Malam mulai beraktifitas, beburungan malam bersiap meninggalkan sarang menjemput rizkiNYA. Tak ubahnya manusia lain didaerah tersebut, TCP/IP (Tampan, cakep, pintar/inggik pula) mulai sibuk menata gelas, menyapu dan membersihkan bungkus nasi sisa dari pelanggan. Lampu fluorescent mulai dinyalakan. Entah kenapa dinginnya malam itu serasa sejuk sekaligus hangat. "Assalamu'alaikum tcp/ip" sahut orangtua berjenggot, wajahnya keliatan udzur, keriput diwajahnya menunjukkan usianya sekitar 70tahun, Berpenutup kepala dengan kain motif bunga, mengingatkan seperti sorban."wa'alaikum salam" jawabnya. Orang itu pasti sakit kepala pikir tcp/ip. Sambil mengelap meja, tcp/ip menyilahkan orang tua itu untuk memesan minuman. Belum 5 menit susu jahe sudah terhidang, "dari mana anda berasal?" ujar tcp/ip sambil memotong tempe kemudian dicelup dengan adonan terigu. "Baghdad, Irak". Terhenyak sejenak tcp/ip mengalihkan dan mengamati seksama siapa pelanggan pertamanya. 30 detik kemudian dia memutuskan untuk memanasi minyak goreng. "bagaimana keadaan disana?"tanya tcp/ip "masih seperti yang dulu, manusia masih saja dungu, mereka bahkan dengan bangganya menyebut kedunguan tersebut dengan kearifan. Masih banyak orang menghafal kisah hidupku tanpa tahu apa yang harus dikerjakan , mengagungkan bermacam karunia yang akupun tidak membanggakannya, menyembah pusaraku padahal hanya kepada Allah manusia harus menyembah." tcp/ip sibuk mencari dimana letak korek apinya, puntung rokok yang terahir dihisapnya dìbuang di samping rumahnya 1 jam yang lalu. "waduh gawat, rokokku hampir habis, mana korek apiku hilang pula". Tcp/ip hampir tak menyadari bahwa ada tamu lain menghampiri warungnya, serta tak memperhatikan apa yang baru saja diucapkan orang tua itu. Orang itu berbaju militer lengkap dengan segala macam atribut medali kemenangan, namun tanda segi empat di pundak dan topinya menunjukkan darimana dia berasal. "Gute nacht tcp/ip" orang itu langsung duduk dan mengambil tempat didepan meja kosong "Ich habe einige Whisky (Saya minta whiskey)" "Ma'af tuan saya tidak menjual minuman beralkohol" "Oh, saya minta kopi susu" 5 menit kemudian kopi susupun tersaji dengan kepulan hangat, "Danke" tcp/ip masih saja bingung dengan apa yang dialaminya, ada orang tua gila yang mengaku dari baghdad, dan ada mister jerman sinting yang minta wiski di warung kopinya, apa-apaan ini. Bodo ah, aku mau nyari korek api dahulu pikirnya. Tak seberapa lama tcp/ip pun datang dan menata tempe gorengnya di tatakan plastik guna disuguhkan. Tiba-tiba tamunya sudah menjadi tiga orang. Perawakannya sekitar umur 30 tahun, berkebaya hijau, dengan ukuran dada 36B, kepalanyapun dihiasi dengan aneka macam hiasan dari emas. mengingatkan akan figur putri jawa terdahulu, matanya sangat tajam jika memandang, apalagi jika berkedip kupu-kupupun serasa menghiasi bola matanya. "Hai tcp/ip, sendiriankah kau malam ini" sapa wanita tersebut. Sejenak tcp/ip tak bisa mengalihkan pandangannya, 5 menit berikutnya dia lupa mau melakukan apa, 10 menit kemudian dadanya sesak merindukan kekasihnya ICMP (ih cakep montok pisan - euy) yang pergi ke negeri awan. "Mau pesan apa mbak?" sapa tcp/ip dengan gaya khas penjual kopi. 10 menit berlalu terhidang teh hangat. "Fuhrer, coba jelaskan apa maksud anda tentang "WELTHAUPTSTADT GERMANIA" Germania: Ibukota Dunia" tanya orang tua berjenggot " Well, dahulu semenjak olimpiade tahun 1936, kami bangsa jerman sudah bercita-cita ingin menjadi bangsa super, hal itu kami buktikan dengan dibangunnya stadium Olympia dan saat itu kami bertekad sebagai ibukota dunia, dengan eropa dibawah telapak kaki kami sebagai awalnya. Anda juga tahukan kami mempunyai pasukan elite terkenal yang jika disebutkan namanya orang-orang akan menjauhi kami, SS NAZI ya seikh." kenang si jerman dengan bangga. matanya terlihat berbinar sambil nyeruput kopi susu. "Tapi anda kalah dalam perang dunia 2 bukan, fuhrer?" timpal wanita tersebut. "Sudahlah nyai, jangan urus itu. urus saja dirimu sendiri dipantai selatan sana" "Ngomong-ngomong sudah berapa banyak tumbal yang kau peroleh disana nyai?" tertawa dengan sinis si jerman sambil melirik ukuran dadanya. "Syaikh, kenapa sebagian dari santrimu gampang sekali kugoda dan sebagian yang lain hampir aku tak bisa menyentuhnya dari jarak satu mil" perempuan itu bertanya kepada orang tua itu sambil membenahi letak kebayanya. "Nyai, mereka itu orang yang tulus dalam segala sesuatunya, mereka beramal dan beribadah dengan sesuai kemampuannya. tidaklah mereka lalai dalam kewajiban dan tanggung jawabnya. Sementara yang lain, mereka dianugerahi kekuatan yang lebih, namun mereka melalaikan kewajibannya sebagai hamba yang dituntut untuk menyumbangsihkan, tapi apa? mereka hanya menyisakan sedikit dari sesuatunya". tcp/ip hampir tak percaya dengan obrolan yang baru dengarnya. "Sebentar, anda semua ini siapa?" Gemetar dan memberanikan diri tepatnya dia mengucapkan kalimat tersebut. "Adolf Hitler"jawab si jerman, "Abdul Qodir Jaelani"sahut si orangtua, "Nyai Roro Kidul",tambah si wanita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H