Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Syarwan Edy, sangat suka dipanggil dengan nama bang Paji. Si realistis yang kadang idealis | Punya hobi membaca, menulis dan diskusi | Kecintaannya pada buku, kopi, dan senja | Didewasakan oleh masyarakat dan antek kenangan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masyarakat Setengah Neoliberalisme?

4 April 2023   21:16 Diperbarui: 4 April 2023   21:38 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Milik pribadi

Jika ilmu pengetahuan modern relatif terlambat menemukan kelenjar penial, orang-orang kuno sudah pasti mengetahui tentang hal itu jauh lebih awal, dan juga percaya bahwa mereka paham akan kegunaannya.

Terhapusnya Acuan Dasar

Apropirasi (Menjadi milik diri) atau pemahaman diri ini menandai pertemuan antara dunia yang disarankan oleh teks (iklan, buku, regulasi dll) dan dunia konkret pembaca dan penafsir. Sebagai masyarakat yang di didik dari lewat pendidikan formal, setidaknya kita pernah menjalani pertemuan dua dunia atau sering disebut sebagai proses peleburan diri. 

Zaman ini ditandai dengan era simulasi yang dimulai dengan terhapusnya acuan-acuan dasar masyarakat Indonesia, terlebih pada regulasi yang dibuat sebagai pedoman berfikir dan bertindak. Akibat dari itu adalah timbulnya bentuk-bentuk konkret penolakan terhadap berbagai kekuasaan, baik kekuasaan "Demokratis Murni" maupun "Demokratis interventif". 

Menghilangnya acuan-acun dasar tersebut berupa nilai dan norma yang terkandung didalam teks konstitusi maupun agama dipengaruhi oleh masuknya gelombang ideologi luar yang tidak mampu dibendung oleh beberapa negara berkembang seperti Indonesia sebagai upaya intervensi melalui cara-cara yang modern, menjadikan masyarakat Indonesia berjalan tanpa arah karena kuatnya pengaruh ideologi dalam memberikan batasan signifikan bagi negara.

Apakah Kita Neoliberalisme?

Sejak awal peralihan dari orde lama ke orde baru lalu reformasi, neoliberalisme dianggap sebagai sebuah jalan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan perkembangan ekonomi negara. Namun faktanya justru berbanding terbalik. Alih-alih demi menarik perhatian investor asing, negara pun merelakan kesejahteraan masyarakatnya. 

Pada tahun 1998, neoliberalisme mulai menampakkan dirinya melalui pintu IMF. Misalnya, yang dilakukan pada awal 1998 di mana lewat dana IMF digelontorkan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp. 140 Triliun tetapi dipakai untuk membiayai capital flight melalui transaksi derivatif, yang jumlahnya seperti diakui oleh IMF, Rp. 20 triliun. 

Stiglitz, salah satu pengkritik IMF mengatakan bahwa jika ekonomi suatu negara turun semestinya kebijakan moneter dan fiskal dilonggarkan, sebagaimana terjadi di Amerika dan Jepang tahun 30-an tapi ketika IMF menghadapi soal yang sama, tambah negara dianjurkan untuk melakukan pengangkatan yang justru makin memperdalam krisis. 

Lalu bagaimana dengan sekarang? Jawabannya telah kita lalui saat kita ditimpa musibah COVID-19 yang memaksakan negara harus berhutang. Mungkin saja akan lebih jelasnya kita temui pada pembangunan IKN Indonesia. 

Seperti yang disampaikan oleh CNN tertanggal 9 Maret 2023 bahwa Presiden Indonesia Pak Joko Widodo memberikan insentif berupa pembahasan pajak penghasilan (PPh)badan bagi perusahaan asing yang mau memindahkan kantornya ke ibukota negara (IKN) Nusantara yang memiliki potensi bebas pajak bagi perusahaan asing. Investasi bagi pemindahan ibukota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan tentunya membutuhkan biaya yang besar. 

Untuk total dana yang diperlukan pembangunan IKN tersebut mencapai Rp. 500 triliun. Sebanyak 20% dari biaya itu menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). 

Ada potensi negara yang tertarik berinvestasi di IKN yaitu Uni Emirat Arab, China, Korea Selatan, dan Taiwan serta beberapa Negara Eropa. Dengan adanya investasi asing ini, tidak serta-merta berkutat pada pembangunan IKN Indonesia, melainkan ada hal yang di masukan sebagai misi neoliberalisme. 

Kembali ke Pasar

Doktrin neoliberalisme yang paling utama adalah pasar merupakan penguasa. Perusahaan swasta dapat dengan bebas untuk mengatur upah yang tidak sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini terjadi yaitu untuk menarik investasi asing di dalam negara, walaupun memberi dampak pada sosial dan terutama pada kesatuan buruh. 

Namun neoliberalisme menekankan pada wilayah pemerintah tidak mempunyai kontrol pada upah minimum (UMR) yang harus dibayar oleh perusahaan kepada buruh yang bekerja. Ditambah lagi dengan perusahaan swasta asing yang sudah semakin banyak di Indonesia seperti Unilever (makanan, minuman, kosmetik, dan kebersihan). 

Danone (air minum kemasan dan nutrisi medis). Sampoerna (rokok dan tembakau). Astra Internasional (otomotif, infrastruktur, dan keuangan). Marriot International (perhotelan). MayBank (perbankan). Medco Energi (minyak dan gas bumi).

Toyota (otomotif). L'Oreal (kosmetik dan kecantikan). Exxon Mobil (minyak dan gas bumi). Shell (minyak dan gas bumi). CIMB Niaga (perbankan). Air Asia (maskapai penerbangan). Petronas (minyak bumi dan gas). Nestle (bahan konsumsi seperti susu, cokelat, dan lainnya). LG Electronics (barang-barang elektronik. Samsung (barang-barang elektronik). 

Newmont Nusa Tenggara (pertambangan). Newmont Minahasa Raya (pertambangan). Beberapa perusahaan asing yang sudah cukup lama berdiri di Indonesia ini, berkemungkinan akan menjadi investor untuk mendukung pembangunan IKN Indonesia di Kalimantan tetapi dengan beberapa kemauan mereka yang sekiranya dapat terjadi. 

Jika terjadi, secara langsung komponen kehidupan masyarakat akan bergerak berdasarkan instruksi tertulis (deregulasi) ala Neoliberalisme. Deregulasi ala Neoliberalisme adalah mengurangi peraturan pemerintah untuk mencapai tujuan perusahaan swasta atau asing yang mendapatkan keuntungan berlebih adalah bagian dari tekanan intervensi Neoliberalisme liberalisme terhadap partisipasi mereka dalam negara berkembang. 

Oleh karena itu, pemerintah tidak memiliki kekuasaan untuk mengatur terlebih lagi mengeluarkan peraturan untuk mengatur tentang keberadaan neoliberalisme. 

Dengan demikian, pasar akan menjadi penguasa sesungguhnya yang bisa mengatur segala sektor kehidupan masyarakat bahkan yang paling intim sekalipun serta akan menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai dan norma-norma dasar yang berlaku seperti adat, kebudayaan dan agama. 

Proteksi rakyat kecil akan hilang?

Neoliberalisme adalah ideologi yang menginginkan penghapusan segala bentuk proteksi/hambatan bagi perdagangan dan investasi internasional, dan menghapuskan berbagai bentuk subsidi perlindungan negara terhadap rakyat kecil. 

Akibat krisis kapitalisme internasional sehingga mengakibatkan perang modal dan usaha efisiensi besar-besaran. Pengurangan peran negara dalam konteks Neoliberalisme adalah pengurangan peran negara dalam melindungi ekonomi lemah, bukan pengurangan peran negara yang represif. 

Kita dihadapkan dengan pro kontra perdebatan Indonesia sebagai tuan rumah ajang Piala Dunia U-20 dengan berbagai alasan baik politik, agama maupun tragedi Kanjuruhan Malang yang telah menemukan hasil bahwa status Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia U-20 telah dicabut dan dipindahkan ke Argentina. 

Banyak orang ramai menaruh simpati, empati bahkan penolakan tentang hal tersebut. Seiring dengan hal tersebut, kita dialihkan secara langsung dari hal-hal urgen yang mestinya menjadi pokok utama negara ini, yaitu memberantas kemiskinan untuk mencapai kesejahteraan. Sudah banyak pengalihan yang dilakukan oleh pemerintah. 

Orang beramai-ramai melupakan undang-undang Cipta Kerja yang sekiranya hanya diperhatikan oleh BEM Universitas Indonesia dan beberapa BEM di Bengkulu, selebihnya orang lebih ramai pada Piala Dunia U-20. Hal semacam ini adalah bagian dari kesuksesan neoliberalisme dalam menjalankan misinya di Indonesia. 

Proteksi terhadap rakyat kecil diabaikan oleh negara dan masyarakat. Kita di kecohkan oleh problem Piala Dunia U-20. Menurut Agam Wysphi dalam matinya seorang petani menyebutkan bahwa "Mereka yang berkuasa tapi menindas rakyatnya harus turun tahta sebelum dipaksa!". Kalimat ini terbilang keras, namun begitulah kalimat yang tepat untuk mewakili ketertindasan tersebut. 

Konsentrasi yang besar mestinya diarahkan pada daya proteksi terhadap rakyat kecil. Kekuatan harus dikerahkan kepada problem nasional. Bagi Karl Marx, persoalan ekonomi adalah kunci utama sebuah negara. Apakah kita sedang menanti peralihan kekuasaan pada kelas yang berbeda pada tahun 2024 yang akan datang untuk meningkatkan proteksi terhadap rakyat kecil?.

Oleh: Sabri Hidayatullah

-Kupang, 4 April 2023


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun