Mohon tunggu...
Jack Febrian Rusdi
Jack Febrian Rusdi Mohon Tunggu... Dosen - PhD bidang ICT. Dosen dan Peneliti

Lecturer in Universitas Teknologi Bandung (UTB), Phd ICT of Universiti Teknikal Malaysia Melaka (UTeM), and Student of Psychology in Bandung. Indonesian Tourism Journalist Association (ITJA) and Indonesia Marketing Association (IMA). Founder of Bandung Awards. Lecturer and Author of Information Technology books.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Tidak Perlu Audit Sirekap KPU, Hentikan! Serahkan pada UI, ITB, UGM, atau Tel-U

21 Februari 2024   08:25 Diperbarui: 21 Februari 2024   08:46 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penghitungan suara manual di lapangan setelah pemilihan oleh masyarakat pada pemilu 2024 (dokpri)


Dalam menghadapi tantangan pemilu, integritas data menjadi krusial. Namun, apakah audit Sirekap KPU masih relevan? Ide yang pertama kali muncul di media, seperti yang penulis sampaikan di Kompasiana, mengenai audit Sirekap 2024, beberapa hari berikutnya segera memicu perdebatan luas. 

Namun, saat ini, masanya sudah lewat, kita perlu mempertanyakan keefektifan proses audit tersebut. Fakta di lapangan sudah banyak menemukan celah rusaknya sistem pelaporan perhitungan suara. Fungsi audit sudah berjalan di masyarakat secara natural. Dan sudah ditemukan kejanggalan sistem.

Sistem yang digunakan oleh KPU tidak hanya krusial, tetapi juga berpotensi membahayakan. Perbandingannya dengan sistem perbankan mengungkapkan perbedaan esensial: data pemilu adalah kebutuhan bangsa, perjuangan rakyat, dan fondasi masa depan negara. Banyak pihak yang berkorban untuk keberhasilan pemilu, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Ketika data rekapitulasi tidak sesuai dengan yang diharapkan, itu bukan hanya masalah kegagalan teknis. Hal itu bisa menjadi sumber ketidakpercayaan yang merusak demokrasi itu sendiri. KPU, sebagai lembaga yang dipercaya untuk mengakomodasi proses demokratis, harus mampu menjaga integritasnya.

Pemilihan Umum adalah tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, jika KPU menghadapi kendala dalam mempersiapkan dan menjaga keamanan sistemnya, mengapa tidak mempertimbangkan untuk melibatkan institusi-institusi pendidikan seperti UI, ITB, UGM, atau Tel-U? Mereka memiliki sumber daya dan keahlian untuk menangani tugas ini tanpa membebani anggaran negara dengan nilai yang besar.

Banyaknya komplain tentang rentannya sirekap KPU, membuat sirekap harus dihentikan. Berbahaya jika dilanjutkan. Jika dianalogikan dengan mesin ATM, akun yang bersaldo 200k bisa menarik 300k itu berbahaya, harus dihentikan, tidak ada celah mengedit untuk kasus yang krusial. Sistem harus handal.

Klaim KPU bahwa sistem mereka sudah sesuai standar Kominfo malah menjatuhkan Kominfo sendiri. Apakah separah ini standardnya? Ini merupakan tantangan bagi kominfo dan bisa berpotensi membuat masyarakat jadi ragu dengan berbagai standard yang diterapkan di negara ini, gara-gara parahnya kehandalan Sirekap yang telah distandarisasi oleh Kominfo

Pada akhirnya, tujuan kita adalah pemilu yang adil dan jujur, bukan hanya untuk kepentingan kelompok tertentu. Jika ada potensi kecurangan atau kesalahan dalam pemrosesan data, tindakan harus diambil dengan cepat dan tepat. Dan jika itu berarti menghentikan audit Sirekap KPU dan mengalihkan tugas tersebut kepada pihak yang lebih mampu, maka itu adalah langkah yang perlu dipertimbangkan atau harus dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun