“Pejamkan matanya!” Kupejamkan mata.
“Buka matanya!” Kubuka mata.
“Buka bibir nya!” Kubuka celah bibir.
“Wajahnya diangkat sedikit!” Kutengadahkan wajah.
“Sedikit lagi!” Kembali kutengadahkan lagi.
Sebenarnya berada dalam situasi seperti ini sungguh bukanlah impianku. Hm.. Dikatakan bukan impian sebenarnya impian juga. Namun, yah hasil nya seperti ini. Sewaktu aku memutuskan untuk mengikuti kompetisi menulis ini, aku sudah membayangkan apa yang akan terjadi jikalau aku terpilih sebagai pemenangnya. Namun, kupikir ini adalah sebuah resiko dari sebuah keputusan ataupun suatu pekerjaan. Jujur, aku sempat cemas, jikalau aku memenangkan kompetisi ini, pastinya serangkaian acara akan kuikuti, dan itu semua tak luput dari keramaian. Wah, mendengar kata keramaian, adrenalinku mulai meninggi, hatiku mulai berdesir, dan kepalaku langsung terasa nyut..nyut.. Sakit sekali.
“Make upnya sudah, Mbak!” Aku tercekat. Memaksakan diri untuk tersenyum aku menatap wajahku di cermin meja rias di hadapanku.
Hm.. Wajahku kini seperti boneka barbie. Alisku digambar hitam dan tebal, eye shadow warna biru muda, sepadan dengan gaun yang tengah kukenakan. Ada juga eyeliner hitam di lingkaran mata, ada juga blush on pink di kedua pipi, berikut bedak warna kulit yang terkesan tebal menumpuk di wajah, dan lipstick merah menyala, menjadikanku sungguh merasa aneh dan kaku. Bahkan untuk tersenyum pun serasa wajahku tertarik-tarik melulu.
Niscaya, bukan riasan seperti ini yang hendak aku permasalahkan. Ada sesuatu yang jauh lebih penting dan sangat aku risaukan. Yah, berhubung aku terpilih sebagai salah satu pemenang di antara 10 pemenang yang ada. Kami semua diminta untuk berpidato, atau sekedar menyampaikan sepatah-dua kata sebagai kata sambutan dan penyataan perasaan bahagia sebagai salah satu pemenang dari ratusan peserta lain nya. Yah, kami telah bertarung dalam 700-an naskah, dan kini kami patut berbangga. Sebab, dari 700-an naskah terpilih 10 pemenang, dan aku adalah salah satu di antara mereka.
Berpidato? Berdiri di depan umum, di hadapan khalayak ramai dengan ribuan mata tengah memelototi? Waduh, bagiku ini bukan hanya sekedar demam panggung dan grogi dipelototi oleh orang banyak, tetapi ada sesuatu yang lebih parah. Yah, agoraphobia. Agoraphobia, adalah gangguan kecemasan jenis phobia dengan ketakutan dasar yang berasal dari perasaan terjebak di tempat umum. Inti dari agoraphobia itu sendiri adalah takut akan keramaian. Aku menyadari terserang agoraphobia adalah 2-3 tahun terakhir. Di mana tipe manusia melankolik sepertiku ini, setiap pulang kerja dari kantor lebih suka menghabiskan waktu di apartemen seorang diri, dari membaca, menulis ataupun menonton televisi. Dan jujur, aku sangat menikmati.
“Marla, ingat, nanti kamu jangan panik!”