Pada saat pembacaan sikap terhadap putusan, FS membaca dengan menekan gigi atas dan bawah serta menarik sudut bibir kiri dan kanan.
Suara juga berat mengindikasikan ketidak terimaan kenyataan. Energi negatif ini benar-benar meliputi diri FS, dimana energi ini bisa jadi berasal dari faktor sudut pandang FS yang tidak merasa bersalah telah membunuh ajudannya Brigadir J.
Menurutnya, Brigadir J pantas menerima konsekuensi pembunuhan atas tuduhan yang FS dan istri ciptakan sendiri. Hal ini juga yang bisa jadi melatar belakangi tidak adanya permintaan maaf FS pada keluarga Brigadir J dalam surat permohonan maaf yang ditulisnya.
Pada akhirnya, semua energi negatif ini, FS tampilkan saat ia keluar menuju mobil yang membawanya Kembali. Berdasarkan analisa gestur yang ditampilkan, FS sedikitpun tidak merasa bersalah dan menyesal telah melakukan pembunuhan.
FS berjalan dengan percaya diri tanpa menyadari bahwa status hukumnya saat itu adalah sebagai tersangka pembunuhan berencana, bukannya sebagai Kadiv Propam Polri.
Semua emosi yang hadir dalam kehidupan kita adalah suatu respon mengenai kejadian yang sedang terjadi. Emosi membantu kita sebagai umpan balik atas kejadian yang berlangsung.
Semua emosi penting, terlepas dari negatif atau positifnya emosi tersebut. Saat emosi negatif hadir seharusnya kita terbuka untuk menyadari faktor apa yang menyebabkan energi tersebut hadir..
Mengakui hadirnya emosi negatif, memberikan label pada emosi kita, memaknai kembali hadirnya emosi tersebut, dan menerima konsekuensi dari perilaku buruk penyebab energi negative hadir merupakan suatu cara untuk meredam energi ini menampilkan gestur negatif. Penerimaan itu memudahkan kita untuk melalui “badai” emosi negatif sehingga kita mampu menjalani hidup kita sebaik-baiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H