang kurikulum 2013, tetp sah saja berpendapat dan bersikap kritis terhadap hasil pengembangan kurikulum baru, meskipun resikonya tidak dipakai lagi. Sejak oktober 2013 penulis sudah tidak pernah diundang rapat-rapat lagi untuk pembahasan implementasi selanjutnya”

Dari wacana diatas dapat kita simpulkan bahwa siapa yang mengkritik terhadap proyek mereka, rapat selanjutnya harus siap untuk tidak diundang untuk rapat lagi. Wah terlihat jelas, betapa ngerinya pendidikan jika masih dikelola oleh pihak-pihak yang hanya menginginkan proyek beserta keuntungan lain. Menurut beliau, penyusunan kurikulum berbarengan dengan pembuatan buku-bukunya. Ini menunjukkan ketidak efektifan dan ketidakmatangan rencana perubahan kurikulum, ini sangat tergesa-gesa. Bahkan pernah terjadi pembuatan silabus mengikuti materi pada buku, jadi terbalik yang seharusnya bukulah yang seharusnya berdasar/mengikuti silabus.

Kurikulum 2013 belum bisa diimplementasikan secara utuh, seharusnya bertahap, perubahan kurikulum harus melalui proses perencanaan yang matang. Indonesia membutuhkan rencana matang untuk jangka panjang, bukan proyek bergengsi diantara pemangku kebijakan. Harapan kedepan semoga pendidikan Indonesia dapat lebih baik, dan tidak ada pergantian kurikulum lagi untuk pemerintahan besok, karena kurikulum 2013 masih sangat berat untuk diimplementasikan. Semoga pemangku kebijakan pendidikan besok lebih bijak dalam mengelola pendidikan di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun