FATANO LUO: BUDAYA GOTONG ROYONG NONO NIHA
Untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, sudah barang tentu menjadi sangat berat jika hanya dikerjakan sendiri. Namun pekerjaan tersebut terasa sangatlah mudah jika dikerjakan secara bersama.Â
Pandangan semacam ini sungguh berkembang dimana-mana, namun dalam pelaksanaannya belum tentu diadaptasi sebagaimana mestinya. Hingga saat ini, orang bahkan cenderung kerja sendiri guna menghindari berbagai hal yang menjadi konsekuensi dari kebersamaan itu sendiri.
Salah satu daerah yang masih mempertahankan budaya kerja sama ini adalah daerah Nono Niha (Daerah Nias). Di daerah Nias budaya kerjasama atau yang lebih dikenal dengan gotong royong ini di sebut "FATANO LUO".Â
Fatano luo berasal dari kata dasar tano (tanah) dan luo (hari). Penggunaan kata "fa" di depan kata "tano" dan "luo" adalah kata bantu yang menyatakan sesuatu tindakan. Jadi jika diartikan secara harafiah kata, fatanoluo memiliki arti "ber-tanah sehari". Pengertian ini mau memberikan pesan bahwa fatano luo merupakan kegiatan bersama yang dilakukan seharian di tanah yang sedang dikerjakan.
Selain pengertian yang telah diuraikan tersebut, tano juga bisa memiliki arti lain yakni "bagian/sebelah". Bagian/sebelah di sini mau menyatakan kepemilikian dan letak. Menunjukkan bagian kepemilikan seperti: tano khogu (bagian saya); tano khou (bagian kamu); tano khora (bagian mereka); dan tano khoda (bagian kita).Â
Sementara untuk menunjukkan letak seperti: tano ba lulu / tano you (sebelah utara); tano ba gahe / tano raya (sebelah selatan); tano ba gatumbukha (sebelah timur); dan tano ba gaekhula (sebelah barat).Â
Dari pengertian ini, fatano luo dapat diartikan bahwa pekerjaan yang dilakukan seharian adalah di bagian saya/kamu di sebelah utara/selatan/timur/barat.
Kata luo juga masih memiliki arti lain. Luo dapat juga diartikan menjadi matahari. Dari pengertian ini, fatano luo dapat diartikan bahwa pekerjaan hari ini dilakukan sepanjang matahari terang atau jika hujan dan atau sepanjang hari dalam situasi apapun. Luo juga dalam konteks ini dapat diartikan sebagai jerih payah. Luou (jerih payahmu); luora (jerih payah mereka).Â
Dari pengertian ini, fatano luo dapat diartikan bahwa pekerjaan yang dilakukan sepanjang hari ini adalah jerih payah bersama sepanjang hari dan tidak ada balasan dari sipemiliki pekerjaan. Balasan jerih payah ini dibayarkan bukan dengan uang atau imbalan jasa, melainkan lewat kebersamaan lagi ketika bagian orang lain yang ikut dalam kegiatan fatano luo itu dilaksanakan.
Pengertian yang telah diuraikan di atas memberikan gambaran bahwa makna dari fatano luo sungguhlah luas. Dari makna yang begitu luas itu dapat ditarik benang merah bahwa fatano luo itu merupakan satu gerakan sekelompok orang yang saling bahu membahu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tanpa menuntut imbalan jasa.
Jika semakin dicermati dengan baik, kata fatano luo ini pada akhirnya memiliki kesamaan dengan gotong royong. Dari pengertian yang didefeniskan oleh Koenjaraningrat, gotong royong merupakan "suatu suatu sistem pengarahan tenaga tambahan dari luar keluarga untuk mengisi kekurangan dalam rangka aktifitas produksi bercocok tanam."
Pada akhirnya, fatano luo merupakan satu gerakan gotong royong yang masih berjalan hingga saat ini di kalangan Nono Niha. Fatano luo yang merupakan gerakan saling bahu membahu, terutama dipraktekkan dalam kegiatan bercocok tanam. Entah itu bertani di ladang, di sawah, atau dalam kegiatan yang membutuhkan banyak tenaga.
Dirangkum dari beberapa sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H