Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Syarwan Edy, sangat suka dipanggil dengan nama bang Paji. Si realistis yang kadang idealis | Punya hobi membaca, menulis dan diskusi | Kecintaannya pada buku, kopi, dan senja | Didewasakan oleh masyarakat dan antek kenangan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sepotong Senja untuk Mama

30 Januari 2023   19:22 Diperbarui: 30 Januari 2023   19:25 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Sumber Foto : milik pribadi"

Seusai hujan kali ini, ada banyak rindu yang kehilangan arti. Sunyi dan teduh, tersesat lalu hampa di setiap langkah. Terpaku di tengah rasa rindu, segala keluh mengadu tanpa rasa ragu. Di langit pagi hitam berduka, musim semi senyum dan sendu mengucapkan selamat tinggal untuk dirinya sendiri. Hening pada cuaca, memeluk resah hingga rela menyiksa rasa diujung asa.

Aku tidak pandai merangkai kata, tetapi aku ingin bercerita tentang sesosok kisah. Aku tak pandai melukis, tetapi aku ingin melukiskan senyum indah di wajah semesta. Ku uraikan segenap rasa, melihat ribuan iba yang renta di makan usia. Dalam lubuk hati paling dalam, sinar cintamu kan ku kenang selalu meskipun aku di koyak-koyak oleh masa lalu terluka parah.

Mama, manusia yang paling berjasa dalam hidupku. Mataku merekah, merangkul ringkih di kepala dengan segala rasa yang tertawan pekat di pelukan keheningan. Mengenangmu dalam setiap hariku dan menitipkan rasaku pada sang pencipta layaknya taman bunga yang kusiram dengan doa-doaku berharap bersemi dan berkembang suka ria.

Mama, engkau adalah ibuku.

Mama, engkau adalah pelita cahayaku.

Mama, engkau adalah guru terbaikku.

Mama, engkau adalah segalanya bagiku.

Aku bawakan sepotong senja untuk Mama, abadi di dalam sanubari tak pernah habis di telan waktu. Senja ku petik dari taman surgawi, setelah malaikat sedang tidur kepayangan di pembaringan duka, menghadirkan seribu bahasa bisu penuh pilu dalam keremangan malam.

Di bawa payung malam, hujan tak kunjung reda menghujam sepi. Sedangkan di atap-atap rumah, ada rindu yang belum selesai di seduh sebuah tangis lalu ikhlas tenggelam dalam kenang. Inginku memetik impian, meraih harapan ranum dan manis untukmu perempuan tangguh dalam rumah yang bermandikan luka perih dan berlumuran rasa sakit namun masih tetap menghadirkan suguhan tawa, kasih sayang yang tulus, luar biasa.

Baca juga: Rindu Masakan Mama

Aku akan ingat selalu apa kata Mama sebelum udara yang dingin jatuh di lekuk tubuh "Nak, ceritakan kepada Tuhan meski yang bisa kau berikan, suguhkan hanyalah air mata."

Mama, aku mengunjungi matamu kala fajar tengah redup, mengambil alih pengelihatanmu tentang tanggung jawab yang engkau emban selalu. Berharap suatu hari nanti aku bisa sekuat hati dan jiwamu. Mama, aku tak sebegitu pandai mencintaimu, menjagamu dari terik matahari 

tapi jika tidak ada engkau di sisi lagi aku hanyalah seonggok daging yang pandai bicara perihal omong kosong.

Di langit telah kutitipkan rinduku, di laut dalam telah kutaburkan benih cinta untukmu paling tulus, di air yang jernih, di sungai-sungai yang mengalir, di titik-titik embun yang mencumbu mekar bunga, di angin, di awan serta di telapak kaki Mama jualah aku titipkan surgaku.

Rangkaian kata, terkisah dalam prosa lalu menjadi bait di tiap-tiap doa. Akhirnya aku tahu, aku adalah seorang yang di peluk nestapa yang tiada habisnya. Dan aku adalah anakmu, menjadi saksi perihnya mencintai dan pernah juga bersembunyi di balik hujan atas air yang menggenangi pipi lalu kantuk bercanda dengan isi puisi.

Oepura, 30 Januari 2023

Oleh : Paji Hajju

(Masyarakat sekaligus antek kenangan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun