Film asal Korea Selatan, Miracle in Cell No. 7 (2013), telah mendapatkan perhatian global dan digarap ulang di tujuh negara, termasuk Indonesia pada tahun 2022. Baik versi Korea maupun Indonesia, film ini menceritakan kisah seorang ayah dengan keterbatasan intelektual yang harus dipenjara, terpisah dari putri kecilnya. Sebagai remake, film ini tidak terhindar dari perbandingan dengan versi aslinya, terutama karena Indonesia adalah negara ketujuh yang mengadaptasi cerita ini. Namun, Miracle in Cell No. 7 (2022) mampu membuktikan diri sebagai karya yang berkualitas, bahkan menghadirkan daya tarik baru yang tidak kalah dari versi aslinya.
Film ini mencatat kesuksesan besar di Indonesia dengan meraih 4,2 juta penonton hanya dalam 15 hari penayangan, menjadikannya salah satu dari lima film Indonesia terlaris tahun 2022. Sutradara versi asli, Lee Hwan Kyung, bahkan berharap film remake ini mampu melampaui pencapaian versi Korea. Produser Kim Min Ki juga memuji kualitas adaptasi Indonesia yang dinilainya luar biasa dibandingkan versi negara lain.
Keberanian Hanung Bramantyo sebagai sutradara patut diapresiasi. Ia berhasil membawa cerita ini ke dalam budaya Indonesia melalui penyesuaian konteks lokal yang terasa natural. Salah satu contohnya adalah penyisipan nilai-nilai religius, seperti adegan selawat, yang menambah kedekatan emosional dengan penonton. Hal ini menunjukkan bagaimana film ini mampu menghubungkan cerita asli dengan budaya lokal tanpa kehilangan esensinya.
Kemampuan aktor-aktor Indonesia, terutama Vino G. Bastian, dalam menghadirkan emosi juga menjadi poin penting. Sebagai pemeran Dodo Rozak, ayah dengan keterbatasan intelektual, Vino melakukan riset mendalam. Ia berkonsultasi dengan psikolog dan psikiater serta mengunjungi panti asuhan untuk mengamati langsung kehidupan penyandang disabilitas intelektual. Pendekatan ini membuat karakternya terasa hidup dan sangat menyentuh emosi penonton.
Selain menyentuh emosi, film ini juga dipenuhi momen komedi yang membuat penonton tertawa. Kehadiran beberapa komedian ternama Indonesia menambah warna pada cerita, membuat alur yang serius terasa lebih seimbang. Komedi ini hadir dengan natural, tidak berlebihan, sehingga tetap mendukung keseluruhan cerita. Meski demikian, unsur yang paling menonjol tetaplah hubungan emosional antara Dodo Rozak dan anaknya, Kartika. Cinta yang tulus antara keduanya menjadi inti cerita yang mampu menyentuh hati penonton dari berbagai latar belakang, baik mereka yang sudah menonton versi asli maupun yang baru menonton versi ini.
Namun, di balik kesuksesan tersebut, film ini tidak lepas dari kritik. Beberapa penonton mengomentari ketidaksesuaian busana aparat negara, hakim, hingga pejabat instansi yang dinilai tidak mencerminkan busana resmi yang berlaku di Indonesia. Hanung Bramantyo, melalui sebuah unggahan di akun Instagram pribadinya, mengungkapkan bahwa ketidaksesuaian busana tersebut sengaja dilakukan untuk menghindari risiko pencemaran nama baik. Simbol negara seperti lambang garuda bahkan dihilangkan dalam adegan pengadilan untuk menghormati berbagai pertimbangan budaya dan hukum.
Tantangan lain datang dari tema hukum yang diangkat. Mengadaptasi cerita bertema hukum ke konteks Indonesia membutuhkan keberanian besar, mengingat sensitivitas terhadap representasi lembaga negara. Meski demikian, langkah ini diambil untuk memastikan cerita tetap fokus pada pesan universalnya, yaitu perjuangan seorang ayah demi anaknya dan pencarian keadilan di tengah keterbatasan.
Secara keseluruhan, Miracle in Cell No. 7 (2022) membuktikan bahwa sebuah film remake dapat membawa keunikan baru tanpa kehilangan esensi dari cerita aslinya. Dengan penyesuaian budaya yang cermat, akting para pemain yang luar biasa, serta pesan emosional yang universal, film ini mampu menghadirkan pengalaman menonton yang tak hanya menyentuh hati tetapi juga relevan dengan penonton Indonesia. Meski menghadapi berbagai tantangan dan kritik, keberanian serta kreativitas tim produksi berhasil membuat film ini menjadi salah satu karya adaptasi yang layak diapresiasi. Miracle in Cell No. 7 (2022) bukan hanya sekadar remake, melainkan karya yang memiliki nyawa dan identitasnya sendiri di tengah persaingan industry film Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI