OLEH: TAFA ISMA | @tafaisma  | Penulis adalah editor di infosastra.com, @infosastra
Bagi penulis cerpen, memuatkan cerpen ke media besar nasional adalah sebuah tentangan hebat. Betapa membahagiakan jika misalnya cerpen kita bisa muncul di Kompas, Tempo, Media Indonesia, dan beberapa media nasional lainnya. Bukan cuma soal honor yang lumayan dan jumlah pembaca yang luas, namun bagi sebagian orang dipercaya akan menaikkan level kepengarangannya.
Masing-masing  media tentu punya standar dan gaya sendiri. Meskipun standar utama dalam kreativitas adalah eksplorasi dan penemuan. Dengan demikian, karya kreatif apa pun, harus menampilkan kebaruan. Begitu pula cerpen. Tanpa kebaruan, niscaya karya kita akan segera dilewatkan oleh editornya.
Redaktur edisi Minggu Harian Kompas, Putu Fajar Arcana, dalam twit berserinya pernah menulis seperti ini: "Cerpen Kompas lebih menyukai karya-karya yang menunjukkan kebaruan atau original, baik dalam bahasa, tema, alur, dan teknik bercerita. " Selain itu, menurut dia, Kompas akan sangat memerhatikan cerpen-cerpen dengan sudut pandang unik terhadap sebuah peristiwa. "Perlu dicatat, pristiwa bisa berarti fisik/batin," tutur dia lagi.
(Twit lengkap Putu Fajar tentang cara mengirim cerpen ke Kompas bisa dibaca di sini: Tips Mengirim Cerpen untuk Kompas).
Hal penting lain yang perlu dicatat, terutama oleh penulis mula, yakni menembus media besar tidaklah mudah. Perlu kirim terus-menerus, tentu saja dibarengi latihan dan perbaikan agar mutu karya yang dikirim makin baik. Membaca terus menerus cerpen yang dimuat di media itu adalah salah satu cara terbaik. Pelajarilah bagaimana para penulis yang karyanya dimuat itu menulis dan mengungkapkan peristiwa, hingga menjadi cerita yang memikat dan mengikat.
Selain itu, sering ada pertanyaan, apakah karya harus dikirim lewat pos atau lewat email. Dari mana mendapatkan alamat email koran itu? Dulu, benar, karya terpaksa dikirim lewat pos. Namun, kini lebih baik karya dikirim lewat email. (Lihat: alamat email koran yang memuat cerpen).
Mengapa harus lewat email? Ya karena mudah, juga cepat dan murah. Selain itu, Anda tidak perlu menyibukkan awak redaksi (sekretariat) untuk mengetik kembali karya Anda jika nanti layak dimuat. Tapi masih bolehkah mengirim karya pakai pos? Tentu saja masih boleh. Lalu, berapa lama waktu menunggu karya dimuat? Ini macam-macam. Ada yang sebulan, ada pula yang hingga tiga-enam bulan.
Koran Tempo, misalnya, dalam obrolan dengan editornya pada sebuah kesempatan, ia mengatakan waktu tunggu karya yang dimuat di sana sekitar satu bulan. Jika lewat satu bulan, karya bisa dikirim ke media lain. Namun, catatan kami, sebelum mengirim cerpen ke media lain, bagus juga mengirim pemberitahuan kepada media itu, untuk mengabarkan  ke mereka.
Kata-katanya bisa seperti ini: "karya berjudul X yang pernah saya kirimkan saya tarik karena saya anggap tidak layak dimuat dan akan saya kirimkan ke tempat lain. Nanti akan saya kirim karya lain." Bisa juga, saat bersamaan pencabutan itu kita kirim karya baru. Selamat menulis dan mengirim cerpen...[I]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H