Keputusan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk tidak mencalonkan Anies Baswedan sebagai Calon Gubernur Jakarta telah menjadi titik balik signifikan dalam sejarah partai ini. Sebagai seorang yang sering mengamati sepak terjang Partai PKS baik di tingkat nasional dan daerah saya merasa langkah ini sangat mengejutkan dan, jujur saja, tentu sangat mengecewakan bagi banyak pihak terutama simpatisan PKS pendukung Anies. Â Anies Baswedan bukan hanya sekadar tokoh populer di kalangan pendukung PKS, tetapi juga simbol dari nilai-nilai perubahan yang selama ini diperjuangkan oleh partai.
Keputusan PKS untuk tidak mendukung Anies Baswedan telah memicu gelombang kekecewaan yang meluas di kalangan simpatisan partai. Banyak dari mereka merasa dikhianati dan menganggap bahwa partai telah mengabaikan aspirasi yang menjadi dasar dukungan mereka selama ini. Di berbagai media sosial, sebutan "pengkhianat" mulai bermunculan, mencerminkan ketidakpercayaan dan rasa kecewa terhadap keputusan ini. Bagi banyak simpatisan, langkah ini dianggap sebagai pengorbanan prinsip-prinsip dasar partai demi kepentingan politik jangka pendek, yang pada akhirnya merusak kepercayaan yang telah dibangun selama bertahun-tahun.
Dampak dari keputusan ini tidak hanya terasa di Jakarta, tetapi juga berpotensi mengubah persepsi simpatisan PKS di daerah-daerah lain, termasuk Sukabumi yang akan menggelar Pilkada pada tahun 2024. Sukabumi, sebagai daerah dengan basis pendukung PKS yang cukup kuat, mungkin mengalami perubahan sikap di kalangan simpatisan. Keputusan partai di tingkat pusat bisa mendorong simpatisan untuk mempertimbangkan kembali dukungan mereka terhadap kandidat yang diusung oleh PKS di Pilkada Sukabumi, seperti pasangan Iyos-Zaenul sebagai bentuk kekecewaan terhadap putusan yang diambil PKS di Jakarta.
Meskipun PKS dikenal memiliki mesin partai yang andal, kekecewaan yang meluas di kalangan akar rumput bisa melemahkan basis dukungan yang selama ini menjadi kekuatan partai. Selain itu, anggapan bahwa PKS adalah partai yang sangat solid dan tidak akan pecah mungkin perlu dipertimbangkan ulang. Keberadaan Partai Gelora, yang didirikan oleh mantan kader PKS, menunjukkan bahwa perpecahan di dalam tubuh partai adalah sesuatu yang mungkin terjadi. Seperti pepatah mengatakan, "Tak ada gading yang tak retak."
Efek dari kekecewaan ini sangat mungkin akan menyebabkan simpatisan PKS mengalihkan dukungan mereka ke kandidat lain di Pilkada Sukabumi. Situasi ini tentu bisa dimanfaatkan oleh partai atau kandidat pesaing untuk menarik simpatisan PKS yang kecewa. Jika hal ini terjadi, PKS berisiko kehilangan basis dukungan yang kuat di daerah, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi hasil Pilkada.
Secara keseluruhan, saya menilai persepsi publik terhadap PKS telah menjadi negatif setelah keputusan untuk tidak mencalonkan Anies Baswedan.Â
Azhar Vilyan
Mahasiswa Program Magister Komunikasi Politik, Universitas Paramadina
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H