Watohari dan kegelisahan
Â
Sajakku tak seberapa bila dibandingkan Segala yang ada padamu Watohari,
Sajakku mungkin tak bisa menembus uluh Hatimu yang dalam dan tenang didalam Sana; ada duka, lara, pilu, air mata, dan tawa Bahagia. Paling menoreh adalah raungan rindu, dibentangkan oleh jarak, diperlambatkan oleh waktu dan didewasakan oleh kenangan.
Dan untuk yang sudah memiliki jangan berusaha cukup doakan saja yang terbaik.
Sajakku adalah sajak isi hati,
Sajakku adalah sajak kerinduan,Â
Sajakku adalah sajak temu kangen,
Puisiku tak akan pernah padam bila kau terus saja menangis, tersedak, dan meninggalkan kenangan yang sangat menyedihkan,
Puisiku lahir dari keresahan-keresahan yang kau derita, Watohari.
Dalam tulisan kita abadi, dalam ingatan kita dikenang.
Hai Watohari, apa kabar?
Sapaan rindu yang tak berkesudahan,
Ingin memeluk dan merangkul menghabiskan kisah walau sedikit pelik.
Hai tana kelahiran, apakah aku harus pulang menujumu?
Biar kita sama-sama menyaksikan pertontonan yang menggelikan dan menjijikkan.Â
Apakah aku selalu menahan serta menopang rindu seperti ini?
Agar segala tentangmu bisa terbalas tuntas dengan zona pertemuan.
Aku tak ingin dendam hanya gara-gara rindu Watohari.
Hai Watohari, dikau baik-baik saja kan?
Apakah ada yang perlu engkau sampaikan?
Ada gerimis belum saja reda? Atau bahagia yang kau pura-pura?
Kalau ada ya silahkan, jika luka dan berurai air mata yang engkau sampaikan,
Maka kupastikan aku akan bertanya sampai ke pada akar-akarnya. Tak takut dan sangat berani.
Siapakah biangkerok dibalik luka yang kau derita itu?
Untuk apa berbuat seperti itu?Â
Kemanakah mereka?Â
Takut, kabur, dan hilang?Â
Hehe, pecundang! Haha basi!
Aku tak mau kau sendiri dalam keramaian namun terasa sepi, dalam ruang-ruang lampu orang-orang memuja nafsu, dalam gelap dan pekatnya malam mulai cari mangsa dan sensasi. Sendiri itu menakutkan. Dan menyakiti perlu dipertanyakan kewarasannya.
Jangan pernah melahirkan dan meninggalkan kenangan yang membunuh akal sehat. Tetap waras dan tebarkan kebaikan tanpa harus ada kamera.
Bisa kan? Ya dibuat bisa.Â
Dirumah ibadah juga kami masih saja saling menghakimi, tolong maafkan kami ya Tuhan.
Bagaimana dengan yang lain sedangkan bercinta dengan-Mu saja kami masih belum khusyuk. Karuniai kami hidayah.
Watohari tana kelahiran beta, jika bahagia dan senyuman manis yang sedang kau alami dan sekarang.
Aku akan pulang menemuimu dan berbisik di telinga cantikmu, mengusap bibir merah meronamu, memeluk tubuhmu,Â
dan berkata :Â
"Pertahankan, perlambatkan, aku, dia, kami serta mereka akan mencintaimu tiga puluh ribu tahun lagi."
Mencintaimu dengan sepenuh hati, menjagamu dengan penuh rasa tabah.
Meskipun ada saja yang berpura-pura menghadirkan tawa dan melebur lalu menghilang tanpa rasa sesal dan bersalah.
Watohari, saat aku meninggalkanmu mengira kesedihanku akan tertinggal disana.
Asal kau tau rupanya dia ikut ke mana aku pergi, kesedihan menari ria didalam agan bayangku tentangmu,
Dan ku tau pasti kesedihan itu parasit. Percayalah.
Watohari adalah mahakarya terbaik dari alam semesta. Jadi, rawat dia dan jangan membuatnya berurai kan air mata.
Petuah orang tua "Mei durru worak wakon" Jangan pernah lupa tana kelahiran beta (Watohari).
Oleh : Syarwan EdyÂ
(Kupang, 15 Januari 2022)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI