Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau yang dicatat oleh pemerintah Indonesia sampai tahun 2021 ini adalah sekitar 17.000. Dengan luas total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta km2. Dari total luas wilayah tersebut terbentang sekitar 3,25 juta km2 merupakan lautan. Â Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan demikian, wilayah Indonesia berada pada posisi silang, yang mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian. Posisi yang strategis ini menyebabkan sumber daya alam di Indonesia menjadi melimpah dan beragam, tidak hanya sumber daya alam di daratan tetapi juga yang berada di lautan. Â Laut Indonesia kaya akan potensi perikanan dan keragaman biota laut, terdapat banyak sekali macam-macam yang ada di lautan Indonesia.
Menurut data dari Kementrian Kelautan dan Perikanan, diperkirakan ada 8.500 spesies ikan hidup di perairan Indonesia (Australian museum) atau kurang lebih 45% dari jumlah spesies yang ada di dunia. Â Potensi laut Indonesia yang kaya ini menarik banyak nelayan dari dalam maupun asing khususnya negara tetangga untuk mengambil ikan dan biota laut yang ada didalamnya.Â
Tetapi, kebanyakan nelayan luar negara mengambil ikan dengan cara yang tidak sesuai dengan apa yang tertera dalam undang-undang Indonesia. Mereka mengambil dengan cara yang illegal dan mengekploitasi sumber daya yang ada dilautan Indonesia yang disebut dengan Illegal Fishing. Menurut PERMEN-KP No. 37 Tahun 2017, Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing) adalah kegiatan perikanan yang tidak sah atau kegiatan perikanan yang dilaksanakan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan.Â
Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan secara illegal, dimana penangkapan tersebut tidak mengikuti regulasi dan tidak didata. Hal ini termasuk pelanggaran karena pemerintah tidak dapat memantau kondisi perairan dan seberapa banyaknya kekayaan laut yang telah dieksploitasi.
FAO (Food and Agriculture Organization) merupakan salah satu lemabaga yang mulai berkonsentrasi pada permasalahan Illegal fishing, FAO menggunakan beberapa terminologi seperti perikanan ilegal, unreported (tidak dilaporkan) dan unregulated (tidak diatur) atau biasa disingkat dengan IUU fishing (Alamsyah 2017). Penjelasan mengenai ketiga terminologi ini adalah sebagai berikut:
- Illegal fishing adalah kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan wilayah atau Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) suatu Negara artinya kegiatan penangkapan  yang tidak memiliki izin melakukan penangkapan ikan dari Negara bersangkutan.
- Unregulated fishing, adalah kegiatan penangkapan di perairan wilayah atau ZEE suatu Negara  yang tidak mematuhi aturan yang berlaku dinegara tersebut.
- Tercakup dalam hal ini antara lain :
- Penggunaan alat tangkap yang merusak seperti trawl, bom, dan bius.
- Pelanggaran wilayah tangkap
- Unreported fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan di perairan wilayah atau ZEE suatu negara, yang tidak dilaporkan baik operasionalnya maupun data kapal dan hasil tangkapannya. Perikanan yang tidak dilaporkan mencakup:
- Kesalahan dalam pelaporannya (misreported).
- Pelaporan yang tidak semestinya (under reported).
Pada bulan April 2021, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaporkan bahwa telah menangkap sebanyak 82 kapal nelayan, baik itu dari dalam negeri maupun asing. Dari 14 kapal ikan asing yang ditangkap berasal dari Vietnam dan Malaysia yang masing-masing tujuh kapal. Bahkan KKP juga telah menampung lebih dari 500 awak kapal asal Vietnam yang ditangkap saat mencuri ikan di perairan Indonesia.
 Wilayah yang sering dijadikan tempat Illegal Fishing adalah perairan Natuna bagian Utara, perairan Natuna Utara yang merupakan wilayah perbatasan dengan Vietnam dan Malaysia seringkali menjadi tempat praktik illegal fishing oleh kapal asing. Wilayah perairan Natuna Utara memiliki sumber daya perikanan yang melimpah karena merupakan laut dangkal dan juga pertemuan dari arus laut yang menjadi tempat ikan-ikan berkumpul.
Semenjak bulan Januari sampai Agustus 2019, Kementrian Kelautan dan Perikanan telah berhasil menangkap sebanyak 48 kapal asing yang terdiri atas 18 kapal berbendera Vietnam, 18 kapal berbendera Malaysia, 11 kapal berbendera Philipina, dan 1 berbendera Panama yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) Laut Sulawesi. Kemudian ada tiga kapal yang diduga melanggar Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp20 miliar.
Pada tanggal 22 Juni 2021 Kapal Pengawas Perikanan (KP) Hiu 03 berhasil menangkap kapal berbendera Malaysia bernama SLFA 5296 di perairan Selat Malaka. Pada tanggal 24 Juni 2021 KP Orca 04 berhasil menangkap kapal FB.ca YAYA-3 yang berbendera Filipina di ZEEI Laut Sulawesi. Penghargaan IOJI terhadap kapal patroli Indonesia yang telah berhasil menangkap kapal ikan asing yang melakukan pencurian ikan di wilayah-wilayah rawan tersebut.
Pada masa Menteri Susi Pudjiastuti, beliau membuat kebijakan yang sangat kontroversial yakni dengan menenggelamkan kapal asing yang mencuri. Menurut beberapa ahli kebijakan ini sangat bagus karena itu bertujuan menunjukkan ketegasan Indonesia di mata dunia internasional dalam menjaga wilayah kedaulatannya. Salah satu alasan beraninya kapal-kapal nelayan asing mulai berani melakukan aktivitas penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Natuna Utara, karena dicabutnya regulasi tersebut. Berbeda dengan Menteri Edhy Prabowo lebih memilih menghibahkan kapal-kapal tersebut pada nelayan. Selain itu, kapal pencuri ikan juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan daripada berakhir jadi bangkai di dasar laut apabila ditenggelamkan.
Pemerintah Kabupaten Natuna mengakui bahwa kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam menenggelamkan kapal ilegal atau ilegal fishing ampuh meredam kehadiran kapal-kapal asing. Setidaknya, melalui kebijakan ini, kapal berbendera luar kini sudah jera memasuki perairan Indonesia khususnya di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Walau banyak yang mendukung kebijakan Menteri Susi, tetapi banyak juga yang menentangnya dan berpendapat bahwa kebijakan tersebut terlalu agresif dan tidak memikirkan akibat setelahnya.Â