Mohon tunggu...
Jajang Suryana
Jajang Suryana Mohon Tunggu... -

Saya suka menulis beragam tulisan. Saya gurunya guru. Saya juga suka yang bau-bau komputer. Saya juga penyuka wayang.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi-Puisi-Puisi

30 Maret 2010   13:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:06 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berita Panen

1

angin membawa harum daun jerami

mengabarkan bahwa panen telah tiba lagi

2

angin menyanyikan konser ani-ani

dalam pesta ribuan pipit dan esring

di atas alunan daun padi menguning

Siapa Mengetuk Pintu Malam-malam

1

siapa mengetuk pintu malam-malam

ketika hati baru saja beranjak diam

ketukannya menghunjam

menusuk-ngilu dalam-dalam

2

siapa mengetuk pintu malam-malam

ketika hati baru saja tenteram

Bulan di atas balong

1

bulan koyak-moyak

karena kecipak riang ikan sepat

2

bulan besar koyak-moyak di atas balong

serpihannya bersembunyi di balik daun padma

ada juga yang bergoyang riang

mengikuti tari ikan-ikan yang mulai mijah

menyebar telur di balik rumput-rumput air

3

bulan besar bermain perasaan

ketika ikan-ikan kasmaran

siapa yang bisa mencumbu bulan

pada malam purnama pertama

anginkah atau awan?

Situ Gunung

danau kaca melukis bayangan ribuan tubuh-tubuh pohon damar

membenamkan dingin di sela-sela rumpun tespong* tempat berumah ikan tampele*

halimun membingkai jemari matahari yang menerobos punggung gunung gede

menghitung pagar paku haji yang merindangi tebing-tebing basah penyangga embun

kudengar semilir kidung mbah jalun dengan mega projeknya

meniti daun-daun damar menyebar kabar mitos melalui pewarisan dari mulut ke telinga

jalan setapak menuju curug cimaracun berhias ribuan lintah penghisap darah

di sini ada situ hiang* yang menjadi gudang penimbunan ikan-ikan

yang siap ditransfer ke kolam-kolam cucu-cicit mbah jalun ketika ada hajatan

cimaracun dan niskalanya situ hiang telah menjadi buku kuno yang sulit dibaca

noni-noni walanda yang berperahu sambil menjalin halimun pagi

sementara para meneer mengurai asap cerutu tembakau kelas satu

di halaman hotel gunung bertebaran cerita-cerita lawas yang pias

menyusuri jalan basah menghitung bunga tanah* yang merah kuning tanpa pohon

mengintip curug cibeureum yang tak pernah berhenti berdesis

mengairi selokan panjang berliku-liku mewadahi air meng-es yang deras berlari ke hilir

di sini para meneer dan noni walanda pernah berhotel

menikmati alam pangipukan* yang amat rindang

mbah jalun menguliti kerbau, menggali lahan membentuk situ

kesendirian mbah jalun menjadi cerita mega projek tersendiri

kisahnya mengalir dalam dongeng-dongeng sebelum tidur

mengantarkan gumaman anak-anak tentang kedigjayaan seorang kakek

yang menggali legenda

menggenangi mitos dengan hamaparan kaca

menyelubungi halimun dengan teka-teki

*tespong tanaman yang khas rasanya, sebagai tanaman lalapan yang nikmat dimakan dengan sambal oncom

*tampele ikan mirip cupang yang menghuni situ gunung, berwarna cokelat kelabu

*situ hiang nama situ niskala, situ yang tak tampak, tempat mbah jalun mengumpulkan ikan-ikan yang ada di situ gunung, ketika situ dibedah, dikuras airnya

*bunga tanah adalah bunga yang muncul dari tanah, tanpa pohon, tanpa daun, berwarna merah-kuning-putih, tumbuh di sekitar rimbunan perdu situ gunung

*pangipukan kawasan pembibitan pohon-pohon damar, lokasinya sangat strategis sebagai tempat camping

Nelayan 4

celupkan ujung kayuhmu

biar air laut mengenal bau keringatmu

“nenek moyangmu orang pelaut”

yang bisa melanglang laut tanpa takut

menyinggahi ceylon

menyisir pantai-pantai indochina

membangun kampung jawa, kampung bugis, kampung melayu

dengan biduk bercadik

kepulauan fiji dekat saja dalam singgahanmu

mereka tinggalkan artefak yang menyejarah

bukti kepelautan mereka ada dalam nama diri

kini,

ikan-ikan berkelas telah menjadi milik nelayan asing

yang mengeduk kekayaan laut bermodalkan pukat harimau dan kapal motor

sementara para cucu-cicit pelaut yang telah lama dicekoki budaya petani

hanya mampu menjadi pelaut gurem yang miskin hampir sepanjang tahun

atau ketika panen laut membentang di depan mata semua tak kuasa diolah

katanya,

mengamankan bentangan kekayaan lautan milik kita sangat sulit

panjang pantai pada setiap pulau tak sebanding dengan jumlah para polisi laut

perhitungan itu baru sampai pada titik ketidakmampuan semata

padahal ada jalan pengamanan yang tampaknya lebih mudah dilakukan

menjaga titik-titik rawan kekayaan laut yang sudah pasti keberadaannya

mengamankan kumpulan ikan tuna kelas satu di laut nusa kambangan

memelihara ikan hias dan karang indah di laut banda

menyelamatkan teripang, nener, dan kerapu

ah, memang sulit jika kita hanya menjadi petani yang takut air laut

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun