Awal 2022 lalu, Mendikbudristek Republik Indonesia meluncurkan kurikulum merdeka yang dianggap lebih ringkas, sederhana dan fleksibel untuk bisa mendukung learning loss recovery akibat pandemi Covid-19 dan juga untuk mengejar ketertinggalan Pendidikan Indonesia dari negara-negara lain.
Tentu saja, apapun model dan jati diri kurikulum selalu bertujuan untuk mencapai cita-cita pendidikan Indonesia yang secara sederhana dapat diinspirasikan sebagai belajar pengetahuan untuk mengasah keterampilan dan membentuk karakter.
Sejak kemerdekaan Indonesia hingga saat ini sudah ada 11 kali pergantian kurikulum. Yang terbaru adalah pergantian dari kurikulum 2013 menuju kurikulum merdeka. Meskipun kurikulum merdeka dianggap sebagai jawaban untuk mengatasi persoalan pendidikan Indonesia, haruslah dicatat bahwa setiap kurikulum memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Terlalu naif jika mengatakan bahwa kurikulum merdeka akan berjalan tanpa kendala. Begitupun terlalu terburu-buru jika mengamini bahwa kurikulum ini penuh dengan persoalan dan ketimpangan.
Di sisi lain, harus disadari bahwa fakta membuktikan bahwa ada begitu banyak persoalan yang terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia. Mulai dari masalah kurikulum yang kompleks dan membingungkan, rendahnya prestasi siswa, pembelajaran yang monoton, kesejahteraan guru yang memprihatinkan dan masih banyak lagi (Kurniawati, 2022).
Berhadapan dengan situasi seperti ini, setiap elemen yang menaruh perhatian terhadap pendidikan Indonesia diwajibkan untuk mencari solusi terbaik. Solusi ini diharapkan bukan hanya menyelesaikan persoalan tetapi yang terpenting adalah mendorong sekuat mungkin peningkatan kualitas pendidikan Indonesia.
Pada titik ini, solusi-solusi tersebut harusnya dihasilkan melalui sebuah metode dan pendekatan ilmiah. Sehingga, tidak bersifat momentum untuk kepentingan tertentu tetapi bersifat radikal, menyelesaikan persoalan sampai ke akar-akarnya.
Tulisan ini, akan memberikan beberapa metode ilmiah dalam pendekatan sistem yang dapat dipakai untuk menyelesaikan persoalan. Pendekatan-pendekatan ini diharapkan mampu memberikan solusi dalam pemecahan masalah pendidikan Indonesia.
A.Ilustrasi
Sebelum memahami lebih jauh bagaimana cara kerja berbagai pendekatan yang dapat dipakai untuk memecahkan permasalahan dalam dunia pendidikan Indonesia, ada baiknya sebagai pengantar diulas empat cerita ilustrasi.
Cerita-cerita ini dapat membantu untuk memahami urgensi dan efektifitas sekaligus memberikan dasar alasan mengapa perlu dipakai sebuah pendekatan sistem dalam menyelesaikan berbagai persoalan pendidikan.
1. Menteri Pendidikan (Keputusan Sistemik)
Seorang Menteri Pendidikan melakukan perjalanan ke Eropa Barat dan Amerika Serikat. Di sana, Ia juga sempatkan waktu berkunjung ke beberapa sekolah. Saat kunjungan, ia menemukan bahwa para siswa tidak hanya difokuskan untuk belajar pengetahuan yang sifatnya teoritis. Tetapi mereka diajarkan juga keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dunia saat ini. Begitu terkejutnya ia, karena menemukan bahwa sekolah ini memiliki sistem yang komprehensif, sistem ini sangat cook untuk negaranya. Akhirnya, sang Menteri berkomitmen untuk menerapkan sistem sekolah komprehensif ini di sekolah-sekolah di seluruh negerinya.
Dalam kaca mata pendekatan sistem, keputusan sang Menteri ini tidak bisa dibenarkan. Mengapa? Tentunya, karena tidak ada sebuah pendekatan yang sistemik dalam membuat keputusan.
Dalam mengambil keputusan, sang Menteri harusnya mempertimbangkan apakah sekolah komprehensif tersebut dibutuhkan oleh pendidikan di negaranya? Apakah dapat menyelesaikan berbagai persoalan pendidikan yang dihadapi? Apakah model komprehensif mencerminkan situasi dan kondisi pendidikan di negaranya?
Dalam konteks ini, keputusan seorang Menteri harus didasarkan pada lima hal: 1) Masalah-masalah yang dihadapi oleh negaranya, 2) Tujuan sistem pendidikan di negaranya, 3) Sumber dan kendala yang dihadapi negaranya, 4) Mempertimbangkan semua alternatif cara memenuhi kebutuhan dinegaranya sendiri dan 5) Mengadakan ujicoba terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan akhir.
Dengan ini, dapat disetujui bahwa keputusan untuk menetapkan kurikulum atau sistem pendidikan tidak bisa lahir rasa suka atau tidaknya tetapi selalu berdasarkan pendekatan yang sifatnya sistemik dan ilmiah.
2. Ibu (Pertimbangan Hierarkis)
Di hari ulang tahun suaminya, seorang ibu pergi ke pasar membeli telur, daging ayam, daging sapi, sayur-mayur dan buah=buahan. Ia berencana membuat kejutan bagi sang suami dan mengundang rekan terdekat.
Sepulangnya dari pasar, ia mulai membuat bolukukus, kue kesukaan sang suami. Dicampurnya tepung gandung, telur dan mentega. Ketika hendak memasukkan bumbu masak, ia kebingungan karena bumbu tersebut tidak ada.
Setelah mencari ke mana-mana ia teringat kalau tidak memasukkan bumbu masak tersebut ke dalam daftar belanjaannya. Karena kurang bumbu, ia berhenti membuat bolu kukus dan putuskan membuat spageti. tetapi setelah memasukkan daging sapi ke dalam panci, ia berhenti karena lupa membeli saus tomat. Berhadapan dengan situasi ini, ia mulai mempertimbangkan inisiatif untuk menyelenggarakan acara kejutan bagi sang suami.
Cerita di atas menunjukkan bahwa sang ibu tidak memiliki perencanaan yang baik untuk menyusun kebutuhan apa yang diperlukan untuk menyelenggarakan acara ulang tahun sang suami. Jelas sekali bahwa cerita ini menegaskan betapa pentingnya sebuah pendekatan sistem dalam kehidupan.
Pendekatan sistem nyata dalam usaha merumuskan apa yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan acara kejutan ulang tahun. Setelah mengetahui apa saja yang dibutuhkan, rumuskan tujuan yaitu masak bolukukus dan spageti.
Selanjutnya pertimbangkan sumber dan kendalanya; bahan apa saja yang dibutuhkan untuk membuat masakan tersebut dan menentukan waktu yang tepat untuk pergi ke pasar dengan mempertimbangkan kapan waktu pulang dari pasar, kapan waktu memasak, kapan acara kejutan mulai. Juga dapat dipertimbangkan biaya yang diperlukan untuk penyelenggaraan acara tersebut.
Pendekatan sistem nampak dalam cara berpikir hierarkis, step by step namun merangkum keseluruhan yang ada.
3. Direktur Penataran Guru (Keputusan Prosedural)
Seorang direktur penataran guru berinsiatif untuk menyelesaikan persoalan terbatasnya tenaga guru di pedesaan. Solusi yang ia tawarkan adalah menghasilkan lulusan guru dua sampai tiga kali lipat.
Dengan bantuan dana dari donatur dan komitmen yang teguh, akhirnya selama empat tahun tujuaanya itu tercapai. Namun, masalah lain muncul. Tenaga guru di pedesaan tetap saja terbatas sedangkan tenaga guru di kota mengalami kelebihan.
Pertanyaannya mengapa usaha DPG untuk menjawabi keterbatasan guru pedesaan dengan menambah jumlah lulusan guru tidak berhasil. Atau mengapa menambah jumlah lulusan guru tidak menjawabi keterbatasan tenaga guru di desa?
Jawabannya karena, sang DPG tidak berpikir dan mempertimbangkan apa yang menjadi akar persoalannya. Bisa jadi, terbatasnya tenaga guru pedesaan bukan karena masalah jumlah lulusan tetapi pada niat lulusan untuk mengabdi di desa.
Dari cerita di atas, untuk menjadi DPG yang baik harus mencerminkan enam hal. 1) mempertimbangkan akar persoalan yang sedang terjadi di pedesaan daripada sikap cepat menyimpulkan.
2) Merumuskan tujuan nyata apa yang sedang terjadi daripada menciptakan asumsi-asumsi.
3) Mempertimbangkan sumber dan kendala yang mungkin akan dihadapi, misalnya anggaran, gedung, material dan personil.
4) Mempertimbangkan alternatif solusi, merumuskan prosedur dan mengevaluasi alternatif solusi tersebut.
5) Merumuskan cara ujicoba terhadap alternatif solusi sebelum mengimplementasi solusi tersebut.
6) memperoleh umpan balik dari hasil uji coba sehingga ada perbaikan atau modifikasi.
4. Kepala Sekolah (Penilaian Objektif)
Seorang kepala sekolah dasar melihat bahwa pada jam istirahat, banyak anak tidak dapat bermain karena keterbatasan alat permainan di sekolahnya. Berhadapan dengan situasi ini, ia pun memutuskan untuk membeli banyak alat permainan agar anak-anak dapat bermain tanpa ada keterbatasan alat.
Setelah membeli banyak alat permainan baru, ia menjadi sedih karena tidak ada anak yang bermain. Di sisi lain, sekarang ia tidak punya cukup uang untuk membeli buku yang dibutuhkan oleh sekolahya.
Kesalahan kepala sekolah ini nyata dalam lima hal. 1) Ia tidak mempertimbangkan sumber dan kedala. Anggaran yang terbatas harusnya menjadi pertimbangkan agar tidak serta merta membeli alat permainan baru. 2) Ia tidak memikirkan alternatif solusi permainan yang tidak harus mengeluarkan biaya yang mahal. Bisa saja, guru memandu aktivitas permainan siswa. 3) Ia harusnya mempertimbangkan permainan apa yang diminati siswa, sehingga dapat digunakan karena disukai. 4) Sebaiknya terus memesan semua peralatan daripada hanya sebagian untuk kepentingan ujicoba. 5) Tidak memanfaat ujicoba sebagai umpan balik untuk membuat modifikasi atau alternatif solusi.
B. Pengertian Pendekatan Sistem
Secara umum, pendekatan sistem dapat dimengerti sebagai suatu metode, cara atau proses yang teratur, objektif, terstruktur melalui studi dalam rangka menyelesaikan persoalan-persoalan yang sedang terjadi (Hunter, 1970). Dalam empat cerita ilustrasi di atas, dapat dipahami bahwa pendekatan sistem sangat diperlukan bukan hanya untuk menyelesaikan persoalan tetapi untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Cerita di atas memberikan penegasan bahwa pendekatan sistem memuat setidaknya keputusan sistemik, pertimbangan hierarkis, keputusan prosedural dan penilaian objektif. Di sisi lain pendekatan sistem menjadi penggerak agar subsistem atau setiap elemen yang ada bekerja secara maksimal untuk tujuan bersama yang telah ditetapkan.
C. Beberapa Model Cara Pemecahan Masalah
Ada keyakinan yang sangat kuat bahwa penggunaan pendekatan sistem dalam menyelesaikan masalah pendidikan mutlak dapat mengatasi berbagai persoalan yang terjadi. Nyatanya tidak selamanya demikian, sebab tidak ada obat mujarab untuk menyelesaikan persoalan masyarakat sekarang ini. Namun, pendekatan sistem dapat memberi: 1) suatu cara yang sistematik dan sistemik, 2) Memuat Suatu proses yang teratur untuk mengembangkan pemecahan masalah dan 3) Meminimalisisr prasangka dan mengobjektifkan pendekatan untuk menyelesaikan masalah. Berikut akan dipaparkan beberapa model cara pemecaham masalah.
1. Model Pemecahan Masalah Pendidikan dari Dr. Henry Lehman
Pertama, merumuskan kebutuhan nyata. Dalam merumuskan kebutuhan harus mutlak mempertimbagkan masalah yang ada. Namun, bukan hanya masalash pendidikan saja yang mendapat prioritas tetapi keseluruhan masalah yang ada. Pendidikan hanyalah salah satu cara dalam menyelesaikan permasalahan. Rumusan kebutuhan sebaik dan seharusnya berbunyi, sebagai contoh: "Kita harus memberikan peleyanan kesehatan yang lebih baik" dan bukannya "Kita membutuhkan pengajaran terprogram yang disusun secara bersambung untuk training perawat." Harus diingat bahwa kebutuhan dan masalah harus dimengerti sebagai dua sisi dari satu mata uang. Yang menggambarkan kesenjangan antara "Apa yang senyatanya ada atau terjadi" dengan "Apa yang seharusnya ada atau terjadi."
Kedua, merumuskan tujuan. Setelah menemukan kebutuhan yang tepat, langkah berikutnya adalah merumuskan tujuan. Pelu diketahui bahwa lagkah ini sangatlah penting karena segala proses selanjutnya merupakan implementsi dari tujuan. Tujuan tersebut haruslah dirumuskan dengan kata-kata yang operasional sehingga dapat diukur.
Ketiga, mengindetifikasi kendala. Langkah berikutnya adalah mengindetifikasi kendala pa ayang bisa terjadi dalam pelaksanaan tujuan. Harus selalu disadari bahwa segala pendekatan memiliki keterbatasan. Oleh karena itu, diperlukan identifikasi kendala untuk mendapatkan alternatif pendekatan, apabila dalam proses tidak berjalan sesuai apa yang direncanakan. Contoh kendalah yang mungkin saja terjadi karena hukum alam (bencana) atau juga karena keterbatasan dana.
Keempat, merumuskan alternatif-laternatif. Upaya merumuskan alternatif cara tersebut dilakukan dengan metode brainstorming. Metode ini dianggap efektif dalam mengemukakan cara karena setiap orang diberikan kesempatan untuk mengemukakan pandangan dan pikirannya secara bebas, jangan mengkritik atau mengevaluasi usul-usul yang disampaikan. Maksud dari brainstorming ini adalah untuk menginventaris cara-cara pemecahan dan bukannya untuk mengevaluasi cara pemecahan masalah sehingga harus dihidari perdebatan.
Kelima, memilih alternatif. Tahap ini untuk memilih calon pemecahan masalah yang paling potensial. Harus dialkukan secara ilmiah dengan cara menetapkan kriteria pemilihan alternatif (dana, waktu dan tingkat resiko yang akan dihadapi), berikutnya adalah menguantifikasi kriteria pemilihan. Dalam arti ini, dibuat perhitungan mana pilihan yang positif dan negatif lalu diberikan skor. Namun dalam pemilihan tidak hanya fokus pada skor yang tertinggi atau terendah atau jumlah positif atau negatif. Namun, harus fokus pada pertanyaan apakah pilihan alternatif ini benar-benar efektif dan paling baik? Untuk memilih alternatif dari sekian alternatif berikut pedomannya: 1) Menentukan kriteria yang paling memberi harapan, 2) Menyusun metode kuantitatif untuk menilai setiap alternatif, 3) mengevaluasi nilai realtif dari kriteria pemilihan, 4) menggunakan metode analitik untuk memilih akternatif yang paling baik, 5) mereview hasil analisis dengan teliti, dan 6) membuat pilihan alternatif yang terkahir untuk dites. Di samping itu, perlu juga untuk selalu menyakinkan bahwa proses ini akan berjalan dengan baik ditunjang oleh motivasi, kemampuan dan komitmen untuk menghasilkan satu produk yang bermanfaat bagi pemecahan masalah.
Keenam, mengimplementasikan pilihan. Langkah berikut setelah melalui proses perencanaan adalah langkah implementasi. Implementasi ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu uji coba dalam skala kecil, uji coba dalam skala besar dan terkahir adalah implementasi secara nasional. Harus diingat bahwa ujicoba tersebut perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan teliti agar memperoleh hasil yang berharga dan tepat.
Ketujuh, megadakan evaluasi. Implementasi yang berlangsung pada tahap uji coba tersebut harus dievaluasi. Tujuannya untuk menemukan parameter yang tepat ketika hendak mengimplementasikannya di tingkat nasional.
Kedelapan, mengadakan modifikasi. Jika pada tahap uji coba ditemukan kecenderungan bahwa tujuan tidak dapat dicapai dengan sempurnah maka diperlukan langkah-langkah modifikasi. Targetnya agar tujuan yang telah dirumuskan di awal dapat tercapai dengan sempurnah. Langkah-langkah modifikasi memuat perubahan-perubahan yang ditemukan dalam proses evaluasi. Sedapat mungkin disiasati dan diatur agar pencapaian tujuan dapat terlaksana denga baik dan tepat.
2. Penerapan Pendekataan Sistem untuk Perbaikan Pendidikan dari David J. Klaus
Pendekatan sistem ini bergerak dengan sebuah instruksi bahwa setiap elemen yang ada, harus bekerja semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan bersama. Begitupun, setiap elemen harus menyari posisi dirinya sebagai bagian integral dan terkoneksi satu sama lain. Tugas utama setiap elemen adalah bekerja semaksimal mungkin dan menyeadari konektivitasnya dengan yang lain untuk bersama-sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Di sisi lain, untuk memanfaatkan semua kemajuan teknologi dan memastikan semua elemen bekerja untuk mendukung tujuan bersama, diperlukan satu metodologi. Metodologi ini, dimengerti sebagai pendekatan sistem yang mengintegrasikan bermacam-macam elemen yang diperlukan untuk mengimplementasikan inovasi agar tujuan itu dapat berjalan maksimal.
Selain itu, pendekatan sistem model Klaus ini sangat menekankan pada hasil bukan proses. Bahwa, perbaikan dari sistem pendidikan itu bukanlah pendidikan gratis selama 12 tahun, pendidikan melalui televisi, penyediaan gedung baru, bimbingan dan penyuluhan yang lebih baik dan sebagainya. Hal ini, bukanlah tujuan akhir dari perbaikan pendidikan. Oleh karena itu, Klaus memiliki enam langkah penerapan pendenakatan sistem, antara lain:
Pertama, perumusan masalah dan hasil. Langkah pertama dan kedua dalam pendekatan sistem adalah 1) pengenalan dan pendefinisian masalah dan 2) menentukan apakah merupakan hasil yang diharapkan dari sistem tersebut.
Ketiga, merumuskan ukuran keberhasilan. Langkah berikutnya adalah merumuskan ukuran keberhasilan bagi setiap elemen dan juga keberhasilan sebagai sistem keseluruhan. Contohnya, bagaiamana anak belajar di sekolah dan bagaimana cara mengukurnya, apakah ada keterabatasan anggaran, kapan sistem itu mulai bekerja dan sebagainya.
Keempat, merumuskan cara pemecahan masalah yang potensial. Setelah merangkan tolok ukur untuk menetukan keberhasilan, tahap selanjutnya adalah merumuskan cara pemecahan masalah yang potensial dapat menjadi solusi terbaik. Pada tahap ini, harus diperhatikan bahwa 1) harus ada kesadaran bahwa tidak satupun teknologi atau inovasi mampu mencapai tujuan. Dalam konteks ini, isi, bakat, fasilitas dan segala potensi yang ada harus dikombinasikan dalam satu sistem sehingga mudah dilaksanakan, dan 2) tidak ada satupun teknologi dan inovasi yang telah disusun dapat memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Point ini seperti memberi rambu-rambu untuk bersikap skeptis, dengan maksud agar proses untuk berpikir dan merumuskan menjadi semakin teliti dan tepat.
Kelima, mengadakan ujicoba dan revisi. Setelah didapat solusi pemecahan masalah yang paling potensial, langkah berikutnya adalah melakukan ujicoba dan revisi. Uji coba ini dimaksudkan untuk melihat seberapa efektif penerapan sistem tersebut. Kendala dan kekurangan yang ada diusahakan untuk dilakukan perbaikan dan modifikasi agar tepat sasar dan berdaya guna.
Keenam, mengadakan implementasi dan perbaikan. Tahap terkahir adalah mengadakan implementasi atau penerapan sistem yang telah mengalami beberapa tahapan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Namun, perlu disadari bahwa ini bukanlah tahap akhir dari segala tahap. Dalam tahap ini akan dilakukan juga perbaikan. Tahap implementasi ini, selalu dalam mode siaga untuk melihat kelemahan dan keterbatasan dari sistem sehingga dibuat langkah-langkah strategis untuk perbaikan. Mengapa itu perlu dilakukan karena, harus diakui bahwa teknologi senantiasa berkembang dan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Karena harus disikapi dengan pertimbangkan perbaikan terahdap sistem yang dianggap sudah mapan.
D. Aplikasi Pendekatan Sistem untuk Pengembangan Pendidikan di Indonesia
Setelah mendalami beberapa pendekatan terkait pemecahan masalah, berikut akan dibahas pendekatan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (BP3K) dalam menghadapi permasalah dalam pendidikan. Perlu disadari bahwa setiap usaha dan kerja manusia selalu dipengaruhi oleh basis tujuan yang ingin dicapainya. Namun, dalam mencapai tujuan, terbentang berbagai kendala dan tantangan yang musti diselesaikan. Karena itu, diperlukan suatu model pendekatan sistem yang menjadi basis dalam melihat, mengamati dan menindaklanjuti berbagai permasalahan yang terjadi. Untuk sampai pada keputusan-keputusan penyelesaian permasalahan, BP3K menyajikan model pendekatan flow chart dan black box.
Dalam model flow chart sebagaimana ditampilkan dalam gambar di atas, segala bagian berjalan mengalir, proses by proses. Maka yang terpenting adalah menyelesaikan satu proses dengan seksama lalu beralih ke bagian berikutnya. Begitupun dengan model black box. Tidak jauh berbeda, namun setiap bagian dalam proses itu dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar yaitu: masukan, proses dan keluaran. Bagian-bagian itu dikelompokkan dan setiap kelompok membangun konektifitas dengan yang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bagian-bagian seperti masalah dan kebutuhan, tujuan, sumber dan kendala dan alternatif-alternatif merupakan bagian dari masukan. Setelah memproses masukan secara teliti pada bagian berikut adalah menetapkan proses, yaitu analisis terhadap alternatif-alternatif. Inilah perbedaannya, jika pada flow chart, merupakan masukan bagi pengambilan keputusan, maka pada black box adalah proses menganalisis alternatif-alternatif. Lalu setelah fokus pada bagian proses, sampailan pada bagian keluaran yaitu membuat keputusan dan melakukan rencana implementasi. Lihat gambar berikut:
Dalam model pemecahan masalah pendidikan ala BPP, agar proses yang telah dibangun dengan model flow chart dan black box ini berjalan maksimal, maka diperlukan proses evaluasi. Bahwa setiap proses yang telah dilaksanakan secara ketat dan teliti hingga proses akhir perlu dipantau dalam evaluasi. Gambar berikut akan ditampilkan bagaimana evaluasi memainkan peran yang sangat penting dalam proses ini, tujuannya agar mendapatkan modifikasi dan transformasi yang efektif ketika proses yang telah dirumuskan tersebut berjalan tidak sebagaimana mestinya.
E. Penutup
Setelah mendalami proses yang cukup detail dan terencana dari model-model pendekatan dalam pemecahan masalah, khususnya dalam pendidikan, harus diakui bahwa ini memberikan alasan yang cukup kuat mengapa sebuah program pendidikan atau kurikulum dapat diterapkan atau tidak. Model-model ini, menjadi pencerahan bagi setiap individu bahwa penetapan program atau kurikulum di satuan pendidikan tidak bisa lahir dari kecenderungan yang sifatnya subjektif (kesukaan pribadi) tetapi dilandasan pada proses yang rasional, objektif, terukur, teratur dan dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Referensi
Hunter, W. E. (1970). A Systems Approach to the Instructional Process.
Kurniawati, F. N. A. (2022). Meninjau Permasalahan Rendahnya Kualitas Pendidikan Di Indonesia Dan Solusi. Academy of Education Journal, 13(1), 1--13. https://doi.org/10.47200/aoej.v13i1.765
Soenarwan. (2008). Pendekatan system dalam Pendidikan. Surakarta: Uns Press
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H