Mohon tunggu...
00000
00000 Mohon Tunggu... Guru - 00000

00000

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Belajar dan Membunuh

25 Februari 2024   13:12 Diperbarui: 25 Februari 2024   13:31 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Y. B. Inocenty Loe

Belajar itu, pembunuhan terhadap bagian penting jati diri. Membunuh cara berpikir sesat, meregenarasi kreativitas dan inovasi, bisa juga menghidupkan kembali inspirasi dan motivasi. Untuk bisa terus bertahan dalam konflik kehidupan, hanya ada dua pilihan: pasrah pada kematian atau mati untuk hidup kembali.

Benar, kata kakek pemulung, belajar itu pembunuhan terhadap bagian penting jati diri. Waktu itu, di pinggiran TPS (Tempat Pembuangan Sampah), kutemukan diriku bersama kakek asik masyuk bercerita tentang sampah dan pesan kehidupan. Sesekali bau busuk sisa makanan warung bercoloteh tentang manusia serakah, tidak tahu terima kasih. Lain lagi, lalat-lalat berkerumunan, seperti para cukong gosip, kerjaannya melahap nama busuk orang.

Tidak heran, kakek ini dijuluki si tukang sampah. Menurutku tukang sampah lebih mulia dari sampah pengosip. Mana yang lebih mulia terlahir sebagai sampah atau si tukang sampah. Kakek pemulung, merapikan sampah masyarakat. Dipilahnya yang baik dari yang busuk. Botol air mineral dipilahnya dari sampah yang tak berguna. Untuk ditukarkan dengan uang.

Baca juga: Solo dan Kupang

Sambil melirikku, kakek bilang, "aku ini tukang sampah tapi bukan sampah masyakarat. Bajuku kotor tetapi tidak sekotor mulut para penggosip. Aku bau tetapi beraromakan cinta dan perhatian. Anak muda seperti kau harusnya belajar. Belajar itu bukan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan. Belajar itu, niat membunuh jati dirimu. Lihat aku ini nak, terlalu banyak belajar. Bahwa sampah itu kotor, tetapi jangan pernah jadikan dirimu sampah. Meski bau, kau selalu punya pilihan jadi wangi-wagian. Aku belajar untuk membunuh egoku. Aku belajar membunuh rasa gengsiku. Aku belajar untuk menjadi cinta yang mekar di sepanjang waktu dan musim. Nak, kau musti belajar bukan untuk pintar tetapi untuk hidup secara baru. Tiap kali pengang buku, ingat untuk membunuh dirimu."  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun