Dalam samudera jiwa, ada syair rindu dari rinai awan yang berkaca-kaca. Gerimis di atas atap begitu apik, hingga sekujur tubuh merasa sangat tertarik. Ku tuliskan sebuah cerita tentang cinta segitiga, sederhana namun memendam banyak tanya. Apa kabar? Sebuah tanya yang kini jawabannya hanya menjadi harapan baik dalam doa.Â
Jika takdir ini memang tidak bisa lagi satukan kita. Maka tolong ajari aku rasa ikhlas paling tulus, paling serius. Sebab kau tahu melepaskanmu adalah keterpaksaan yang aku pura-pura usahakan. Setidaknya aku sudah menepati janjiku tidak meninggalkanmu, walaupun pada akhirnya akulah yang tertinggal.
Kini ku lambaikan tangan-tangan perpisahan, di tapal batas tatapan dan penantian. Bagaimana mungkin aku pergi jika bayanganmu masih saja menghiasi mimpi? "Kekasih, aku tidak takut pada patah hati, tapi pada apa yang diberikannya." Selalu ada kecewa, selalu ada air mata dan pasti ada hati yang terluka.Â
Kepada segala luka, semoga kabar baik segera menyapa karena kita manusia sekuat apapun pasti ada titik lelahnya. Mencintaimu, mengapa aku sebegini hancurnya? Padahal engkau adalah rasa yang tak ingin aku akhiri. Pergilah sejauh mungkin, sampai kamu sadar siapa yang mencintaimu paling sabar.
Aku bahkan merindukanmu sekarang tapi hanya kenangan yang akan menyimpan cerita kita seperti tetesan hujan kembali membekas di ujung untaian kata. Terimakasih sudah pernah hadir dan menjadi peran penting dalam hidupku. Mungkin inikah suratan takdir, kisah kita harus berakhir. Hadirmu laksana secercah cahaya, yang memberikan sinar di dalam gulita. Apakah kita selesai tanpa memulai? Untukmu, rindu yang belum selesai tapi kau sendiri sudah memilih mengakhiri.
Dan ikhlas itu membuat luka dan tidak merasa terluka. Kuatkan setiap rongga dada, aku ingin melihatmu bahagia mendekap masa. Ada tempat yang lama kuhindari, dimana luka dan keheningan berkumpul. Mungkin aku menjadi cerita buruk di kehidupanmu, namun bagiku Kekasih, engkau adalah halaman terindah dalam kisahku. Aku mencintaimu habis-habisan, tapi kau membalasku dengan penuh tangisan. Bukan tangisan, perihalmu akan kukenang dengan senyuman. Karena aku tak ingin merusak semua tentangmu yang masih tertinggal di ingatan. Untukmu, aku pernah menjadi orang yang paling cemas, namun akhirnya aku menjadi orang yang paling ikhlas.
Bila malam dapat bertanya, hubungan ini apakah kita rawat dengan cinta ataukah hanya sekedar singgah? Dan bila sunyi dapat bercerita sekali lagi, pasti dia akan berkata; aku merindukanmu. Perihal kehangatan, ketenangan juga tentang diri ingin tetap berdiri tuk melawan sepi. Tapi kita kembali lagi menjadi orang asing yang memiliki sejuta kenangan. Aku menulis karena aku tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan rasaku untukmu. Dan ketika aku membaca kembali apa yang aku tulis, baru aku sadari perasaanku begitu dalam, cintaku tak biasa. Terima kasih telah menyadarkanku, dan aku akan menjauh darimu. Ya, aku rindu, tentangmu, tentang kita, dan semuanya yang menyangkut dirimu. Terimakasih untukmu yang singgah tapi tak sungguh.
Ternyata benar, mendingan kita tidak usah berkenalan dari awal. Karena pergimu membunuh sebagian tawaku. Lalu apakah cinta segitiga adalah ungkapan nyata dengan luka yang menganga? Dan mungkinkah kita hanyalah cerita-cerita singkat yang diberi umur panjang oleh ingatan?Â
Kini, aku melangkah di tengah waktu yang tak kunjung berhenti. Menerobos perpisahan yang tak pernah ku inginkan ini. Maaf, telah membuatmu berat hati, juga rindu yang lambat-laun akan sirna lalu mati. Antara kau dan aku, melenyapkan sebuah kisah. Namun, bagiku semuanya indah memberi cinta, memberi cahaya. Untuk ikhlas yang tak pernah direncanakan, kini telah dirayakan. Aku ikhlas melepaskanmu menemukan bahagiamu.
-Kupang, 2024 (Kamar Kost)