Mohon tunggu...
Jajang Suryana
Jajang Suryana Mohon Tunggu... -

Saya suka menulis beragam tulisan. Saya gurunya guru. Saya juga suka yang bau-bau komputer. Saya juga penyuka wayang.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Medeeng di Buleleng

26 April 2010   12:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:34 1690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Medeeng adalah nama satu rangkaian kegiatan upacara yang berkaitan dengan upacara kematian, ngaben. Upacara medeeng ini adalah khas Buleleng, Bali Utara. Sebuah upacara yang lebih banyak melibatkan para kaum muda. Menurut pengakuan beberapa orang tua warga Buleleng, upacara ini adalah ajang pamer kegagahan dan kecantikan anggota keluarga. Di Bali Selatan ada upacara sejenis, yang disebut mepeed, kemeriahannya kalah oleh medeeng.

[caption id="attachment_127251" align="aligncenter" width="466" caption="Para apsari sedang medeeng (jesuryana)"][/caption]

Banjar Jawa, Buleleng, dikenal sebagai banjar yang kerap menyuguhkan medeeng yang selalu meriah. Upacara “pawai” bagi muda-mudi ini diselenggarakan sehari sebelum kegiatan ngaben. Medeeng ini banyak mengeluarkan biaya, terutama untuk menyewa pakaian adat khusus. Tetapi, pemudi atau pemuda mengikuti kegiatan ini sebagai kegiatan yang membanggakan. Bahkan, menjadi kebanggaan keluarga.

Dulu, upacara ngaben dilakukan secara individual. Sifat upacaranya kompetitif dan jor-joran. Tiap keluarga berusaha menghadirkan kemewahan dalam pelaksanaan upacaranya. Sangat boleh jadi upacara ngaben menjadi upacara mahal yang menyedot biaya yang amat besar. Persiapannya memakan waktu satu bulan penuh. Bisa dibayangkan!

Ketika Gunung Agung meletus, tahun 1963, banyak mayat yang harus diaben. Terutama orang-orang yang sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Hal itu menjadi masalah besar. Berangkat dari permasalahan tersebut, mulailah ada gagasan untuk mengadakan upacara pengabenan secara massal. Konon, yang meneratas jalan untuk mengadakan upacara pengabenan massal itu adalah masyarakat di daerah Pengastulan, Buleleng. Dan, hingga kini, ngaben massal sudah merupakan hal yang umum dilakukan di Bali.

Rangkaian upacara ngaben, meskipun telah disederhanakan, masih terasa suasana kemewahannya. Di antaranya, pada rangkaian prosesi yang disebut medeeng, sebuah “parade sore”. Para deeng, kawula muda, terutama yang belum menikah, yang mengikuti upacara medeeng, berpakaian upacara serba lengkap dengan hiasan yang serba warna emas. Bahkan ada yang menggunkan hiasan emas murni, terutama para deeng dari keluarga kaya. Mereka adalah simbolisasi para apsara (bidadara) dan apsari (bidadari) yang gagah dan cantik. Upacara yang dilakukan sore hari ini, menurut para orang tua, adalah “dramatisasi apsara dan apsari yang mengantar keberangkatan si mati menuju nirwana”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun