Mohon tunggu...
Ingrit Dilla Farizna
Ingrit Dilla Farizna Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Fakultas Hukum UIN Jakarta

SINE AMOR NIHIL EST VITA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Moral dan Filsafat Politik: Logika Leviathan Thomas Hobbes

2 Agustus 2024   10:11 Diperbarui: 2 Agustus 2024   10:18 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu bapak pendiri filsafat politik modern yang sangat dikenal karena pemikiran politiknya yaitu seorang filsuf Inggris yang bernama Thomas Hobbes (1588-1679). Melalui pemikirannya, Hobbes membedah tentang relavansi politik kontemporer, yang perhatian utamanya adalah sebuah permasalahan terkait ketertiban sosial dan politik. Ia mempertanyakan bagaimana eksistensi manusia yang dapat hidup dalam keadaan damai dan menghindari bahaya dan ketakutannya akan konflik sipil.

Hobbes menggagas adanya masalah kehidupan politik yang berarti suaru masyarakat harus menerima kedaulatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebagai satu-satunya otoritas politiknya. Mengacu pada pemikiran Hobbes, sejatinya kita dihadaptkan pada kenyataan bahwa di dalam dunia ini, otoritas manusia membutuhkan suatu pembenaran, dan sayangnya suatu pembenaran biasanya secara otomatis hanya diterima oleh sedikit orang. Karena dalam kehidupan ini, pertikaian serius seringkali muncul akibat ketidaksetaraan sosial dan politik atau perselisihan signifikan dari otoritas agama.

Pemikiran Hobbes mengarahkan kita pada kondisi pertama, yaitu pertikaian yang muncul dari adanya fenomena ketidaksetaraan sosial dan politik. Karena dalam pemikirannya, Hobbes menekankan bahwa manusia seharusnya memiliki hak, yaitu klaim moral yang melindungi kepentingan dasar mereka. Namun pertanyaan yang timbul selanjutnya adalah siapakan yang akan mengatur hak-hak tersebut? Dapatkan semua itu dipaksa? Dengan kata lain sebenarnya siapa saja yang menjalankan kekuasaan politik yang paling penting sehingga asumsi dasar awalnya adalah kita semua memiliki hak yang sama.

Sejatinya, pemikiran moral Hobbes sangat sulit dipisahkan dari politiknya. Menurutnya, apa yang harus kita lakukan sangat bergantung pada situasi dimana kita berada. Menilik pemikirannya dalam otoritas politik, pada dasarnya hak dasar kita tampaknya cukup sederhana, yaitu mematuhi mereka yang berkuasa. Meskipun tidak bisa dilepaskan dari politiknya, tetapi kita bisa memisahkan yang dinamakan dengan etika berpolitik.

Etika senantiasa berhubungan dengan sifat manusia, sedangkan filsafat politik identik dengan interaksi manusia. Hobbes menilai keberadaan manusia bak manusia buatan, karena manusia seolah-olah bergerak seperti mesin yang dijalankan oleh organisasi politik. Lantas, bagaimana Hobbes sebenarnya menganggap manusia sebagai objek mekanis atau tidak. Pemikiran Hobbes dipandang tidak sama sekali memberikan ruang bagi pengaruh-pengaruh ide-ide moral, sehingga dapat dikatakan sebagai satu-satunya pengaruh efektif pada perilaku kita yaitu insentif dari kesenangan dan rasa sakit.

Menurut Hobbes terhadap manusia ialah mereka makhluk yang tidak bisa diandalkan dan perlu dipandu oleh sains. Penilaian kita cenderung terdistorsi oleh kepentingan pribadi. Akan tetapi, pemikiran Hobbes tidak terlepas dari permasalahan pula, yang pertama adalah cukup sederhana, karena itu mewakili dari sudut pandang yang salah tentang sifat manusia. Secara garis besar, orang-orang akan melakukan segala macam hal altruistik yang bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau pikiran yang sejauhmana ia dapat balas dendam dan dapat merugikan orang lain). Jadi, tidak adil rasanya apabila menafsirkan pemikiran Hobbes seperti ini, dengan kata lain kita dapat menemukan penjelasan yang masuk akal untuk memasuki pemikirannya.

Kedua, Hobbes sering mengandalkan pandangan yang lebih canggih tentang sifat manusia. ia menggambarkan atau bahkan bersandar pada motif-motif yang melampaui atau melawan kepentingan diri sendiri, misalnya rasa kasihan, rasa hormat, atau keberanian. Hobbes menekankan bahwa manusia sering kali sulit menilai atau menghargai apa yang menjadi minat orang lain. Inilah yang disebutnya sebagai egoisme.

Selanjutnya, apa hasilnya dari semua ini dalam hal etika dan moral berpolitik?

Hobbes tidak berpikir bahwa pada dasarnya kita dapat diandalkan secara egois, dia juga tidak menganggap kita rasional secara fundamental atau mengandalkan dalam gagasan kita tentang apa yang menjadi kepentingan kita. Hobbes sangat jarang terkejut pada temuan-temuan kenyataan bahwa manusia dapat juga melakukan hal-hal yang bertentangan dan menimpa dirinya pribadi. Seperti, akibat terlalu mementingkan kepentingan diri sendiri. Karena manusia seringkali lemah dan terbuai pada kata-kata orang lain yang menghasut. Dari sifat tersebut, kemudian Hobbes mengemukakan suatu teori yang dikenal sebagai egoisme etis, dimana moralitas pada kepentingan pribadi karena kita harus melakukan apa yang paling sesuai dengan kepentingan kita.

Kapasitas kita untuk bernalar sama rapuhnya dengan kemampuan kita untuk mengetahui. Maka, ketika kita bertindak, kita mungkin akan melakukannya dengan egois atau impulsive atau ketidaktuan atas dasar penalaran yang salah atau teologi yang burut maupun ucapan dari motif orang lain. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana nasib politik makluk yang terdengar agak menyedihkan ini, yaitu---kita---manusia? Hehe.

Hal baik yang bisa kita harapkan adalah kehidupan yang damai di bawah kedaulatan yang terdengar otoriter. Namun, Hobbes menekankan hal terburuk, yaitu apa yang dia sebut sebagai kondisi alami umat manusia, dimana kekerasan, ketidakamanan, dan ancaman terus menerus. Argument Hobbes sejatinya menjadi alternatif terhadap pemerintah dalam hal situasi yang tidak dapat diharapkan oleh siapa pun, dan bahwa setiap upaya harus membuat pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat harus merusaknya, sehingga mengancap pada situasi non-pemerintahan yang di dambakan oleh semua orang. Dengan demikian, pilihan yang masuk akal adalah otoritas berdaulan ini sama sekali tidak bertanggung jawab oada rakyaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun