PRAKTEK LAPANGAN PASTORAL ADALAH CONTOH NYATA PELAYANAN DI KEMUDIAN HARI
Tidak terasa bahwa waktu enam bulan seperti baru kemarin. Waktu pelaksanaan Praktek Lapangan Pastoral yang telah dijadwalkan telah berlalu. Kini saatnya untuk kembali ke dunia kampus sudah di depan mata. Akan tetapi, dengan berakhirnya praktek lapangan pastoral ini, apakah berakhir juga perjuangan untuk sampai ke pelayanan yang sesungguhnya di kemudian hari?
Sebelum jauh melangkah, adalah sebuah petuah kuno dari seorang guru beladiri yang mengatakan: "Lebih baik mandi keringat di arena latihan dari pada berlumuran darah di medan laga". Petuah ini juga dirasa bahwa sangat dibutukan dalam kegiatan praktek lapangan pastoral ini. Lebih baik saat praktek ini dikata-katai perihal segala sesuatu kelemahan dan kekurangan dari pada nanti saat pelayanan nantinya. Hal ini berarti jika sekarang saatnya diberi koreksian, itu berarti bahwa masih ada kesempatan untuk berubah di kemudian hari. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini hendak disharingkan sejenak pengalaman saat masih kuliah hingga saat ini sudah mendapatkan pekerjaan tetap.
Pertama-tama supaya bisa dilirik oleh para pimpinan di kemudian hari menjadi rekan kerja, "pemberian diri" menjadi kuncinya. Banyak orang pengen untuk langsung bekerja saat selesai kuliah, namun aksi mereka untuk bisa bekerja saat selesai kuliah tidak ada. Aksi nyata saat masih kuliah supaya dilirik para pimpinan adalah pemberian diri saat praktek lapangan tersebut. Banyak orang pintar selama pendidikan, namun ketika berhadapan dengan pekerjaan selalu bermental bos.
Kepintaran tidak selalu menjamin pelayanan seseorang. Banyak orang pintar tetapi sulit untuk mengaplikasikan dirinya dalam setiap situasi dan kondisi pekerjaan. Tetapi kalau pemberian diri diperkuat terlebih dahulu, pelayanan itu akan berjalan tanpa mengenal situasi dan kondisi. Ia akan dimampukan untuk dapat menyesuaikan diri dalam segala situasi dan kondisi yang ada. Pemberian diri mengarah kepada pelayanan yang tanpa tuntutan. Ingat:Â kalau ingin dilayani, lebih dululah melayani.
Hal kedua yang ingin dibangun adalah "wawasan yang luas". Dalam bagian ini tentu bisa dipertanyakan apakah kepintaran itu dibutuhkan? Ya! Kepintaran itu dibutuhkan. Akan tetapi kepintaran itu haruslah dibarengi dengan pengetahuan yang lain juga. Di sinilah letak persambungannya dimana orang yang pintar secara akademik mampu menyesuaikan diri dalam segala situasi dan kondisi yang ada. Wawasan semacam ini, tidak semua orang dapat memilikinya.
Oleh karena itu, bagaimana supaya bisa memiliki wawasan yang luas? Hal ini bermula dari semangat seseorang untuk meningkatkan semangat membacanya. Orang pintar biasanya hanya fokus kepada apa yang sedang ia pelajari, namun untuk mencari wawasan yang lain ia hindari karena alasan mengganggu. Orang yang ingin memiliki wawasan yang luas, selama ada kesempatan ia akan terus mengasah pikirannya dengan membaca berbagai hal ilmu yang ada. Memang disadari bahwa untuk saat ini tidak berguna, namun disaat-saat tertentu akan sangat berguna.
Dengan banyak membaca buku yang ada, ini semakin meningkatkan wawasan akan ilmu lain. Dengan banyak membaca juga, perbendaharaan kata yang dimiliki juga akan semakin meningkat. Dengan adanya perbendaharaan yang cukup, ini tentu menjadi modal utama dalam berkata-kata dan juga menulis. Pada akhirnya, dengan banyak membaca, juga dengan banyaknya menulis, kualitas berbicara pun semakin teratur. Di sini mesti diingat bahwa: orang yang pintar belum tentu berwawasan luas, tetapi orang yang berwawasan luas sudah pasti pintar.
Hal ketiga dan yang menjadi bagian terakhir adalah "kerendahan hati". Kerendahan hati menjadi bagian yang tidak bisa dihilangkan dari setiap pelayanan. Kerendahan hati harus menempati tempat pertama dalam setiap pelayanan. Orang yang ditemui saat pelayanan tidak selalu seperti apa yang ada dipikirkan. Orang dengan berbagai latar belakang akan menunjukkan berbagai sifat alaminya juga.
Selain itu, kerendahan hati juga berkaitan erat dengan diri sendiri. Kerendahan hati juga sangat dibutuhkan ketika menerima berbagai kritikan dan saran yang tentunya membangun. Dalam ritme perjalanan kegiatan pelayanan, evaluasi menjadi satu bagian yang sangat penting. Dalam evaluasi inilah, kritisan, saran dan masukan akan menghiasi diri sendiri. Maka untuk itu, sudah semestinya juga harus dikedepankan prinsip: kritiklah daku demi kebaikanku.