Rabu, 02 Juni 2021, saya masuk kantor seperti biasa di Kantor Paroki Kristus Gembala Baik Gunungsitoli. Tidak lama setelah memulai pekerjaan, rekan kerja saya memberitahukan bahwa mereka dinyatakan positif dan melaksanakan isolasi mandiri di rumah pembinaan Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Sibolga di Km 5,5 Miga. Tempat ini tidak lain adalah tempat dimana saya dan keluarga juga tinggal. Setelah diskusi banyak hal tentang rumah, akhirnya telepon kami akhiri.
Sesaat setelah bertelepon, saya langsung terdiam sampai ketika disapa oleh rekan kerja lain, saya tidak reaksi. Dalam pikiran saya terbesik, kedua rekan kerja saya yang dinyatakan Positif Covid-19 ini adalah pimpinan saya dan hampir setiap saat selalu kontak langsung. Saya dengan gelisah langsung menghubungi Dokter untuk sesegera mungkin melakukan tes. Saya janjian dengan dokter siang hari tes. Ternyata dokter sudah tiba di Pastoran St. Maria untuk melakukan tes kepada seluruh anggota komunitas. Mengetahui hal itu, saya langsung segera datang dan meminta dokter untuk segera tes.
Setelah melakukan tes, dokter menyatakan hasilnya masih negatif. Akan tetapi, dokter menyarankan untuk melakukan tes ulang 4-5 hari lagi sebab riwayat kontak dengan yang sudah positif sangatlah sering terjadi. Setelah itu, saya langsung menutup kantor dan mulai ikut melaksanakan isolasi mandiri. Hal ini saya lakukan untuk mengantisipasi bahwa saya bisa saja saat ini dalam keadaan imun tubuh yang masih kuat tetapi saya bisa saja menularkan kepada orang yang datang ke kantor.
Selain menutup kantor, saya juga bersyukur bahwa di rumah pembinaan Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Sibolga di Km 5,5 Miga keluarga sedang tidak di rumah tetapi berada di rumah keluarga di Nias Barat. Rencana semula untuk berkunjung ke keluarga untuk kemudian esok hari merayakan hari ulang tahun saya, saya batalkan. Saya pun menginformasikan ke pada keluarga untuk sementara tidak kembali ke Miga, berhubung saya menjalani isolasi mandiri dan lingkungan rumah sedang digunakan menjadi tempat isolasi kedua rekan saya yang dinyatakan positif.
Hari ini ketika saya berumur genap 30 tahun, saya berada dirumah sendiri dan merayakan hari kebahagiaan sendiri tanpa dampingan dari keluarga inti (Istri dan Anak) yang tercinta. Â Tentu ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya bahwa sebagai kepala keluarga harus tetap lebih dewasa dan lebih mengutamakan keselamatan dan kesehatan keluarga ketimbang perayaan yang bisa berlalu begitu saja. Saya merayakan ulang tahun kali ini lewat media sosial saja, juga sekaligus menanggapi pertanyaan umat yang menanyai ketiga rekan saya yang dinyatakan positif Covid-19 yang tidak lain adalah para pastor.
Akhirnya saya merenungkan bahwa, untuk memutus mata rantai Covid-19 haruslah kita mulai dari diri sendiri. Walaupun bukan kita yang dinyatakan positif, namun ketika kita memiliki riwayat kontak langsung dengan yang dinyatakan positif, sudah semestinya kita langsung memeriksakan diri dan melakukan isolasi mandiri. Kontak dengan keluarga bahkan untuk hadir dalam perayaan apapun, kita mesti harus tahu menempatkan diri serta tetap mengikuti protokoler kesehatan dengan tetap menggunakan masker, tetap mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak dan menghindari kerumunan.
Ingat untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ini perlu pemahaman "Kalau bukan kita, siapa lagi! Kalau tidak mulai dari sekarang, kapan lagi!" Semua ini dari kita, oleh kita dan untuk kita.
Gunungsitoli, 03 Juni 2021.
Salam. Ya'ahowu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H